Rumah mewah di jalan Kenari no 54, dihuni oleh Janarko dan Utari, pasangan suami isteri yang baru menikah setahun yang lalu, tinggal bersama mereka seorang pembantu dan ibunya Utari yang usianya sudah lanjut dan pikun.
Pasangan serasi, prianya gagah dan wanitanya cantik, ayu.
Kakek Janarko sudah sangat mengharap hadirnya seorang cucu begitu pula Janarko, ingin segera punya anak, biar rumahnya tidak kelihatan sepi. Tapi Utari isterinya, hanya memikirkan kesenangan pribadinya, jadi belum ingin hamil dan punya anak. Ia masih ingin menikmati pekerjaannya sebagai wanita karir.
Utari bekerja sebagai sekretaris di kantor kakek Janarko. Dia bekerja penuh dedikasi dan mencurahkan segala kemampuannya, agar perusahaannya selalu bertambah maju.
Tenaga Utari sebagai Sekretaris sangat diandalkan oleh kakek Janarko yang tenaganya sudah mulai menurun.
Secara materi Utari nemang sudah sangat berkecukupan, tapi baginya ada satu hal yang senantiasa mengganggu pikirannya, yaitu keadaan ibunya sudah terkena dimensia atau pikun.
Meskipun ada pembantu, tapi keadaan ibunya yang kembali seperti anak kecil selalu membuat Utari kecewa dan malu.
Utari sudah pernah membicarakan dengan suaminya untuk memasukkan ibunya ke rumah jompo, tetapi suaminya yang baik hatinya sangat berkeberatan, mengingat beliau adalah ibu mertuanya.
Hingga pada suatu hari sewaktu Utari pulang kerja, , di ruang tamu sangat berantakan, dan ada bau yang tidak sedap.
Bukannya dia meminta tolong pembantunya untuk membersihkannya, tetapi malah menarik suaminya untuk melihat. Coba mas lihat, ini pasti pekerjaan ibu yang jorok, bagaimana kalau ada tamu kan memalukan.
Kata Janarko suaminya yang sangat menghargai ibu mertuanya bilang, ya namanya juga orang tua, ibu pasti tidak bermaksud demikian .
Dengan nada kesal dan tidak berperasaan, Utari bilang, setuju gak setuju besok ibu akan saya masukkan ke Panti Jompo.
“Kalau keinginan kamu sudah begitu, aku bisa apa, batin Janarko.
Selang beberapa hari setelah ibunya di masukkan ke Panti Jompo, pada suatu hari ada kring … kring … kring, bunyi tilpon.
“Halo, apa ini betul dengan ibu Utari”
“Betul pak, apa ada yang bisa saya bantu”
“Begini nyonya, ibu anda sakit, sudah ditangani dokter, tapi belum sembuh juga, bahkan sakitnya tambah parah, apakah bisa nyonya datang kesini?
“Baik pak, aku akan segera datang ke sana”
Sesampainya di Panti Jompo, “segera kupeluk ibu, dan kudengar beliau berbisik, selamat tinggal Utari anakku sayang”.
“Jangan bu, jangan ibu, jangan tinggalkan Utari bu, dengan rasa penyesalan yang sangat mendalam.
Tidak ada jawaban, hening … dan bu Broto ibunya Utari dinyatakan meninggal dunia.
Pada hari Minggu pagi, ketika Utari dibantu suaminya sedang membersihkan kamar bekas ibunya, dibawah kasur mereka melihat ada sebuah buku catatan yang kelihatan lusuh, mungkin karena sudah lama dan sering dibaca.
Dengan berdebar, Utari membuka buku catatan ibunya, lembar demi lembar.
Lembar pertama ada foto dirinya waktu masih kecil … kemudian dilanjutkan membacanya lembar demi lembar dengan tangis dan terisak isak.
Diawali dengan “Hari yang tak pernah ku lupakan sepanjang hidupku”… Waktu itu Tari, kamu sakit keras, ibu sangat bingung karena hanya mempunyai uang beberapa rupiah saja. Ibu memutuskan untuk membawamu ke Puskesmas yang jaraknya cukup jauh. Didalam angkot kamu muntah2, , sampai baju ibu basah kuyup, dan astaghfirullaah … kamu juga kencing hingga membuat celana ibu basah seluruhnya. Ibu tambah bingung lagi, ketika kamu menangis terus, tapi mana mungkin ibu menyusui kamu disini karena banyak orang, maka akupun minta turun. Dengan bersandar di pagar orang dipinggir jalan, ibu baru bisa menyusui. Setelah selesai, kulanjutkan perjalanan ke Puskesmas yang masih cukup jauh.
Ketika kamu diperiksa, dokternya bilang, “bu, ibu boleh senang, jika terlambat 1 jam saja, tidak tahu apa yang akan terjadi”.
Usai membaca catatan ibunya, Utari menyesal, karena merasa betapa besar pengorbanan ibunya ketika merawat, mengasuh dan mendidik dia sampai menjadi orang yang sukses, sedangkan dia tidak membalas pengorbanan ibunya dengan kebaikan, malah mengecewakan dan membuat ibunya menderita di akhir hidupnya.
Kemudian dengan masih terisak, dia baru tersadar dan mengajak suaminya ke pusara ibunya, karena ingin bersujud disana dan mohon maaf atas segala kesalahan nya
Kreator : Sudarsono
Comment Closed: Maafkan aku ibu
Sorry, comment are closed for this post.