Bab 6 Diajak Nikah
Hari pertama kerja, Anita menemui HRD di kantornya, tetapi ternyata sudah ada beberapa orang yang diterima juga. Di depan ruangan HRD mereka duduk-duduk, ada juga yang berdiri.
Sepertinya mereka sedang menunggu penempatan di bagian apa. Seorang petugas dari bagian HRD keluar dan memanggil nama-nama yang sudah tertera di kertas yang dia pegang.
Semua orang yang berkumpul sudah mendapatkan bagiannya dan mereka sudah pergi ke bagian mereka masing-masing. tinggal Anita dan seorang laki-laki yang belum dipanggil namanya.
“ Kenapa kalian masih ada di sini? Sana cari bagian kalian!”
“ Saya belum dipanggil. Kak.”
“ Siapa namanya?”
“ Bagas Adebara.”
“ Kamu?”
“Anita Falencia.”
Pegawai itu melihat lagi kertas yang dipegangnya dan tidak menemukan, nama Bagas dan Anita.
“ Tunggu sebentar.”
Pegawai itu masuk ke ruang kepala HRD dan tak berapa lama dia keluar lagi.
“ Bagas, kami membantu di HRD sedangkan kamu Anita, kamu pergi ke ruang direktur sekarang.”
“ Lo Kak, mengapa aku ke ruang direktur, aku melamar sebagai desainer.”
“ Kamu mau ke sana atau mau pulang terserah, aku hanya menjalankan perintah saja,”jawab pegawai itu dengan ketus.
Anita bingung, mengapa dia harus ke ruang direktur dan tidak langsung ke bagian desain seperti yang dia inginkan? Bukankah dia diterima di bagian itu?
Dimana letak ruang direktur? Anita bingung sendiri, beruntung dia bertemu dengan seorang karyawan yang mau menjawab pertanyaannya.
“ Naik ke lantai sepuluh, sebelah kanan lift lurus saja nanti kamu akan ketemu dengan sekretaris direktur.”
Dengan keterangan itu Anita mengikuti dengan patuh dan sekarang dia sudah ada di lantai sepuluh dan sdang berjalan kea rah kiri.
“ Mbak Anita?”
“ Eh Pak Andi ada di sini juga?”
“ Iya, ini kantor saya, mari saya antarkan menemui direktur.”
“ Kantor direktur?”
“ Iya, bukankah Mbak Anita mau ke ruang direktur?”
“ Eh iya, eh tidak.” jawab gugup Anita.
“ Iya atau tidak?”
“ Sebenarnya saya bingung saya mendaftar ke bagian desain mengapa saya disuruh bertemu direktur?”
Andi tersenyum melihat Anita yang kebingungan.
“ Mari saya antarkan.”
Andi berjalan mendahului Anita dan melewati meja sekertaris. Anita mengangguk pada wanita di meja sekretaris. Sang sekretaris memandang Anita dengan pandangan aneh.
Tapi Anita berusaha tidak menghiraukan dia tetap berjalan dibelakang Andi.
Masuk ruang direktur, Anita melihat seorang laki-laki yang sedang berdiri melihat keluar melalui jendela kaca yang ada di ruangan itu.
Anita menjadi ragu-ragu, dia merasa kenal dengan sosok pria itu, tetapi dia tidak berani menduga-duga takut salah. Tapi saat pria itu menoleh dia menjadi terkejut.
“ Mbak Anita sudah datang,” kata Anda memberitahu pria itu.
“ Kamu!”
“ Halo, ketemu lagi,” sapa Marchel sambil tersenyum.
“ Kok bisa?!”
“ Ya bisa dong. Ayo duduk.”
“ Apakah aku tidak jadi diterima bekerja di sini?”
“ Kamu sudah diterima.”
“ Tapi aku tidak dipanggil di bagian desain.”
“ Kamu tidak bertugas di sana, tapi tugasmu di sini, menemani aku.”
“ Maksudmu?”
“ Menjadi asisten pribadiku?”
“ Tapi sudah ada pak Anda dan juga sekertaris di depan?”
“ Mereka sudah terlalu banyak pekerjaan.”
“ Tapi aku tidak bisa jadi asisten.”
“ Kamu bisa belajar.”
“ Tapi ….”
“ Kenapa, kamu keberatan menjadi asistenku atau keberatan selalu dekat denganku?”
“ Bukan, latar belakangku bagian desain kalau tiba-tiba menjadi asisten, apakah tidak apa-apa dan apakah aku bisa.”
“ Masalah tidak apa-apa ya jelas tidak apa-apa karena aku yang menginginkannya, masalah kamu bisa atau tidak itu tergantung dirimu sendiri, kamu mau belajar atau tidak.”
“ Mungkin aku juga akan tidak nyaman kalau kita sering bertemu.”
“ Kenapa?”
“ Ya tidak enak saja,”
Marchel bangkit dari kursi kebesarannya, Andi sudah lama keluar ruangan setelah mengantar Anita. Marshel duduk di sebelah Anita yang langsung menggeser duduknya.
“ Kenapa kamu merasa tidak enak bisa dekat denganku?”
“ Ya tidak enak saja.”
“ Bukankah kita sudah sepakat untuk saling mengenal?”
“ Iya. tetapi tidak seharian bersama terus.”
“ Memang kenapa kalau seharian bersama terus?”
“ Tidak enak dengan pegawai yang lain.”
“ Minggu depan aku ada acara ke luar kota dan aku ingin kamu yang menemaniku.”
“ Menginap?”
“ Ya.”
“Aku menolak.”
“???”
“ Maaf, tidak baik dua orang bujang pergi berduaan dan menginap.”
“ Kan kamarnya tidak jadi satu?”
“ Meskipun begitu, orang akan berpendapat lain, kalau kita pergi bersama-sama.”
“ Sebenarnya maumu itu apa?”
“ Aku mau ditempatkan di bagan desain.”
“ Aku menolaknya.”
“ Ayolah, aku sudah memimpikannya sejak lama.”
“ Temani aku keluar kota dulu, setelah pulang baru kita bahas lagi.”
“ Aku tetap tidak mau.”
“ Ini perintah atasan yang akan menggajimu.”
“ Iya tetapi aku tetap tidak mau.”
“ Gaji dua kali lipat.”
“ Ini bukan masalah uang tapi masalah moral.”
“ Kalau begitu, kita menikah.”
“ Hah??!”
“ Kenapa lagi, masih mau menolak?”
“ Jangan kamu jadikan pernikahan seperti barang main-main.”
“ Siapa bilang aku main-main, aku serius, sekarang juga aku siap.”
“ Tidak bisa, aku harus bilang orang tuaku dulu.”
Marshel tersenyum, Anita tidak mengerti kalau pernyataannya bisa diartikan dia sudah menerima lamaran Marshel.
“ Aku beri waktu dua hari untuk menjawab lamaranku, untuk sementara kamu bisa membantu Sinta di depan, tanyakan apa saja agendaku minggu depan.”
Mendengar Marshel sudah memberinya perintah, Anita segera keluar dan menemui Sinta.
“ Halo, kenalkan namanu Anita, aku bertugas sebagai asisten Pak Marshel.”
“ Asisten Pak Marshel? Bukankah sudah ada Pak Andi?”
“ Iya aku membantu Pak Andi.”
Bersambung
Kreator : Sabrina Rahmawati
Comment Closed: Malaikat Hati Sang CEO (Bab 6)
Sorry, comment are closed for this post.