Bab 17 Cemburu?
“Okay, mungkin itu budaya Barat yang sudah sering kamu lakukan, tapi aku benar-benar tidak bisa menerimanya.”
Marchel menjadi paham apa yang dimaksud Anita dengan mengatakan temannya tadi murahan.
Marchel mencoba menggoda Anita yang terlihat tidak senang dengan pertemuan tadi.
“ Apa kamu cemburu?” tanya Marchel sambil tersenyum. Anita menoleh dan memandang Marchel.
“Tidak hanya saja aku tidak suka dengan apa yang dilakukannya.”
“Hal seperti itu biasa di sini dan di negara-negara Eropa lainnya. Jadi, kamu harus membiasakan diri. Kalau kamu tidak bisa menerima, yang ada kamu akan sakit hati sendiri.”
“Ya mana ada seorang wanita yang diam saja saat suaminya main cium cewek lain, di depan matanya pula!” jawab Anita kesal, lebih kesal lagi karena Marchel cengar-cengir menggodanya.
“Iya, maaf. Tapi, perlu kamu ketahui, kalau di sini memang seperti itu. Jadi aku mohon maaf kalau nanti ada lagi yang seperti itu.”
“Masih ada lagi? Berapa lagi?”
Marchel tidak bisa menahan tawanya. Anita menjadi tambah kesal dibuatnya. Marchel memeluk bahu Anita untuk diajaknya naik ke kamar mereka, tetapi Anita menepisnya dan hal itu membuat tawa Marchel bertambah keras.
Entah mengapa, Marchel merasa kalau Anita cemburu kepadanya, padahal yang dirasakan Anita bukan itu. Dia tidak mau sampai orang tahu kalau dirinya hanya istri dalam status saja.
Bagaimana pun, dia ingin Marchel tetap menjaga dirinya agar tidak ada berita miring ataupun informasi apapun yang tidak baik tentang pernikahan mereka.
Memang, Anita tidak pernah keluar negeri, baru kali ini. Tetapi, dia juga tahu batasan bagi mereka yang tidak saling kenal tentu tidak akan melakukan hal tersebut.
Mengapa dia marah, karena Marchel mengenal para wanita itu. Entahlah, Anita sendiri bingung dengan dirinya, mengapa dia harus marah saat Marchel dipeluk dan dicium wanita lain. Sementara dirinya dan Marchel juga belum saling kenal. Ada apa dengan diriku? Apa mulai peduli dengannya?
Tidak! Itu tidak mungkin! pikiran Anita mengembara ke mana-mana dan dia terkejut sendiri dengan hal itu.
Pagi harinya, Marchel sudah mulai bekerja dan seperti rencana sebelumnya, Anita akan jalan-jalan ditemani Jack. Jack mengajaknya tour keliling kota dan mengunjungi tempat wisata yang indah.
Hanya sesekali saja, Marchel bisa menemani Anita jalan-jalan. Bukan karena tidak mau, tetapi karena ada banyak hal lain yang harus diurus Marchel di kota dan sangatlah komplek.
Setiap malam, Anita akan mendahului tidur, karena Marchel belum pulang dan pagi harinya, Marchel akan bangun untuk berangkat lagi.
Selama hampir sebulan mereka di kota ini, Marchel selalu melakukan rutinitas seperti itu. Mereka hanya bertemu sebentar saat malam hari, ketika Anita belum mengantuk dan Marchel bisa pulang lebih awal.
Atau saat pagi hari, ketika Anita bangun lebih dulu sehingga bisa menyiapkan baju kerja suaminya. Terkadang mereka bisa sarapan bareng, meskipun seringnya tidak bisa.
Marchel akan buru-buru berangkat. Malam harinya pun Anita tidak berani membangunkan Marchel yang kadang tidur masih mengenakan baju yang dipakainya kerja.
