KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Malam Terakhir Mendengar Suaramu

    Malam Terakhir Mendengar Suaramu

    BY 12 Okt 2024 Dilihat: 246 kali
    Malam Terakhir Mendengar Suaramu_alineaku

    Pada suatu tengah malam tidurku yang terlelap, aku terjaga mendengar tangisan Ibu memanggil Kakek yang sudah meninggal. Aku yang terbangun masih terdiam di kamar dan tidak melihat Ibu. Saat itu juga, Ayah membawa Ibu ke rumah sakit Sanglah, Denpasar Bali. 

    Ibu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, sedangkan aku ditinggal di rumah bersama adikku dan dijaga oleh Om. Namun, karena waktu itu aku masih anak-anak yang belum begitu paham sekali, aku masih melaksanakan aktivitasku, sekolah dan bermain seperti biasanya, seperti tidak ada kejadian sama sekali.

    Di suatu sore hari, tanggal 22 Oktober 1986, datang teman Ayah ke rumah dan mengajakku bicara secara perlahan. Aku yang melihat teman Ayah ketika baru datang, sudah merasa ada firasat yang tidak enak di hati. Setelah itu teman ayah berkata, “Ibu wis sedo,”

    Ucapannya membuatku bungkam seribu bahasa. Seketika itu, tetangga pada datang ke rumah. Aku sempat duduk di tepi jalan gang yang ditutup oleh kayu yang dipakai tukang untuk menyerut kayu. Ada temanku datang dan bertanya ada apa?

    “Ibuku meninggal, “ jawabku singkat.

    Pada malam hari datang teman Ayah yang lain, mengabarkan bahwa rencananya jenazah Ibu akan dimakamkan di Jawa. Seketika itu, aku dan adikku dibantu teman Ayah mengumpulkan pakaian yang akan dibawa ke Jawa, padahal di rumah saat itu sangat ramai dengan para tetangga, bahkan aku melihat ember besar yang akan dipersiapkan untuk memandikan jenazah Ibu. Karena saking paniknya dalam kondisi yang ramai pula, aku hanya membawa beberapa potong pakaian saja.

    Akhirnya, kami dibawa menuju rumah sakit dan bertemu Ayah. Ayah menangis, aku pun turut sedih kehilangan Ibu. Di rumah sakit, banyak teman Ayah yang menunggu keberangkatan kami ke Jawa. Ternyata prosesnya sangat lama. Setelah selesai dimandikan dan dimasukkan ke peti jenazah, akhirnya kami berangkat ke Jawa. Jenazah Ibu dibawa menggunakan mobil ambulans, dan kami beserta teman-teman Ayah dalam satu mobil dari kantor berangkat ke Jawa.

    Dalam perjalanan ke Jawa, adikku yang waktu itu kira-kira kelas II SD dan aku kelas VI SD, selalu bercerita tentang Ibu dan berkata besok Ibu akan bangun, seolah-olah Ibu masih hidup menemani kita. Aku kasihan pada adikku, karena hanya sebentar merasakan kasih sayang Ibu.

    Perjalanan menuju Jawa, tepatnya menuju Sragen membutuhkan waktu yang sangat lama, kurang lebih 12 jam. Setelah rombongan melalui jalan raya Gempol Porong, mobil yang kami tumpangi terpaksa berhenti karena tali kipasnya putus. Karena mobil berhenti di tempat yang jauh dari keramaian, akhirnya mobil ambulans yang membawa jenazah Ibu pergi mencari tali kipas untuk dipasangkan pada mobil yang kami tumpangi. Sungguh malang, nasib jenazah Ibu yang dibawa ambulans keliling mencari tali kipas. Pada zaman itu belum popular penggunaan ponsel, tapi mobil ambulans dan mobil yang kami tumpangi jalannya selalu beriringan.

    Dan kira pukul 14.00 – 15.00 akhirnya kami sampai di Dukuh Jetak Tani, Desa Jetak, tepatnya di rumah Ayah yang di Jawa. Sampai di sana, kami disambut oleh para keluarga besar Ayah dan Ibu. Aku disambut Bu Lik Karsi dan dibawa menuju dapur. Aku yang semula tidak menangis, akhirnya tumpah juga. Aku baru merasakan betapa saat itu aku merasakan kesedihan yang mendalam. Setelah itu, datang Bu De Darman yang turut menangis saat itu, membuatku tidak kuasa menahan tangis dan air mata yang mengucur dengan deras.

    Setelah itu, peti jenazah Ibu diberi hiasan. Sebelum peti dipaku, aku berkesempatan melihat jenazah Ibu, tapi hanya sekejap saja. Karena baru pertama kalinya dalam sejarah hidupku melihat orang yang sudah meninggal, sehingga aku takut. Tak lama kemudian, jenazah Ibu disholatkan, tapi aku tidak ikut sholat. Aku hanya diam di kamar, karena pada masa itu, kami sekeluarga belum menjalankan sholat. Dan, ini menjadi penyesalan sepanjang hidupku, karena tidak ikut menyolatkan jenazah Ibu.

    Kemudian prosesi upacara dan sambutan dari pihak keluarga dan pemerintah desa, peti jenazah Ibu dibawa secara beramai-ramai menuju makam. Jalan utama desa menuju kuburan, masih merupakan jalan tanah, beda dengan kondisi saat ini yang sudah diaspal.

    Di makam, aku mengikuti dan menyaksikan pemakaman Ibu. Aku merasa sedih sebab ingat Ibu. Aku belum bisa membahagiakan Ibu.

    Kemudian, sehabis pemakaman, kami beserta teman-teman Ayah mengadakan doa bersama di tepi makam Ibu.

    Pada malam harinya, di rumah Ayah diadakan tahlilan. Setelah selesai acara tersebut, adikku, Rita, tidur di lantai beralaskan tikar. Tak lama setelah tertidur, adikku menangis memanggil-manggil Ibu. Dan, yang tidak bisa kumengerti, posisi tidur adikku tepat di lantai di bawah tempat peti jenazah Ibu sewaktu masih disemayamkan.

    Ibu….

    Engkaulah yang melahirkanku dan adikku

    Yang membesarkanku dengan penuh kasih sayangmu

    Namamu terukir indah dihati sanubariku

    Ibu…

    Kini engkau pergi meninggalkanku dan adikku

    Pergi jauh untuk menemui Tuhan-Mu

    Ibu..

    Malam itu malam yang tidak pernah kuduga

    Saat engkau memanggil kakekku

    Ternyata itu malam terakhir ku mendengar suaramu

    Ibu …

    Aku selalu merindukanmu

    Kudoakan agar engkau dapat diterima disisi-Nya

    Dalam keabadian di alam surga-Nya

     

     

    Kreator : Fibri Aryanto

    Bagikan ke

    Comment Closed: Malam Terakhir Mendengar Suaramu

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021