Oleh : Herman Palemmai
Tanda ada di mana-mana, terhampar di bumi yang dibentangkan, bertabur di langit yang ditinggikan, terdapat di gunung-gunung yang dipancangkan. Bahkan banyak pula bertebaran di laut dan samudra yang dihamparkan.
Semua makhluk diberi anugrah untuk mengenali tanda. Burung-burung tertentu melakukan migrasi untuk menghindari musim tertentu yang bisa mengancam keberadaannya. Binatang-binatang tertentu memberikan reaksi tertentu sebagai tanda akan datangnya bahaya yang mengancam. Inilah naluri. Orang pintar menyebutnya insting (animal instinc). Namun, dari semua makhluk, hanya manusia yang mampu membaca tanda secara utuh, termasuk membaca tanda pergerakan hewan atau migrasi burung-burung tertentu. Bahkan, dengan keunggulan komparatifnya, manusia mampu menciptakan tanda-tanda tertentu yang mengandung makna sebagai sebuah kesepakatan bersama.
Namun, apakah tanda itu sesungguhnya? Merujuk pada KBBI Online (diakses pada tanggal 28 Maret 2021, jam 21.00), tanda mengandung beberapa arti: 1) yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu, 2) gejala, 3) bukti, 4) pengenal atau lambang. Jadi, dari 4 arti tersebut, tanda bisa berarti sesuatu yang bersifat fisik dan non-fisik dan bisa dipersepsi oleh indra. Hasil persepsi terhadap sesuatu tersebut itulah yang disebut makna.
Dengan demikian, tanda bisa mewujud dalam gambar, bentuk, ucapan, lambang, warna, pola, gerakan, atau pun benda yang mewakili suatu gagasan atau makna tertentu. Tanda sangat diperlukan demi penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Tanda kain putih yang dipancangkan di depan sebuah rumah bagi orang Bugis Makassar adalah sebuah pemberi pesan bahwa salah seorang dari penghuni rumah tersebut berpulang ke hadirat Allah swt alias meninggal dan sekaligus sebagai ajakan bagi masyarakat sekitar untuk melayat. Tanda bulan sabit merah pada rompi atau topi seseorang dalam sebuah bencana adalah sebuah pemberi pesan kepada khalayak bahwa orang tersebut adalah petugas medis. Bahkan tanda-tanda itu tidak hanya berada di luar diri manusia akan tetapi juga terdapat pada diri manusia itu sendiri. Begitulah titah Allah dalam QS. Adz-Dzariyat (51): 20-21 “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” Juga dalam QS. Fushshilat (41): 53 “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri …”
Pembacaan manusia terhadap tanda-tanda ini memberi sumbangsih luar biasa terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, kehangatan kehidupan sosial, dan bahkan pada kebermaknaan ritual keagamaan. Kehangatan kehidupan sosial dan kebermaknaan ritual keagamaan yang difasilitasi oleh pengembangan ilmu pengetahuan akan memberikan rasa damai yang mendalam kepada manusia sehingga pandangannya menjadi penuh kebaikan terhadap dirinya, orang lain, dan lingkungannya. Dan itu adalah cinta!
Tanda yang dibaca secara utuh dan menyeluruh akan melahirkan cinta. Dan “cintalah yang menerangi horizon kehidupan”, kata Sayyid Mujtaba Mushawwi Lari seperti dikutip oleh Herman Palemmai (2020) dalam buku “Cinta, Pergilah Kemana Hati membawamu”. Namun faktanya, tidak semua orang sanggup mengenali tanda dan mampu membacanya dengan benar dan tepat yang akhirnya melahirkan cinta. Begitulah pesan Allah swt dalam QS. Al-Baqarah (2): 164 “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan oleh Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkanNya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.”
Allah mempertegas dalam ayat tadi bahwa yang mampu mengenali dan melakukan pembacaan terhadap semua tanda yang Allah paparkan itu hanyalah kaum yang menfungsikan akalnya (liqaomin ya’qiluun).
Fungsi akal adalah berfikir yang melahirkan gagasan, nasehat, atau solusi yang menenteramkan, mendamaikan, penuh nuansa kebaikan, bukan hanya untuk diri sendiri semata tapi juga untuk orang lain. Bahkan dalam QS. Ali Imran (3): 190-191, Allah lebih tegas lagi menunjuk siapa orang yang sanggup memfungsikan akalnya untuk membaca tanda-tanda cinta itu: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal (190), yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tantang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka (191)”.
