Chapter FEBRUARI

“Enak ya jadi kamu?”
Kata seorang teman yang melihat kondisiku sekarang. Biasanya aku menanggapinya dengan tersenyum simpul.
“Yaa, kamu kan nggak perlu tahu cerita berdarah-darah yang kualami sebelum aku mendapatkan ini semua” imbuh batinku.
Aku juga enggan menceritakan detailnya, cukup aku dan Allah saja yang tahu bagaimana perjuanganku hingga detik ini.
Nangis, marah, kesal dengan keadaan, bahkan menggugat Tuhan, sudah menjadi hobiku sehari-hari sebelum ku dapatkan ini semua. Astaghfirullah, ampuni hamba-Mu, Yaa Rabb.
Aku mempertanyakan mengapa harus aku yang mengalami masalah bertubi dalam hidup sepanjang tahun itu. Tahun 2018, kehilangan buah hati, mendapatkan fitnah yang keji, hingga aku harus berada di suatu tempat yang tak ingin lagi aku kunjungi, yaitu pengadilan agama. Yaa, aku adalah seorang janda yang cerai hidup dengan suaminya. Nanti jika memungkinkan, aku juga akan menceritakannya. Aku tidak pernah tahu, ternyata di balik semua peristiwa pahit itu, begitu mudahnya Allah membolak balikkan keadaan. Dari aku yang mengalami titik terendah dalam hidup, Allah memberiku kenikmatan luar biasa sekarang.
Mendapatkan pekerjaan yang mapan, dikelilingi orang-orang baik dan pengertian, serta hati yang bahagia dan tenang. Kini aku bisa kembali tersenyum melalui bilangan hari-hariku. Menikmati semuanya. Bersyukur dengan apa yang telah aku punya. Alhamdulillah,, terimakasih Yaa Allah,, Nggak lagi-lagi deh, marah kepada-Mu, aku takut sebelum aku memohon ampun, Engkau sudah mencabut nyawaku. Nauzubillah min dzalik.
Namun, hidup jika tidak ada yang julid rasanya kurang sempurna, ya. 😀
Apakah dengan kenikmatan yang kudapatkan sekarang, semua orang akan suka padaku ? tentu tidak, bukan mencari dosa dengan menceritakan “netizen julid” itu, aku hanya menceritakan dari sudut pandangku.
Aku adalah ibu pekerja yang “ngantor” di luar kota. Karena penempatan kerja bukan di homebase jadi sementara ini aku masih ngekos di sekitar kantor. Mengingat sesuatu tentang tempat kerja ada kaitannya dengan omongan tetangga. Eh, kenapa begitu yaa, hihii. Sebentar aku mau mengolah kata dulu supaya enak dibaca.
Bekerja di luar kota tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Berjarak sekitar 80 kilometer dari rumah memaksaku menjadi pejuang PJKA alias Pulang Jum’at Kembali Ahad karena anak ikut Bapak Ibu di kampung. Aku belum bisa membawanya ke kota tempat aku bekerja karena banyak hal. Emm,, tapi ada gosip lucu sih mengenai kenapa aku bisa kerja di Solo. Ada yang bilang aku dibawa orang dalam. Karena Bapak adalah tokoh agama dan masyarakat di kampung jadi koneksinya banyak. Tapi, nggak sampai Solo juga kali. Aku ikut test murni loh, seleksi ketat dua kali. Semua tes sekarang computerized dan sulit ditemui kecurangan. Jadi, ya agak gimana gitu ketika aku mendengar kabar katanya aku masuk Solo karena punya kenalan. Nyesek tentunya.
Jadi, gini yaa, kalau memang aku mau dapat pekerjaan mapan dengan koneksi orang dalam ngapain aku jauh-jauh penempatan di Solo, mending di kampung halamanku saja. Kantor DPUPRnya hanya berjarak sepelemparan batu dari rumah. Kalau memang aku mau dan punya banyak uang untuk berbuat curang sekalian aku penempatan di kota sendiri, masih bisa disambi momong bocah, nggak LDR-an kaya sekarang.
Ah, tapi namanya netizen julid (eh…) kalau nggak suka ya tetap aja nyinyir keluar dari mulutnya. Suka menyangka yang tidak-tidak. Biarlah, aku digosipin kaya gimana, terserah. I don’t care anymore 😀 . Kita tidak bisa membuat semua orang menyukai kita kaan.
Jadi, Senyumin aja lah yaa. ^_^
Kreator : Jihan Maria Ulfa
Comment Closed: Me in My Forty Part 6
Sorry, comment are closed for this post.