Bab 24 Tertangkap
Sudah seminggu, mereka menempati kembali rumah pribadi Marchel. Tidak ada informasi tentang Oma yang biasanya suka main drama kalau sedang kesal.
Marchel sudah bekerja seperti biasa, Andi sudah menjemputnya lebih awal. Anita izin di rumah karena ingin membersihkan rumah.
Tiba-tiba ponsel Anita berbunyi dan ada Shanty, mertuanya yang meneleponnya.
“Halo Ma, ada apa ya?” sapanya ramah.
“Kamu tidak kerja?”
“Tidak, Ma. Sedang beberes rumah.”
“Mama mau minta tolong, kamu bisa tidak antar Oma periksa? Indah pergi dan Mama kalau sendiri suka repot. Kamu tahu sendiri kalau Oma suka rewel.”
Anita berpikir sebentar kemudian mengiyakan, lalu segera bersiap karena Anita tahu sebentar lagi mertuanya itu akan sampai di rumahnya.
Mandi dengan cepat dan berdandan ala kadarnya. Anita tampil seperti biasa, sederhana. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menilai penampilan Anita bukanlah murahan.
Benar saja, tidak sampai satu jam mobil yang membawa Oma dan Shanty sudah sampai di depan rumah Marchel.
“Mau masuk dulu atau langsung, Ma?”
“Langsung saja ya, biar tidak antri lama.”
Akhirnya, mereka berangkat dengan Anita yang duduk di sebelah sopir. Oma dan Shanty ada di jok belakang. Mereka sampai rumah sakit dan langsung diantar ke ruang dokter tanpa antri.
Dokter memeriksa Oma di temani Shanty, sedangkan Anita berada di luar. Kemudian, dia ingin ke kamar mandi dan dia pun mencari kamar mandi terdekat, tetapi entah datang dari mana ada seseorang yang membekapnya.
Anita merasa tubuhnya tak berdaya dan dia tak ingat apa-apa, dunianya gelap. Orang yang menutup hidung Anita dengan sapu tangan yang sudah diberi obat, tersenyum sinis.
Bersama temannya, dia mengangkat tubuh Anita ke brankar dan mendorongnya keluar rumah sakit setelah menyelimuti tubuh Anita dengan selimut rumah sakit.
Shanty yang sudah selesai berurusan dengan dokter segera keluar dari ruang dokter, tetapi tidak menemukan Anita yang menunggunya.
Shanty segera menghubungi Anita tetapi tidak ada sahutan. Oma nampak tidak sabar dan ingin segera pulang. Shanty berkali-kali menghubungi Anita tetapi tetap saja tidak ada jawaban, kemudian dia mencoba menghubungi putranya.
“Halo, Chel. Mama sedang mencari Nita, tapi dia tidak menjawab telpon Mama.”
“Mama ada di mana?” jawab Marchel dengan tenang, dia percaya Anita tidak akan pergi jauh.
“Di rumah sakit, antar Oma kontrol.”
“Mungkin dia baru ke kamar mandi.”
“ Oh iya, biar Mama tunggu sebentar sambil menunggu obatnya.”
Shanty meminta Oma untuk duduk di dekat ruang praktek dokter tadi dan Shanty menuju apotik untuk memasukkan resep obat Oma.
“Ma, Mama tunggu di sini dulu ya. Shanty antri obatnya dulu.”
Oma hanya mengangguk dan duduk dengan tenang. Sementara menunggu obat, Shanty berulang kali mencoba menghubungi Anita, tetapi tetap saja tidak ada respon.
Selesai dengan antrian obatnya, Shanty kembali ke Oma, tetapi Anita tetap belum kembali. sedangkan Oma sudah tidak sabar ingin segera pulang.
Shanty dalam dilema. Kasihan Oma kalau lama-lama berada di luar rumah, karena kesehatan Oma juga sedang tidak baik. Akhirnya, Shanty memutuskan pulang terlebih dulu.
“Chel, ini Mama dan Oma pulang dulu ya. Anita belum kembali, kasihan Oma nanti kecapekan.”
Marchel menjadi heran, kemana Anita. Mengapa pergi tidak pamit Mama dan lama tidak kembali? Merasakan perasaan yang tidak enak, Marchel segera mengajak Andi ke rumah sakit.
Sampai di rumah sakit, dia tidak bisa menemukan Anita, kemudian timbullah perasaan tidak enak akan Anita.
“Minta izin direktur rumah sakit untuk memeriksa kamera pengawas.” perintahnya pada Andi.
“Baik.”
Andi segera menghubungi seseorang dan tak lama kemudian ada orang yang datang dan meminta mereka berdua mengikutinya.
Orang itu membawa mereka ke ruang pengendali yang di dalam ruangan itu terdapat banyak layar yang menampilkan keadaan rumah sakit.
“Tolong putar di sekitar ruangan dokter penyakit dalam dan apotek sekitar satu jam yang lalu.”
“Baik Tuan.”
Sang operator memutar kamera ke waktu yang diminta oleh Marchel. Terlihatlah di sana Oma, Mama dan Anita yang baru datang dan langsung disambut sang perawat yang mengantarkan mereka masuk, meninggalkan Anita duduk di luar.
Beberapa saat kemudian Anita bangkit dan berjalan mencari toilet.
“Ikuti wanita itu.”
Kamera diarahkan mengikuti ke mana Anita pergi dan terlihatlah seorang perawat wanita berjalan di belakangnya dan tiba-tiba membekap Anita.
Marchel kaget saat melihat tersebut, kemudian setelah Anita nampak tak berdaya, datang dua orang perawat laki-laki membawa brankar dan mengangkat tubuh Anita di atasnya.
“Ikuti mereka.”
Operator menjalankan mouse-nya dan mencari kamera yang mengarah ke arah orang-orang yang membawa Anita.
“Kirimkan rekamannya kepadaku.” kata Marchel sambil berlari keluar rumah sakit, berharap Anita belum di bawa terlalu jauh, tetapi sudah tidak ada hal yang mencurigakan.
Ambulans yang membawa Anita baru saja keluar dari rumah sakit.
“Bagaimana? Apakah aman? Tidak ada yang mengikuti kita?” Tanya si perawat wanita pada rekannya perawat pria.
“Sepertinya aman,”jawab perawat pria.
Ambulans melaju cukup kencang dengan membunyikan sirinenya dan mereka sudah sampai di sebuah gedung cukup besar yang terletak di sebelah barat kota agak ke pinggir kota.
Mereka menurunkan dragbar tersebut dan mendorongnya masuk ke sebuah pintu yang sudah ada seorang perawat yang lain menyambutnya.
“Tolong kamu bawa dia ke ruangan khusus, biarkan saja sampai dia bangun. Kalau dia melawan, kamu boleh menyuntikkan obat penenang. Tapi kalau dia menurut, biarkan saja.”
“Siapa dia?”
“Kamu tidak perlu tahu siapa dia, yang penting aku sudah mentransfer uangnya ke rekening kalian.”
“Baiklah.”
“Ingat, jangan sampai kabur.”
“Beres.”
Dragbar didorong menuju suatu ruangan dan memasukkan tubuh Anita ke dalam ruangan itu kemudian menguncinya.
Bersambung
Kreator : Sabrina Rahmawati
Comment Closed: Malaikat Hati Sang CEO (Bab 24)
Sorry, comment are closed for this post.