“Upacara Selesai Pasukan Dibubarkan!”
Terdengar suara Protokol Upacara membacakan panduan pada Upacara memperingati Hari Guru sing ini. Dilanjutkan dengan suara pemimpin upacara terdengar lantang memenuhi ruang lapang depan Sekolah Menengah Atas yang dijadikan tempat upacara para guru se-kecamatan Riyo Riyo itu.
“Bubar Barisan Jalan!”
Serentak peserta upacara yang berjumlah ratusan itu bergerak dari tempat berdirinya. Masing-masing berpencar ke sana ke mari. Ada yang mencari teman sekelompoknya, ada yang mencari tempat berteduh di bawah pohon, ada yang langsung lari ke serambi kelas untuk berteduh, ada yang berjalan cepat bergegas menuju pintu gerbang. Mereka yang ke pintu gerbang tidak sebanyak yang masih bertahan di lapangan.
Perlahan pagar pintu gerbang dibuka sedikit demi sedikit. Tampak antrian orang berseragam putih hitam (seragam PGRI) ini semakin memanjang. Seolah berdesakan ingin segera keluar meninggalkan lokasi secepat mungkin. Terlihat beberapa rombongan guru yang sudah berhasil melewati pintu pagar melangkah dengn cepat menuju tempat parkir sepeda motornya.
“Hay, Bu Guru kok sudah keluar? Mau kemana? Nggak boleh keluar? Masih ada acara lanjutan loh. Nyanyi-nyanyi dan makan-makan. Hari ini Me Time bagi para guru.” Sapa seorang Bapak yang memakai seragam yang sama juga.
Bapak ini sambil berjalan beriringan melangkah bersama sekelompok bu guru yang berjalan cepat ini. Seolah-olah bertanya tidak mengerti padahal bapak ini juga berniat segera pergi dari lokasi upacara. Bapak ini adalah Pak Sadi, seorang guru olahraga di Sekolah Dasar di wilayah Riyo Riyo.
Karena mengetahui yang bertanya ini adalah teman sendiri dan memiliki tujuan yang sama maka sekelompok Ibu Guru ini menjawabnya saling bersahutan dengan nada bercanda pula.
“Aku bukan guru kok, Pak. Aku ini petugas pelayanan.” Sahut Bu Merri sambil menoleh ke arah Pak Sadi yang tetap melangkah di sampingnya.
Dilihatnya dia hanya tersenyum sambil terus melangkahkan kakinya mengiringi ibu-ibu tersebut.
“Aku bukan guru, Pak. Aku tenaga kependidikan.” Sahut bu Ira sambil terus melangkah. Tanpa penasaran akan respon Pak Sadi.
Tak kalah dengan teman yang lain, Bu Eny juga menambah jawaban atas komentar Pak Sadi.
“Ini Gurudukan kok, Pak. Selesai upacara, ya sudah, melanjutkan perjalanan untuk mengerjakan pekerjaan lain yang sudah mengantri.” Jawabnya dengan serius sambil tetap melangkah berjalan beriringan dengan mereka.
Mereka terus melangkah tanpa melanjutkan obrolan singkat mereka. Akhirnya celoteh mereka terputus dengan berpisahnya mereka sesampai di parkiran dan berpencar mengambil motor mereka masing-masing.
Begitu pula Bu Eny yang sudah menemukan motornya. Dengan segera diambilnya motor scoopy coklat yang diparkir di pinggir jalan itu. Tak lama kemudian, naiklah Bu Eny dan menarik gasnya. Perlahan, Bu Eny bergerak meluncur menuju sebuah bank yang berada di sekitar wilayah tersebut.
Sepanjang perjalanan, dia berpikir dan merenung dalam hati.
“Alhamdulillah, lega aku tadi bisa segera keluar, sehingga jam segini sudah bisa melanjutkan perjalanan untuk segera mengerjakan pekerjaan yang lain. Rasanya pekerjaan banyak sekali yang harus kukerjakan. Jika dituruti seakan waktu sehari 24 jam itu masih kurang. Tapi tak boleh lah aku berkeluh kesah, aku harus banyak bersyukur atas nikmat dan karunia Allah yang tak terhingga. Allah telah memberiku kesehatan dan kekuatan sehingga ku bisa menyelesaikan pekerjaanku satu persatu. Pikiranku yang fokus ingin segera menyelesaikan pekerjaan membuatku meninggalkan teman-temanku, gak bisa bergabung dengan mereka yang berencana akan mampir di sebuah restoran nanti. Tapi tak apalah urusan orang masing-masing tak sama dan tak bisa diharuskan untuk sama. Aku segera pulang karena menganggap pekerjaan rumahku lebih penting, yang utama upacara. Jika upacara sudah selesai acara selanjutnya itu tambahan. Jika tidak ikut tidak mengapalah. Itu tadi ternyata ada juga beberapa orang yang segera pulang meninggalkan lokasi.” Ucapnya dalam hati sekaligus membela diri akan tindakannya pulang duluan meninggalkan teman-temannya.
###########################
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: MANA YANG LEBIH PENTING
Sorry, comment are closed for this post.