KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Medali Perak Buat Ibu

    Medali Perak Buat Ibu

    BY 05 Nov 2024 Dilihat: 137 kali
    Medali Perak Buat Ibu_alineaku

    Apa kabar sulungku di pondok? Juga sekolahnya? Aku selalu merasa berdebar setiap kali mendengar kabar darinya. Menanyakan kabar si sulung menjadi salah satu cara bagiku untuk membersamai tumbuh kembangnya. Sebagai seorang ibu, kehadiranku sangat penting bagi anak-anakku. Melalui Ustadz asrama, aku mendapat kabar sulungku terlihat nyaman di sana. Meski awalnya dengan sedikit perdebatan yang “alot” untuk mengarahkannya sekolah sekaligus mondok

    Ingatanku kembali pada setahun lalu ketika kami berdiskusi untuk mengambil keputusan ini. 

    “Aku nggak mau mondok, Bu.” ucap sulungku setahun lalu saat aku memberikan pilihan kepadanya untuk meneruskan SMA sekaligus mondok.

    “Kalau nggak mau mondok, Mamas mau nerus sekolah ke mana, Nak? Sampai saat ini Mamas belum memberikan jawaban ke Ibu,” sahutku cepat.

    “Bagaimana kalau Mamas survey dulu ke pondok pesantren yang Ibu pilihkan? Kalau setelah melihat langsung pondok itu Mamas tetep nggak mau, Ibu akan mengikuti keputusan Mamas.” Aku menawarkan solusi.

    “Baik, Bu. Aku akan melihat dulu pondok yang Ibu pilihkan. Tapi janji ya, kalau setelah itu Mamas nggak tertarik, Ibu menyerahkan keputusan kepadaku.”

    “Oke, sepakat.”ucapku cepat.

    Suamiku yang baru pulang dari ladang, menatap penuh tanya ke arahku. 

    “Ini, Pak. Mas Faruq sepakat untuk survei ke pondok yang kita pilihkan. Setelah itu, kita menyerahkan keputusan ke Mamas,” jawabku.

    “Bapak setuju, Bu. Bapak siap mengantar Mamas.” Bapak menanggapi.

    “Kapan nih, Mamas mau survei ke pondok?” Bapak mengalihkan pandangan ke Mas Faruq, bertanya. 

    Setelah melalui diskusi, akhirnya ditentukan lah hari Minggu mereka berangkat menuju ke pondok, sekedar melihat-lihat dan melakukan survei sebagai bahan pertimbangan Mas Faruq untuk memilih sekolahnya. Keputusan Faruq menerima saranku untuk sekolah mondok. Sungguh keputusan yang melegakan hatiku. Hingga musibah itu menimpa sebelum Mas Faruq berangkat ke pondok.

    Keputusan telah diambil, apapun yang terjadi. Dengan berbagai rasa, antara sedih, cemas, khawatir, merasa kembali “kehilangan” bercampur aduk dalam hatiku. Hari-hari pertama Si Sulung di pondok, aku sering merasa khawatir tentang bagaimana dia beradaptasi tanpa kehadiran ibunya.  

    Namun, seiring waktu aku merasa lega melihat kemajuan sulungku. Secara berkala, aku terus memantau perkembangan sulungku melalui Ustadz asrama dan juga wali kelasnya. Ada  rasa syukur di hati, sulungku mampu beradaptasi dengan baik dalam lingkungan pondok. 

    Karakternya sebagai anak sulung juga semakin terbentuk. Dia mulai memiliki tanggung jawab terhadap keluarga. Dia seolah mengerti, kehadirannya menggantikan tanggung jawab ayahnya, menjadi teladan bagi adik-adiknya, melindungi dan membantu ibunya. 

    Tak segan, aku mulai melibatkannya dalam pengambilan keputusan. Salah satu contoh, saat harus mengambil keputusan terkait kuota haji ayahnya, aku mengajaknya berdiskusi. Selain meminta pendapat Si Sulung, aku juga mengajak anak tengahku. Kami bermusyawarah bertiga agar kedepannya tidak akan ada kecemburuan sosial. Dan, kami sepakat kuota haji akan dilimpahkan kepada Faruq sebagai anak sulung.

