Sebuah sepedah motor melaju dengan kecepatan tinggi. Pengembaranya tidak lagi memperdulikan aturan main berlalu lintas. Motornya melaju sangat kencang laksana panah yang lepas dari busurnya. Wawan pengemudi sepedah motor tersebut sama sekali tidak memperdulikan teriakan Lusi yang tengah diboncengnya.
“Wawan…, jangan terlalu cepat !” Kembali Lusi mengingatkan untuk yang kesekian kalinya,
Wawan tetap tidak menghiraukanya sama sekali, dia malah menambah kecepatan motornya. Beberapa puluh kilometer kemudian dia mengurangi kecepatan motornya untuk belok ke sebuah gang.
“Loh, kok, belok kesini ?” Ucapan Lusi tidak mengerti.
“Kenapa…. ? Apa ga boleh aku mengajakmu kesini ?” Jawab Wawan dengan pandangan masih ke depan.
“Tadi katanya mau nonton ?” Ucap Lusi
“Iya…, tapi bukan di bioskop.”
“Lantas, dimana ?” Tanya Lusi
“Di rumah itu.” Jawab Wawan sambil tanganya menunjuk sebuah rumah di depanya.
“Itu kan kosong ….?”
Wawan tidak menjawab dia masih terus mengemudikan sepedah motornya, tepat di depan pintu rumah itu dia pun menghentikan motornya.
“Turun …. !” Bentak Wawan
“Wawan, apa-apaan sih kamu ?” Tanya Lusi setelah turun dari motor. Dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Wawan berubah sikap seperti itu,
“Lusi…, aku mau tanya sama kamu.” Wawan tidak menjawab pertanyaan Lusi. Dia malah berkata seperti itu.
“Apa yang mau kamu tanyakan, Wan,? “ Tanya Lusi semakin tidak mengerti.
“Apa kamu benar-benar mencintai aku ?”
“Mengapa lagi itu lagi yang kamu tanyakan ? Apa kamu masih tidak percaya akan cintaku ?”
“Sulit…” Jawab Wawan singkat
“Sulit ….?” Lusi terperangah mendengar jawaban Wawan seperti itu.
“Iya… aku sulit mempercayai kamu.” Jawab Wawan dengan nada sinis.
“Kenapa ?”
“Seharusnya, kau sendiri yang menjawab pertanyaan itu.” Jawab Wawan dengan roman muka yang semakin tidak mengenakan.
“Wawan…, kamu bercanda kan ?” Ucap Lusi
“Aku tidak sedang bercanda Lusi.” Tegas Wawan
“Kamu sudah tahu jawabanku kan ?”
“Aku sudah katakan, kalau aku meragukannya.”
“Yang menyebabkan kamu ragu itu apa, Wan ?”
“Nanya lagi, nanya lagi. Dasar bego, tolol…..”
“Wawan ……!” Lusi menjerit mendengar kata-kasar dari Wawan, sepanjang dua tahun dia menjalin percintaan baru kali ini dia mengatakan kata-kata seperti itu.
“Kenapa … ? Kamu tersinggung ?”
“Jelas dong, orang tuaku saja tidak pernah berkata seperti itu ?”
“Lantas kenapa kamu pura-pura tidak mengerti ?”
“Aku benar-benar tidak mengerti, Wan.”
“Heh…., mulutmu bisa saja berkata seperti itu. Tapi, hatimu sesungguhnya telah mengakui bahwa kamu telah bermain di belakang layar.”
“Kamu menuduh aku selingkuh … ?”
“Aku tidak menuduh, aku berbicara berdasarkan saksi mata. Dan dia telah menceritakan semuanya kepadaku.”
“Siapa, siapa dia ?”
“Erwin.”
“Erwin ?”
“Iya, Darwin tetanggamu. Dia telah datang kepadaku dan telah bercerita tentang apa yang telah kamu lakukan dengan Hendra, kekasih gelapmu itu.
“Fitnah, itu fitnah Wawan.” Ucap Lusi. Kali ini dia tidak bisa lagi menahan tangisannya. Dia menangis tersedu-sedu.
“Jangan menangis, Lusi ! Aku mengajakmu kesini bukan untuk mendengarkan tangisan busukmu itu. Tapi aku ingin memutuskan hubungan dan janji yang telah kita bina selama ini>”
“Wawan, kamu percaya dengan ucapan Darwin ?” Tanya Lusi di tengah-tengah tangisannya.
“Aku kenal betul, diri Darwin. Dia sahabatku sejak kecil.” Jelas Wawan.
“Kamu sungguh-sungguh akan memutuskan cinta kita, Wawan ?” Tanya Lusi dengan nada menghiba.
“Iya …”
“Kalau begitu, sekalian saja kau bunuh aku, bunuh aku Wawan !” Pinta Lusi dengan tangisan yang semakin menjadi.
“Tanpa kau minta pun akun akan melakukanya, Lusi. Karena aku paling tidak suka pada perempuan penghianat seperti kamu.”
“Wawan ….. aku bukan penghianat, Wawan. Aku bukan penghianat, Wawan….” Lusi sangat tidak terima dikatakan sebagai penghianat. Lusi menangis sejadi-jadinya. Saking tidak kuatnya, dia pun pingsan dihadapan Wawan.
Saat keadaan keadaan seperti itu, tiba-tiba seseorang datang sambil tepuk tangan.
“Bagus…., bagus… Kalian berdua telah lulus dalam ujian, dan besok kalian akan diikutkan dalam film yang akan kami buat.” Ucapnya sambil menyalami Wawan, dan membangunkan Lusi.
“Kami lulus, pak ?” Tanya Lusi sambil merapikan bajunya yang kelihatan kusut.”
“Iya…., kalian berdua lulus dalam audisi ini.” Jawab Laki-laki yang tidak lain adalah sang sutradara yang akan mengorbitkan Wawan dan Lusi.
“Wawan…, kita lulus “ Ucap Lusi kepada Wawan.
“Alhamdulillah…, terima kasih, pak !” Ucap Wawan pada sang sutradara.
Kreator : Baenuri
Comment Closed: Lulus
Sorry, comment are closed for this post.