Marchel duduk diam di ruang kerjanya yang gelap. Di atas meja, secangkir kopi yang sudah dingin menemani berkas-berkas laporan yang tak tersentuh.
Marchel mengenang kembali saat-saat dia belum menemukan Anita dan baru mendapat info dari Roy kalau apa yang menimpa Anita adalah ulah orang yang sangat dia sayang, yaitu Oma.
***
Matanya menatap kosong ke arah jendela, pikirannya dipenuhi oleh Anita, istrinya yang hilang selama dua bulan terakhir.
Kabar terbaru yang ia dapatkan tadi pagi membuat amarah sekaligus kesedihan meluap di hatinya. Anita ditemukan di sebuah rumah sakit jiwa, bukan di kota lain atau negara jauh seperti yang ia duga, melainkan di kotanya sendiri.
Lebih menyakitkan lagi, fakta yang diungkapkan oleh seorang perawat di rumah sakit tersebut menghancurkan sisa-sisa kepercayaannya pada keluarga.
Oma, nenek Marchel yang selama ini ia hormati, ternyata dalang di balik hilangnya Anita. Dengan dalih bahwa Anita bukan wanita yang pantas untuk Marchel.
Oma mengatur segalanya agar Anita menghilang dari kehidupan cucunya.
Marchel mengepalkan tangan, mencoba meredam amarahnya. Ia tidak pernah menyangka bahwa seseorang yang begitu ia sayangi mampu melakukan hal sekeji itu.
“Aku harus bertemu dengan Oma,” gumamnya, suaranya dipenuhi ketegasan yang dingin.
Sore itu, Marchel tiba di rumah besar Oma dengan langkah mantap. Rumah itu berdiri megah dengan taman yang terawat rapi, mencerminkan kesempurnaan yang selama ini Oma coba tunjukkan kepada dunia.
Tapi kini, di mata Marchel, rumah itu tak lebih dari sangkar emas yang penuh kepalsuan.
Oma menyambut Marchel dengan senyuman hangat, seolah tidak ada yang salah.
“Cucu kesayanganku, akhirnya kau datang,” katanya sambil merentangkan tangan.
Marchel mengabaikan pelukan itu. Matanya menatap tajam ke arah wanita tua di depannya.
“Kita perlu bicara, Oma. Sekarang juga,” ujarnya dingin.
Oma mengerutkan kening, tapi ia tetap mempertahankan senyumnya.
“Baiklah, sayang. Mari kita duduk di ruang tamu.”
Setelah mereka duduk, Marchel tidak membuang waktu.
“Aku tahu apa yang Oma lakukan terhadap Anita. Aku tahu Oma yang membawa dan menyekapnya di rumah sakit jiwa. Jelaskan, Oma. Kenapa?”
Wajah Oma berubah pucat seketika. Namun, ia segera menyembunyikan kegugupannya dengan tawa kecil.
“Marchel, apa yang kau bicarakan? Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Anita itu bukan wanita yang tepat. Dia hanya akan menghancurkanmu.”
“Menghancurkanku?” suara Marchel meninggi.
“Yang menghancurkanku adalah Oma. Oma menyakitinya, memisahkannya dariku, membuatnya menderita selama dua bulan. Apa Oma tahu apa yang telah Oma lakukan?”
“Aku melakukannya demi kebaikanmu!” bentak Oma, emosinya mulai meledak.
“Wanita seperti Anita hanya akan menjadi beban. Kau adalah pewaris keluarga ini, kau butuh seseorang yang setara, bukan wanita sederhana seperti dia!”
“Cukup!!!!”
Marchel berdiri dengan penuh kemarahan.
“Oma telah melangkah terlalu jauh, Oma. Aku tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja.”
Oma terdiam, matanya membulat. Untuk pertama kalinya, ia melihat sisi Marchel yang tidak pernah ia sangka ada.