    Aku juga melibatkan anak-anakku dalam pengambilan keputusan terkait urusan perladangan. 

    “Mas, ladang kita mau di tanami apa ya, Nak?” suatu hari ketika Si Sulung sedang di rumah menikmati libur.

    Aku mengajak Si Sulung dan Si Tengah untuk mendiskusikan perihal ladang ini. 

    “Menurut Ibu, tanaman apa yang sekiranya tidak terlalu membuat Ibu capek? Ibu kan harus mengajar juga. Apa ga sebaiknya nyari orang untuk garap ladang kita, Bu?” usul si Tengah. 

    “Tapi, kalau Ibu ingin garap sendiri untuk kegiatan biar Ibu ga jenuh pas pulang sekolah atau saat liburan, nggak papa, Bu. Nanti kami bisa membantu ketika libur.”  Sulungku memberikan pendapatnya. 

    Dengan dukungan dari keduanya, aku menanami ladang peninggalan suamiku. Kadang melibatkan mereka dalam perawatan tanaman seperti memupuk, dan menyiangi rumput di sela waktu sekolah mereka. Gelak tawa mereka membuat suasana menjadi lebih ceria. Bagi mereka, membantu pekerjaan di ladang seolah  sebuah permainan. 

    Melibatkan mereka dalam pekerjaan ini sekaligus menjadi upayaku untuk melatih mereka agar terbiasa bekerja keras, menghargai setiap perjuangan yang dilalui, serta memiliki tanggung jawab. Juga, agar mereka tahu betapa mencari nafkah itu tidak mudah sehingga mereka akan menempuh setiap pendidikan dengan semangat dan sungguh-sungguh.

    Meskipun pada akhirnya, aku lebih banyak menggunakan tenaga pekerja. Bagiku itu tak mengapa, yang terpenting adalah ladang itu bisa menambah penghasilan keluarga kami. 

    Aku merasa sangat bersyukur bahwa anak-anakku semakin terbentuk karakternya dan bisa diandalkan. Mereka selalu berusaha membantuku saat ada kesempatan membantu. Ini tentu membuatku sangat bangga kepada mereka. 

    Dengan kegiatan yang ada di pondok, penanaman akhlak di pesantrennya, sulungku tumbuh dengan baik. 

    Jadwal sambangan yang diberikan sebulan sekali oleh pihak pondok pesantren, aku manfaatkan sepenuhnya untuk membersamai sulungku dalam proses pendidikannya. Aku menguatkan hatinya dan memompakan semangat untuknya. 

    Suatu ketika saat ada jadwal pemulangan santri, aku menjemputnya dengan mengendarai mobil sendiri. Di perjalanan, kami membicarakan banyak hal. Kami berbincang tentang sekolahnya, berbincang masa depannya. 

    Sulungku bercerita, bahwa di pondok, beberapa hari yang lalu, dia mengikuti olimpiade online pada mata pelajaran Matematika.

    “Terus, gimana hasilnya, Mas?” aku menanggapi ceritanya, antusias.

    Alhamdulillah, Mamas dapet medali perak, Bu,” sahut sulungku. 

    “Alhamdulillah, Mas …”

    Mendengar prestasi Si Sulung, rasa bangga menyelimuti hatiku. Aku menghentikan sejenak laju mobilku. Aku menatap sulungku penuh rasa haru dan bahagia. Rasa haru membuat embun kembali menggantung di sudut mataku. Cepat kutarik nafas mencoba mengusir air mata yang mendesak keluar. 

    “Tidaklah Allah mengambil sesuatu darimu, kecuali Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik.”

    Sebuah ayat Tuhan dalam Al-Qur’an membayang di pelupuk mataku. Putra sulungku telah membuatku menangis bahagia. 

    Dengan segala yang telah kami lalui, aku yakin bahwa mereka akan menemukan jalan yang indah dalam hidup, dan semoga setiap langkah kami akan membawa berkah. Sebait do’a ku selipkan di hatiku untuk keempat permataku. Aku berharap mereka akan menemukan takdir baiknya dengan indah, kelak.

     

     

    Kreator : Suharni

    Bagikan ke

    Comment Closed: Medali Perak Buat Ibu

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021