Kita yang tak pernah tahu seberapa bijak cara hujan untuk bisa turun, cukup lancang menilainya sebagai musibah yang dikutuk turun temurun, apalagi jika kedatangannya juga menyeret semua apa yang bisa dibawanya pergi.
Sejak pagi hujan deras menyapa kotaku, berkah nan luar biasa karena ini hujan pertama setelah berhari-hari matahari garang membakar kulit kami yang hanya berteduh dibawa tenda.
Kulit sebagian kami sudah legam, hangus terbakar teriknya matahari. Wajah kusam karena selama di pengungsian nyaris tidak pernah tersentuh skin care. Siapa pulak yang ingat membawa skincare saat mengungsi? bisa berada ditempat yang aman saja sudah merupakan suatu kebahagiaan, bisa mandi dan keramas sajapun sudah merupakan satu kemewahan.
Karena hampir semua anggota keluarga bahkan tetangga tenda juga berkulit legam hingga tidak pernah terlontar kata untuk menegur satu sama lain. Sama-sama menikmati kondisi prihatin berada di tenda pengungsian.
Hujan reda, sesaat sebelum senja meniup nafas terakhirnya. Suara bising seperti ditawan angin, begitu hening.
Hanya dalam waktu singkat kotaku telah jadi kota mati. Hanya suara sirine yang mengangkut mayat wira wiri pertanda bahwa ada kehidupan…. jalanan sepi, hanya sesekali ada kendaraan yang melintas, bahkan di jalan protokol sekalipun. Rumah-rumah kosong ditinggal penghuninya, gedung-gedung kantor yang membisu tanpa aktivitas, bahkan pasar yang sehari-harinya riuh, lengang, senyap bak kuburan . semuanya lumpuh bahkan di siang hari yang Terik.
Banyak yang memilih mengungsi ke tempat yang tinggi, karena takut Tsunami, tapi juga was-was karena Liquifaksi yang terjadi di beberapa tempat juga meninggalkan kengerian yang pasti tidak akan terlupa selamanya.
Tidak sedikit yang akhirnya memutuskan memboyong semua keluarganya keluar dari Palu menuju daerah lain, baik ke kabupaten terdekat maupun ke propinsi lain. Ikhtiar mencari selamat tentu menjadi prioritas dalam kondisi seperti saat ini. Ditambah suasana yang mencekam, goyangan gempa masih intens terjadi. Sepertinya dalam beberapa bulan kedepan situasi belum akan segera berlangsung normal jika kondisi seperti sekarang ini. Masyarakat masih berpikir untuk meninggalkan kota, sehingga pasar dan warung-warung enggan beroperasi, praktis perputaran ekonomi lumpuh. Apalagi jika banyak pedagang justru yang paling banyak meninggalkan kota. Maka sah-sah saja mereka yang mengalami trauma berat memilih untuk pergi berlindung ke daerah lain, karena tidak ada jaminan keamanan dan keselamatan bagi yang mau tinggal atau memilih untuk menetap.
Berulang-ulang sahabatku menelpon apakah kami tidak berencana untuk keluar dari kota palu? Mengamankan diri untuk sementara? Aku hanya tersenyum kecut. Bagaimana mungkin aku akan meninggalkan palu setelah berpayah-payah bisa kembali? Kalaupun ada kesempatan dan peluang untuk pergi, mustahil aku terima tanpa membawa keluarga besar, mamaku, keluarga kakak dan adikku. Tidak kurang 23 orang harus pergi bersamaku, jika keputusan meninggalkan palu aku ambil. Tapi itu tak akan terjadi, aku, suami, kaka dan adikku, semua sudah bersepakat tidak akan kemana-kemana. Akan tetap disini sampai kota ini pulih seperti sedia kala. Entah kapan itu terjadi. Sebulan, dua bulan, biarlah Allah yang menyelesaikan semua kisah ini. Dan kami akan memeluk Takdir yang ditetapkan bersama disini.
Saat ini di pengungsian macam-macam berita beredar, yang mau gempa lebih besarlah, yang bakal ada tsunami susulanlah, tsunami lumpur lah. Hingga banyak masyarakat bingung yang mana berita benar dan mana yang hoax. Berita-berita yang tidak jelas seperti itu juga yang memicu banyak orang berubah pikiran dan memilih pergi. Mereka kemudian menelpon kesana kesini bagaimana agar bisa keluar dari palu dengan aman.