Marchel keluar dari rumah itu dengan tekad bulat. Ia tahu ia tidak bisa membiarkan tindakan Oma tak berkonsekuensi. Tapi ia juga tahu bahwa ia harus bertindak cerdas.
Hukum harus ditegakkan, dan Oma harus belajar bahwa tidak ada yang kebal terhadap konsekuensi perbuatannya.
Langkah pertama adalah membawa kasus ini ke pengadilan. Dengan bukti yang ia miliki, termasuk rekaman percakapan perawat di rumah sakit jiwa yang mengungkap keterlibatan Oma.
Marchel yakin ia bisa mendapatkan keadilan untuk Anita. Ia juga tahu bahwa ini akan menghancurkan reputasi keluarga mereka, tetapi ia tidak peduli.
Kehormatan tanpa kemanusiaan tidak ada artinya baginya. Namun hal itu tidak jadi dia lakukan, setelah Zanuar dan Shanti orang tuanya tahu apa yang akan dia lakukan.
Zanuar dan Shanti membujuk Marchel untuk mencari solusi yang lain yang tidak menjatuhkan harga diri keluarga dan juga tidak membuat Oma menderita tetapi Oma bisa belajar dari kesalahannya/
Karena, Marchel juga memiliki rencana lain, sesuatu yang lebih pribadi. Ia ingin Oma merasakan apa yang telah dirasakan Anita, kesepian, kehilangan, dan rasa bersalah yang membara.
Untuk itu, ia memutuskan untuk mengambil kendali penuh atas kekayaan keluarga. Sebagai pewaris sah, Marchel memiliki hak untuk melakukannya.
Dengan bantuan pengacaranya, ia membekukan semua aset Oma, memotong aksesnya ke gaya hidup mewah yang selama ini ia nikmati.
Dalam waktu seminggu, kehidupan Oma berubah drastis. Rumah besar itu menjadi sunyi tanpa pelayan, tanpa kemewahan yang biasa mengelilinginya.
Oma mencoba menghubungi Marchel, tetapi semua usahanya diabaikan. Setiap panggilan telepon, setiap pesan, semuanya tak berbalas.
Sementara itu, Marchel fokus pada pemulihan Anita. Ia memilih bersama Anita di rumah pribadinya, memastikan bahwa istrinya mendapatkan perawatan terbaik.
Hari demi hari, ia melihat Anita perlahan kembali menjadi dirinya yang dulu. Senyumnya mulai muncul kembali, meskipun matanya masih menyimpan bayangan trauma yang mendalam.
Suatu hari, saat Marchel sedang duduk di samping ranjang Anita, wanita itu memegang tangannya dengan erat.
“Kenapa kau tidak menyerah mencariku?” tanya Anita, suaranya bergetar.
Marchel menatapnya dengan lembut. “Karena aku mencintaimu. Dan aku tidak akan membiarkan siapa pun, bahkan keluargaku sendiri, memisahkan kita.”
Air mata mengalir di pipi Anita.
“Terima kasih,” bisiknya.
Beberapa bulan kemudian, Oma akhirnya menyerah dan meminta pertemuan dengan Marchel. Kali ini, ia tidak lagi menunjukkan kesombongan atau arogansi. Ia hanya seorang wanita tua yang terlihat lelah dan kalah.
“Marchel, aku ingin meminta maaf,” kata Oma dengan suara parau.
“Aku menyadari kesalahanku. Aku hanya ingin kau bahagia, tapi aku melakukannya dengan cara yang salah.”
Marchel memandang Oma dengan tatapan dingin.
“Kebahagiaan yang Oma maksud adalah kebahagiaan versi Oma. Oma tidak pernah peduli dengan apa yang sebenarnya membuatku bahagia.”
“Aku tahu,” Oma menundukkan kepala.
“Aku tahu aku telah melukai banyak orang, termasuk dirimu dan Anita. Aku hanya berharap aku masih bisa mendapatkan pengampunanmu.”