Tapi kadang juga sudah ganti baju, mungkin dia mandi di kantor. Setiap pagi, Anita selalu berusaha membuatkan Marchel kopi kesukaannya dan juga memesankan sarapan, meskipun hanya sekedar burger ataupun roti isi.
Kadang Marchel menyempatkan sarapan dan minum kopinya sampai habis, tetapi seringnya hanya sekedar menghargai Anita yang sudah menyiapkan sarapan untuk dirinya.
Anita tidak berani bertanya apa-apa, melihat wajah dan badan suaminya yang tampak kelelahan sepulang kerja membuat Anita merasa kasihan.
Suatu hari Anita tidak berniat keluar hotel. Dia sudah bilang pada Jack kalau dia ingin libur sehari tidak jalan-jalan.
“Ada apa, Nyonya?”
“Tunggu Tuan bisa ikut jalan-jalan.”
“Tapi, Tuan sudah pesan agar saya membawa Nyonya jalan-jalan.”
“Iya, Jack. Aku tahu. tapi biar aku istirahat dulu, capek juga jalan-jalan terus.”
“Baiklah, Nyonya. Saya ada di kamar jika Anda memerlukan saya, hubungi saja.”
“Baik, Jack. Terima kasih, kamu juga istirahat saja.’
“Baik, Nyonya.”
Seharian itu, Anita hanya tiduran, sambil berusaha mencari bacaan, namun sayangnya tidak ditemukan. Akhirnya, dia menghubungi Jack untuk mencarikannya majalah berbahasa Indonesia.
Seharian dari pagi sampai siang, Anita hanya bermalas-malasan saja. Sampai kemudian pintunya diketuk oleh Jack dan waktu sudah menunjukkan jam tujuh malam.
Ternyata karena kelelahan membaca, Anita ketiduran dan tidak tahu kalau waktu sudah malam. Dia sampai melewatkan makan siangnya.
“Ada apa?”
“Tuan meminta saya membawa Nyonya. Tuan meminta Nyonya berdandan yang cantik dan mengenakan gaun ini.”
Jack mengulurkan tas yang berisi gaun yang sangat cantik sekali.
“Apa ini, Jack?”
“Saya tunggu sepuluh menit bisa?”
“ Baiklah.”
Anita berusaha memakai gaun itu dengan cepat dan berdandan, menyesuaikan riasan dengan gaun yang dia pakai. Gaun itu memang sangat cantik sekali, tidak terbuka tetapi tetap elegan.
Anita mencari sepatu yang cocok untuk gaun itu, tetapi ternyata tidak ada yang cocok. Akhirnya, dia hanya bisa memilih salah satu yang membuatnya nyaman saat memakainya.
Kemudian, dia keluar dan Jack sudah menunggunya di luar kamar. Jack tampak kagum dengan penampilan Anita malam itu.
“Mari, Nyonya. Tuan sudah menunggu.”
Anita mengira kalau dia akan dibawa ke pesta, dan Marchel sudah menunggunya di bawah. Mereka naik lift dan Jack memilih angka di atas lantai kamar mereka.
“Mau ke mana?”
Bukannya menjawab, Jack hanya tersenyum saja. Mereka terus naik hingga sampai pada akhir lift. Lift terbuka dan Anita sudah merasa cemas, kiranya apa yang sedang menunggunya di sana.
Dia tidak melihat apa-apa. Dia tahu ini adalah atap hotel. Ada sebuah helikopter terparkir di sana. Dan, Anita tidak merasa heran jika hotel sebesar ini punya helipad.
“Silahkan, Nyonya.” Jack menyuruhnya melangkah dan tiba-tiba ada beberapa lampu yang menyoroti sebuah tempat, sebuah meja dengan dua kursi yang dihias cantik.
“Oohhh, apa ini?”
Bersambung……
Kreator : Sabrina Rahmawati
Comment Closed: Malaikat Hati Sang CEO (Bab 17)
Sorry, comment are closed for this post.