Bab 18 Pulang
“Apa ini? Mana Marchel?”
Marchel muncul dari balik helikopter dengan membawa bunga mawar merah. Anita tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
“Apa-apaan sih?”
“Aku belum melamarmu dengan benar, malam ini aku melamarmu.”
Marchel hendak berlutut, tetapi Anita segera mencegahnya.
“Sudahlah tidak usah aneh-aneh, kita sudah menikah dan tidak perlu ada acara lamaran lagi. Toh, kita sudah resmi menikah.”
“Jadi kamu tidak mau menerima bunga mawar ini?”
“Aku terima, sayang. Pasti kamu belinya mahal.”
Marchel hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap Anita yang memang tidak suka aneh-aneh. Mereka duduk, di atas meja sudah ada makanan dan minuman. Makanan itu masih hangat sebab baru saja disajikan.
“Kita makan dulu, aku tahu kamu seharian tidak makan.” ajak Marchel.
“Dari mana kamu tahu?” tanya Anita heran.
“Tuh, dari cara kamu melihat makanan ini seperti mau dilahap semuanya saking laparnya.”
Anita menjadi malu, sabab apa yang dikatakan Marchel adalah benar, dia memang sangat tergiur dengan penampakan makanan yang ada di atas meja, semuanya tampak sangat lezat.
Mereka makan dengan tenang, diatas sini angina cukup kencang namun karena mereka ada di balik helikopter maka angina yang terasa tidak begitu mengganggu acara makan malam mereka.
“Kamu cantik sekali.”
“Kan sudah dari dulu aku cantik.”
“Maksudku gaunnya.”
“Huh!”
Marchel tersenyum berhasil menggoda Anita.
“Iya, gaunnya memang cantik, tapi karena yang pakai aku, kalau yang pakai kamu jadinya…”
“Ih, siapa juga yang mau pakai gaun itu.”
“Eh Jack tadi ke mana? Apa dia sudah makan?”
“Kamu ini ada suamimu di sini masih saja memikirkan pria lain.”
Jack muncul dari lift dan mendekati helikopter, seorang yang bersamanya membukakan pintu helikopter dan mereka berdua berdiri di samping Marchel dan Anita.
“Apa kamu sudah makan Jack? Dan siapa dia?”
“Saya sudah makan Nyonya. Dia…”
“Yang akan mengantarkan kita ke bandara, kita pulang malam ini.”
“Hah? Apa urusanmu sudah selesai?”
“Sementara sudah, biar besok disambung Papa.”
“Aku tidak apa-apa kok kalau kamu masih mau menyelesaikan urusanmu di sini. Aku senang di sini.”
“Apa yang membuatmu senang?”
“Bisa jalan-jalan keliling tempat yang indah-indah.”
“Memang kalian ke mana saja?”
“Semuanya sudah aku datangi.” jawab Anita bangga.
“Benarkah?” tanya Marchel sambil melihat ke arah Jack.
“Semua tempat favorit turis sudah Nyonya datangi, Tuan.”
“Cepat sekali. Biasanya para turis memerlukan setidaknya dua bulan untuk bisa mendatangi semuanya.”
“Ya aku jalan cepat saja, apa enaknya sih jalan-jalan sendirian?”
“Maafkan aku ya. Lain kali aku ajak lagi, mau?”
“Aku mau ganti suasana.”
“Mau ke mana?”
“Umroh bersama Papa dan Mama.”
Marchel diam saja. Dia saja belum pernah, dia belum ada waktu untuk melakukan perjalanan itu. Selalu sibuk saja setiap tahunnya.
Tapi, mendengar Anita menyinggung hal itu, dia menjadi sadar, kalau keinginan Anita itu sangat wajar dan mengharukan.
Anita dari keluarga pengusaha, namun cenderung hidup dalam kesederhanaan tidak pernah menunjukkan kemewahan, mungkin kalau dia mau, pastinya bisa saja.
“Aku?”
“Kenapa?”
“Aku gak diajak?”
Anita tersenyum.
“Kan kamu yang ajak aku sama Papa dan Mama. Kamu yang bayarin. Kalau kamu mau ikut ya silahkan saja, kan uang kamu.”
Marchel menepuk dahinya, merasa sudah kena dikerjain Anita.
“Kita pulang sekarang?”
“Naik ini?”
“Iya.”
“Tunggu.”
“Apa?”
“Aku mau foto di sini dulu, sayang dekorasinya cantik kok tidak diabadikan.”
Jack dimintai tolong mengambil foto mereka berdua sedang makan dan foto mereka memegang bunga dan Marchel memeluk Anita dari belakang.
Setelah puas mengambil foto, keduanya naik helikopter, meninggalkan Jack di bawah.
“Jack terima kasih ya,”seru Anita dari dalam helikopter.
Marchel memakaikan mantel pada bahu Anita agar gadis itu tidak kedinginan. Helikopter naik dan terbang menuju bandara, mereka akan pulang menggunakan jet pribadi milik keluarga Marchel.
Sampai di dalam jet, Anita mengganti bajunya dengan baju yang lebih nyaman. Sebenarnya Anita ingin memakai celana jeans dan kaos yang sempat dibeli saat keliling kota, namun Marchel keberatan.
Akhirnya dia memilih kulot dan blouse. Anita semakin cantik saja dengan hal itu dan Marchel baru menyadari kalau dari tadi Anita tidak memakai sepatu hak tinggi tetapi sepatu kesayangannya.
Tidak bisa menyembunyikan wajah gelinya, Marchel tertawa.
“Apa?”
“Jadi gaun cantik yang aku beli khusus untuk kamu tadi, kamu padukan dengan sneakers?”
“Memang kenapa?”
“Kamu ini ya, apa tidak ada sepatu yang lainnya?”
“Ada tapi tidak ada yang cocok, dan aku lebih nyaman pakai ini.”
“Ya iyalah!”
Marchel tidak bisa berkata-kata lagi, tidak habis pikir dengan kelakuan istrinya itu.
“Terserah kamu lah, sebaiknya kita istirahat saja. Mau di kamar atau di sini saja?”
“Di kamar?”
“He em,”
“Di sini saja,” jawab Anita cepat.
Marchel hanya tersenyum saja dan mulai membantu membuat tempat duduk mereka nyaman, Biar Anita bisa berbaring di tempat duduknya.
Cuaca malam ini sangat mendukung penerbangan mereka sehingga tidak banyak goncangan, membuat Anita dan Marchel dapat istirahat dengan tenang.
Namun, keduanya akhirnya memilih masuk ke ruangan khusus yang memungkinkan mereka bisa berbaring dengan nyaman.
Anita dibuat kagum dengan interior di dalam ruangan yang kecil, namun bisa memuat banyak hal. Dua orang pramugari yang melayani mereka tersenyum ramah pada Anita saat wanita itu menyapa mereka.
Bersambung….
Kreator : Sabrina Rahmawati
Comment Closed: Malaikat Hati Sang CEO (Bab 18)
Sorry, comment are closed for this post.