Bab 7 Asisten Sang CEO
“ Membantu Pak Andi?” Tanya Sinta yang merasa heran mengapa Bossnya masih butuh orang untuk membantu pekerjaannya. bukankah sudah ada Andi dan dirinya, apakah masih kurang?
“ Iya.”
“ ???”
“ Kenapa?”
“ Tidak apa-apa.”
“ Boleh minta agenda Pak Marchel dalam minggu ini?”
“ Buat apa?”
“ Aku tidak tahu, aku hanya disuruh Pak Marchel saja. ”
Sinta menyerahkan tabletnya dan Anita mengambil gambar dari agenda Marchel.
“ Kenapa Minggu depan tidak ada agenda sama sekali?”batin Anita yang merasa heran dengan informasi yang ada di tangannya.
“ Memang belum ada agenda, memangnya harus aku isi apa?”
Anita berpikir, kalau tadi dia jelas-jelas mendengar kalau marchel mengajaknya dinas keluar kota, tetapi mengapa di agendanya tidak ada apa-apa.
“ Nggak sih aku kira akan agenda luar kota untuk beberapa hari.”
“ Kata siapa?”
“ Kata Pak Marchel.”
“ Kenapa aku belum dikasih tahu?”
Anita hanya mengangkat bahunya saja tanda kalau dia tidak tahu, mengapa Sinta tidak diberi tahu, dia yang orang baru sudah tahu.
Anita merasa kalau Sinta tidak suka dengan dirinya, perkataannya selalu terlontar dengan nada ketus dan wajahnya juga tidak bersahabat.
Anita cuek saja duduk di depan meja Sinta yang memang ada satu kursi di sana.
“ Biasanya pak Marchel mengajak Pak Andi kalau keluar kota.”
“ Oh ya, tidak dengan kamu?”
“ Tidak, aku punya banyak tugas di sini.”
“ Maaf Mbak Anita bisa ikut dengan saya?” kata Andi yang sudah ada di dekat mereka.
Andi membawa Anita ke ruangannya, di sana dia disuruh memilih meja dan kursi yang akan dia gunakan dalam bekerja.
“ Jadi meja dan kursi buat aku belum ada dan kalian mau membelinya khusu untuk aku bekerja?”Tanya Anita pada Andi.
“ Benar, kami memang belum pernah mengadakan meja kursi untuk asisten pak Marchel yang akan bekerja bersama beliau di ruangan beliau.”
“ Apa satu ruang dengan dia? Tidak bisa begitu, meskipun aku asistennya tetap saja ruangan kami akan berbeda.”
“ Itu permintaan khusu Pak Marchel.”
“ Tapi itu tidak biasa, Pak Andi sendiri sebagai asisten beliau, ruangannya ada di sini. Sinta juga punya ruanganya sendiri. Kenapa aku harus satu ruangan dengan direktur?”
“ Tidak tahu, tapi itu pesan beliau.”
“ Tidak bisa aku akan bilang padanya, tidak boleh begitu, dia boleh saja mengatur anak buahnya, tetapi kalau itu keterlaluan, anak buah juga boleh menegurnya.”
Anita sudah bangkit dan akan ke ruangan Marchel tetapi dihentikan oleh Andi.
“ Jangan Mbak Anita, nanti saya yang kena marah, tolong Mbak Anita pilih saja salah satu yang menurut Mbak say nyaman digunakan.”
“ Anita mengalah dan kembali melihat contoh perabotan yang adai di brosur itu.”
“ Menurut pak Andi mana yang bagus dan kokoh?”
“ Saya terserah Mbak Anita saja, saya tidak tahu selera Mbak Anita seperti apa.”
“ Kalau mau ditaruh di ruangan Marchel, maka yang paling tepat adalah ini, sesuai dengan perabotan yang lain di ruang itu. Tetapi aku belum setuju bekerja di ruangan dia.”
“ Silakan Mbak Anita nanati diskusikan sendiri dengan Pak Marchel.”
“ Kenapa bukan Pak Andi saja yang bilang.”
“ Beda Mbak kalau saya yang bilang, pak Marchel bisa marah-marah, kalau dengan Mbak Anita pasti beliau akan senyum-senyum saja seperti biasanya.”
“ Kalau biasanya senyum, pasti yang sekarang juga senyum.”
“ Tidak Mbak, sebelum kenal Mbak Anita, Pak Marchel terkenal pendiam dan tidak banyak omong. Tapi semanjak kenal Mbak Anita, pekerjaannya senyum-senyum sendiri.”
“ Kamu itu, awas ya kalau Pak Andi membicarakan yang tidak-tidak tentang pak Marchel, kalau dia dengar aku tidak tahu Pak Andi akan dimarahi seperti apa.”
“ Tapi benar kok Mbak Anita, sekarang ini para karyawan senang, karena Boss mereka murah senyum, tidak seperti biasanya.”
Anita tidak segera pergi tetapi dia belajar menjadi asisten dari Andi, Andi menceritakan apa saja suka dan dukanya menjadi seorang asisten yang selalu siap sedia ketika dibutuhkan.
Andi juga memberinya pelajaran tentang pengalamannya menjadi seorang asisten, apa saja yang harus dilakukan dan apa saja yang jangan sampai dilakukan, semuanya diceritakan Andi kepada Anita.
Anita mencatat semua yang dia anggap penting, tak terasa waktu satu jam sudah mereka lewatkan, sampai Sinta memnaggil Andi yang disuruhnya ke ruang Marchel bersama Anita.
Anita mengekor dibelakang Andi yang bergegas ke ruang Bossnya, sampai di depan ruang Marchel Sinta juga ikut masuk, dia sngat ingin tahu mengapa Andi dipanggil bersama Anita.
Sebelumnya Sinta merasa heran sebab ada beberapa laki-laki yang membawa barang-barang masuk ke ruangan Marchel, tanpa dia diberi tahu lebih dulu.
“ Kamu mau kemana Sin?” tanya Andi.
“ Mau ikut masuk Pak?”
“ Buat apa?”
“ Kan saya juga harus tahu, mengapa ada meja dan kursi baru di ruang Pak Marchel?”
“ Tidak perlu, kamu di sini saja.”
“???!”
Bersambung
Kreator : Sabrina Rahmawati
Comment Closed: Malaikat Hati Sang CEO (Bab 7)
Sorry, comment are closed for this post.