Dalam ayat di atas, Allah mempertegas bahwa pembacaan tanda cinta yang dilakukan oleh liqaomin ya’qiluun (kaum berakal) belumlah utuh untuk mengantar manusia menuju kesempurnaan. Tetapi mereka yang sanggup melakukan itu hanyalah ulil albaab (orang-orang tercerahkan) yaitu mereka yang senantiasa membersihkan hatinya (dari prasangka, asumsi) dalam setiap keadaan dan rutin mengasah akalnya dengan merenungkan segala tanda yang terpampang di langit dan bumi maupun yang terbentang di siang dan malam. Perpaduan dua hal ini (kejernihan hati dan ketajaman fikiran) dalam melakukan pembacaan terhadap tanda-tanda cinta Allah akan melahirkan kerendahan hati dan kesadaran bahwa seluruh ciptaan Allah swt mengandung kebaikan semata bukan kesia-siaan. Pemaknaan ini akan menjadi kesadaran dalam keseharian bahwa sebagai hamba Allah hendaknya menjejakkan “tanda” dalam wujud kebaikan semata. Tiada yang lain!
Akhir-akhir ini, jagad politik kita digaduhkan oleh ucapan-ucapan Bapak Presiden Joko Widodo dalam setiap kehadirannya di beberapa acara partai politik. Misalnya, pernyataan Pak Jokowi saat menghadiri perayaan HUT Partai Perindo bahwa pilpres 2024 merupakan jatah Ketum Gerindra, Prabowo Subianto. Pernyataan langsung menimbulkan kegaduhan di kalangan parpol yang “berbeda” dan juga di kalangan para pengamat politik. Para pengamat melihat ucapan ini sebagai “tanda” lalu sibuk melakukan analisis bagaikan semut yang mengurumuni gula. Arifki Chaniago, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic melakukan pembacaan terhadap tanda dari Pak Jokowi ini dengan tiga pembacaan (merdeka.com, 9/11/2022). Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, tak mau tertinggal untuk memberikan pembacaan akan tanda yang dilontarkan oleh pak Jokowi tersebut. Apalagi Pak Jokowi selama ini adalah “petugas partai” PDIP. Pembacaan ini tentu perlu disampaikan oleh Pak Sekjen untuk “mencounter” hasil pembacaaan para pembaca lain yang mungkin “berbeda” (Warta Ekonomi.co.id, 10/11/2022).
Begitu pula pernyataan Pak Jokowi pada saat HUT Golkar, ”… tidak sembrono dalam mendeklarasikan calon presiden dan wapres 2024.” juga dibaca oleh berbagai pihak sebagai sebuah tanda “sindiran” kepada parpol yang sudah mendeklarasikan capres 2024. Ketidakhadiran dan sekaligus tidak adanya ucapan selamat dari Pak Jokowi pada perayaan HUT Partai Nasdem juga dibaca oleh banyak pihak (dan tentu saja para pengamat politik tak mau tertinggal) sebagai sebuah tanda akan ketidakberkenan Pak Jokowi atas keputusan Nasdem mencapreskan Anies Baswedan (Republika.co.id, 13/11/2022).
Begitulah Allah menghadirkan berbagai tanda untuk kita baca lalu kita dedahkan kepada diri sendiri dan ataupun kepada orang lain secara lisa ataupun tulisan sebagai tanda cinta. Tanda cinta yang bisa memberikan teladan berharga ataupun pembelajaran bermakna untuk “mencerahkan” batin dan menjadi renungan pikiran kita semua. Walaupun, boleh jadi, hasil pembacaan atau tanda cinta yang kita dedahkan belumlah utuh, apalagi sempurna, karena keterbatasan kita memaksimalkan dua karunia terbesar dari Allah yaitu kejernihan hati dan ketajaman pikiran. Dan, karena itulah, kita harus rendah hati mengakui bahwa mungkin saja hasil pembacaan atau tanda cinta kita mengandung kekeliruan sedangkan hasil pembacaan atau tanda cinta orang lain boleh jadi mengandung kebenaran. Semua tanda cinta itu berpotensi mengandung kekeliruan dan sekaligus kebenaran sehingga tak elok kalau ada satupun yang menganggap tanda cintanya paling benar.
Menulis adalah salah satu cara mengikat tanda cinta itu agar kita mengabadikan setiap tanda yang kita papas dan sekaligus menjadi sumber belajar bagi kita dalam memperbaiki cara pembacaan atas setiap tanda. Pula, sebagai cermin bagi kita untuk melihat proses tumbuh kembang kita dalam memaksimalkan dua karunia hebat dari Allah: kejernihan hati dan ketajaman fikiran.
Menulis juga adalah upaya melatih diri untuk bisa merekam semua tanda yang terlintas di sela-sela rutinitas harian kita. Latihan ini upaya untuk mewujudkan apa yang orang bijak katakan “verba valent, scripta manent”. Kata-kata (pikiran, ide, gagasan) cepat hilang tetapi tulisan abadi. Atau mengikut pada nasehat bijak Sayyidina Ali krw. bahwa ikatlah ilmu (pikiran, ide, gagasan) dengan menuliskannya.
Sudahkah anda mengikat tanda cinta anda?
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Membaca Tanda Cinta
Sorry, comment are closed for this post.