Bab 15 Perjalanan Impian
Keesokan paginya, Anita sudah selesai menunaikan kewajibanya. Ia segera berkemas. Koper yang akan mereka bawa sudah siap sejak kemarin.
Koper Anita, yang semua isinya dibelikan oleh Marchel, sebab ia hanya mengambil celana jeans, kaos oblong dan blouse dari rumah Mama.
Marchel membeli semua keperluan Anita, termasuk make up dan alat-alat rias. Selama ini, Anita hanya punya bedak dan lipstik saja.
Marchel membeli lengkap dengan perawatan diri juga. Anita sendiri bingung bagaimana cara menggunakannya.
Marchel juga sudah bangun, tetapi Adi masih tertidur lelap. Andi datang dan mengambil koper-koper mereka. Setelah Marchel dan Anita keluar kamar, Indah masuk ke kamar Marchel untuk membangunkan Adi.
Melihat Marchel dan Anita hendak pergi, Adi menangis kencang dan meminta Marchel agar tidak pergi meninggalkan dirinya. Anita mengerutkan keningnya.
Kok bisa pas sekali anak kecil itu menangis saat dia dan Marchel berpamitan untuk pergi bulan madu. Padahal dari kemarin dia baik-baik saja.
Anita memandang ke arah Indah yang memegangi badan Adi agar tidak lari pada Marchel.
“Kamu mau hadiah apa kalau Papa pulang nanti?”
“Nggak mau! Adi mau Papa! Adi ikut Papa!”
Marchel memerintahkan salah satu pelayan di rumahnya untuk membawa Adi masuk rumah. Setelah Adi dibawa masuk rumah dengan perlawanan sengit. Marchel dan Anita berpamitan.
“Bawa kabar bahagia saat pulang nanti.” pesan Mama yang membuat pipi Anita memerah. Orang tua Anita sudah menunggu di bandara, mereka ingin mengantarkan putrinya sampai bandara.
Anita bisa melihat wajah Nenek dan Indah terlihat tidak suka dengan kepergiannya bersama Marchel. Tapi, semua itu kehendak Marchel dan Ayah Marchel yang membelikan tiketnya.
Akhirnya mereka berangkat ke bandara dengan diantarkan dengan tatapan berbeda dari tiga orang yang ada di depan rumah.
Anita melihat ke arah Marchel. Suaminya itu tampak tenang dan seperti tidak terganggu dengan kejadian tadi.
Anita pun menjadi tenang. Awalnya, dia sudah khawatir kalau mereka tidak jadi berangkat, sebab Ayah dan Ibunya sedang menunggu mereka di bandara.
Benar saja, Ayah dan Ibu sudah ada di ruang tunggu bandara. Anita memeluk mereka dan berpamitan.
“Hati-hati di sana, jangan jauh-jauh dari suamimu. Kalau mau pergi jangan sendiri, ya.” Pesan sang Ayah yang khawatir sebab ini adalah perjalanan pertama Anita keluar negeri.
“ Iya, Pa.”
“ Jaga dirimu baik-baik. Layani suamimu dengan baik.”
“ Iya, Ma.”
Marchel pun berpamitan, semua koper mereka sudah diurus oleh Andi. Keduanya tinggal memasuki pesawat saja.
Dengan berlinang air mata dan melambaikan tangannya, Anita berjalan di samping Marchel untuk bertolak ke Paris.
Anita tahu jika perjalanan bulan madu mereka kali ini sekalian dengan urusan bisnis Ayah Marchel. Tapi dia tidak keberatan sebab Marchel sudah berjanji padanya untuk mengajaknya ke tempat-tempat yang diinginkannya.
Mereka sampai di salah satu hotel terbaik di Paris. Ayah Marchel memesankan mereka kamar yang menghadap langsung ke menara Eiffel. Tentu saja Anita sangat senang sekali sebab hal ini sesuai dengan keinginannya sejak lama.
Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan ber-selfie ria dengan latar belakang menara Eiffel. Marchel hanya tersenyum melihat tingkah sang istri.
Anita memang wanita yang apa adanya. Dia tidak akan menutupi perasaannya. Jika dia sedang senang ataupun sedih, semua akan jelas tergambar dari raut wajahnya.
Setelah beberapa hari mengenal Anita, Marchel menjadi tahu kapan Anita marah dan kapan dia merasa senang.
“Aku atau kamu dulu yang mau mandi? Atau kamu mau kita mandi bersama?” Marchel menggoda Anita yang dijawab dengan muka bengong, membuat Marchel tertawa karenanya.
Selesai mandi, mereka menuju ke restoran yang ada di hotel tersebut. Saat mereka makan, datang seorang laki-laki yang akan menjadi pemandu wisata bagi mereka berdua.
Marchel sudah menjelaskan kepada Anita kalau laki-laki yang bernama Jack itu akan mengantarkan kemana saja Anita mau saat Marchel mengurus bisnis Ayahnya.
Tapi jika Marchel ada waktu luang, maka ia akan menyempatkan waktu untuk pergi bersama Anita. Mereka berdiskusi tentang tempat-tempat mana saja yang akan mereka kunjungi.
“Seminggu ini, kamu bisa pergi bersama Jack sebab seminggu ini aku akan fokus pada pekerjaan. Semakin cepat aku ke kantor, semakin cepat urusanku selesai.”
“Baiklah. Tapi, aku mau sekarang kita ke Eiffel mumpung kamu belum sibuk.” bujuk Anita, karena dia sudah sangat ingin ke bangunan itu.
“Apa kamu tidak capek?” tanya Marchel.
“Tidak. Apa kamu capek?”
“Tidak.”
Tentu saja Marchel tidak ingin mengecewakan Anita. Sebenarnya, jika boleh memilih, dia ingin sekali istirahat sebab besok pagi dia harus bekerja. Namun, demi istrinya tercinta ia rela mengesampingkan keinginannya.
“Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?”
“Baiklah.”
Bersambung……….
Kreator : Sabrina Rahmawati
Comment Closed: Malaikat Hati Sang CEO (Bab 15)
Sorry, comment are closed for this post.