Akibatnya, keadaan ini dimanfaatkan oleh para PENJAHAT KEMANUSIAAN untuk menjarah rumah-rumah yang ditinggalkan penghuninya. Kenapa saya mengatakan mereka tergolong Penjahat kemanusiaan karena orang-orang ini telah kehilangan hati nurani. Disaat orang tengah dilanda kepiluan karena kehilangan kerabat, kehilangan harta benda mereka bukannya peduli tapi memanfaatkan situasi. Jika yang mereka jarah bahan makanan maka pasti kita maklum karena memang banyak posko-posko yang belum mendapatkan bantuan sama sekali, sementara sudah hari ke enam pasca gempa dan tsunami. Tapi menjadi luar biasa dan membuat geram karena yang mereka ambil spare part kendaraan roda empat, menjarah toko emas, mall dan peralatan kesehatan rumah sakit, toko-toko bangunan bahkan dari video yang beredar para penjarah itu juga mengambil tempat tidur rumah sakit serta membongkar dan menjarah rumah-rumah kosong yang ditinggal penghuninya. Semua jadi sasaran kejahatan. Laknatullah atas orang-orang seperti ini.
Sedih rasanya melihat, orang – orang yang baru saja kehilangan keluarganya dalam tempo yang tidak lama juga harus kehilangan hartanya, dirampok oleh manusia yang tak punya hati, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Setidaknya jika kau tak punya kemampuan untuk membantu jangan pula kau buat orang lain susah oleh keserakahamu. Semoga Allah menyentuh hati mereka dengan hidayah dan memahami bahwa ketidak pedulian dan kejahatan yang mereka lakukan akan menerima balasan sesuai dengan apa yang mereka semai.
Jalur udara, laut dan darat semua menjadi pertimbangan. Saat ini Jalur udara satu-satunya yang paling memungkinkan untuk di ambil. Meskipun tidak mudah karena yang menjadi prioritas saat ini adalah korban-korban bencana yang butuh pertolongan medis, karena kondisi rumah sakit dan peralatan medis di Palu banyak yang rusak dan hancur. Bersaing dengan para korban yang butuh perawatan medis tentu yang mampu hanya mereka yang tidak punya hati, sekalipun bahan makanan mulai sulit di dapat, BBM pun juga langka tapi kalau harus memaksa Ikut terbang dengan pesawat Hercules padahal kondisi kita sehat wal afiat, akhirnya menjadi pilihan yang muskil. Kecuali jika kita tega mengambil jatah pasien yang harus diberangkatkan lebih dulu.
Jalur laut pun tidak selancar jalur lainnya. Dan entah apakah saat seperti sekarang jadwal kapal penumpang ada dan siap yang melayani Masyarakat yang mau berlayar ke luar kota? Jadwal yang tidak jelas juga membuat frustasi. Satu-satunya yang pasti adalah jalur darat, meski BBM sulit paling tidak mereka bisa mengontak keluarga untuk menyuplai bensin dari pasangkayu. Atau dari kabupaten terdekat yang tidak secara langsung kena bencana. Sehingga yang mereka sediakan minimal bensin sampai di daerah perbatasan sulawesi tengah dan sulawesi barat tersebut. Satu demi satu keluarga di pengungsian berangkat. Menjemput harapan di daerah yang menjanjikan keamanan dan kenyamanan.Setiap pagi, kami melihat keluarga yang melipat tendannya dan menaikkan ke kendaraan roda empat mereka, bersalaman tanda perpisahan dan tentu di iringi doa agar mereka yang pergi selamat sampai tujuan dan doa mereka untuk kami yang bertahan agar tetap at dan sabar. Sungguh ceremony yang memiriskan hati.
Saya juga sangat memahami kenapa kemudian orang-orang berbondong-bondong keluar dan meninggalkan kota Palu. Karena mereka bertahan pun tak ada juga jaminan bahwa dalam waktu dekat semuanya akan kembali pulih. Sudah hari ke enam, listrik belum juga bisa kita nikmati, sementara kebutuhan air bersih semua tergantung dari nyala listrik. Kalaupun bisa ditarik dengan genset BBM juga sulit sekali didapatkan. Sembako yang diharapkan akan di temukan dengan mudah seiring deru pesawat yang nyaris wira wiri setiap jam tidak pula mampir ke posko. Masyarakat jenuh di PHP. Terus di data minta KTP dan Kartu keluarga namun bantuan yang dijanjikan entah jatuh dimana? Mungkin tenggelam juga dalam lumpur atau juga digulung tsunami serakah/ kemaruk dari mereka yang tidak bertanggung jawab.
Duhai….. kemana para pejabat yang bisa memberi jaminan keamanan kepada kami Masyarakat ini? Apakah akan terus mendiamkan keluh kesah seperti ini, membiarkan kami yang memilih bertahan untuk tidak kemana-mana akhirnya mati konyol? Karena merasa was-was rumah yang ditinggalkan akan di jarrah, bahan pangan habis sementara mau membeli pun tak ada yang menjual. Yang bisa jadi akan membuat mereka gelap mata hingga turut pula menjarah dan melakukan hal-hal yang semula ditentang oleh nuraninya.
Ujian ini menjadi ujian kolektif, ujian kita semua, seluruh warga kota untuk tetap kuat bertahan, bersabar sembari terus memohon kepada Sang pemilik hidup agar
Kreator : Anna Sovi Malaba
Comment Closed: Masih adakah hati di dadamu
Sorry, comment are closed for this post.