Marchel terdiam sejenak, mempertimbangkan kata-kata Oma.
“Pengampunan bukan sesuatu yang mudah diberikan, Oma. Tapi aku akan mencoba. Namun, Oma harus menerima konsekuensi dari perbuatan Oma.”
Marchel diam sebentar, ingin melihat reaksi Oma.
“Aku tidak akan mengembalikan kehidupan mewah Oma, tapi aku akan memastikan Oma tidak terlantar. Dan Oma harus belajar hidup sederhana, seperti orang-orang yang selama ini Oma remehkan.”
Oma mengangguk pelan, air mata mengalir di wajahnya.
“Terima kasih, Marchel. Aku tidak layak mendapatkan kebaikanmu, tapi aku berjanji akan berubah.”
“Aku akan mengirim Oma ke panti jompo dan Oma akan bertugas membantu orang yang ada di sana untuk bisa semangat dan bisa melakukan banyak kegiatan bersama Oma.”
Oma menangis tetapi menerima semua keputusan Marchel, dia sendiri sudah merasakan kalau percuma melawan cucunya yang memang punya power besar, apalagi sekarang Oma sudha tidak pegang uang sama sekali.
Oma segera dikirim ke panti jompo sebagai tenaga sukarelawan, ia menjalani sisa hidupnya dengan sederhana.
Kehilangan kekayaan dan status sosial membuatnya menyadari betapa rapuhnya hidup yang ia bangun di atas dasar kesombongan dan keegoisan.
Oma mulai aktif dalam kegiatan sosial, membantu orang-orang yang membutuhkan, sebagai bentuk penebusan atas kesalahannya di masa lalu.
Marchel tidak pernah melupakan apa yang telah terjadi. Namun, ia memilih untuk fokus pada masa depan, pada cinta yang ia miliki untuk Anita.
Apa yang p[ernah terjadi menjadi pelajaran berharga tentang arti keluarga yang sesungguhnya. Karena pada akhirnya, cinta dan kemanusiaan adalah hal yang paling berharga dalam hidup.
Waktu berlalu, dan perlahan semuanya mulai membaik. Anita akhirnya pulih sepenuhnya, meskipun luka emosional yang ia alami akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh.
Marchel dan Anita memutuskan untuk memulai lembaran baru, jauh dari bayang-bayang keluarga yang penuh intrik. Anita juga sudah memaafkan Oma dan mereka sering mengunjungi Oma di panti jompo untuk ikut melakukan kerja sosial.
Oma bahagia melihat keluarganya sudah memaafkannya. Saat Zanuar dan Marchel mengajaknya pulang, Oma menolak, karena sudah nyaman hidup bersama dengan para orang tua yang ada di panti jompo itu.
“Anita, maafkan Oma, Oma sadar kamu gadis yang baik, dan kalian saling mencintai. Oma titip cucu Oma, berbahagialah kalian dan beri Oma cicit yang banyak dan lucu-lucu.”
“Iya Oma, terima kasih, Nita sudah memaafkan Oma, Kok. Semoga Oma bahagia,” balas Anita sambil memeluk Oma.
Keluarga Marchel melihat mereka berdua merasa senang semua sudah menjadi baik-baik saja. Oma sudah menyadari kesalahannya dan sekarang mendukung Marchel bisa hidup bahagia.
Anita mendekati Marchel dan Marchel langsung memeluknya, mencium keningnya.
“Terima kasih, Sayang,” kata Marchel pada Anita
Wanita yang selama ini sudah tegar dan kuat dalam kehidupannya dan siap berbahagia bersama dirinya untuk memulai hidup baru yang lebih baik untuk menjemput kebahagiaan.
Melangkah menuju hidup penuh kebahagiaan bersama Malaikat Hati Sang CEO.
TAMAT
Kreator : Sabrina Rahmawati
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Malaikat Hati Sang CEO (Bab 30)
Sorry, comment are closed for this post.