KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Membangun potensi siswa Bab 3

    Membangun potensi siswa Bab 3

    BY 26 Okt 2025 Dilihat: 9 kali
    Membangun potensi siswa_alineaku

    Bab 3 : Peran Sekolah Dalam Membangun Potensi Siswa

    “ Anak yang dipaksa untuk mencapai sesuatu diluar kemampuannya

     dapat menyebabkan stress, kecemasan bahkan depresi pada anak. “

    Dr. Maulana Markham ( Psikolog Anak )

    A. Strategi Sekolah Dalam Mengidentifikasi Potensi Siswa

    Satu ketika penulis tak sengaja bertemu seseorang  di rumah sakit  saat  menjenguk teman yang dirawat inap. Awalnya dia yang menyapa duluan. Setelah berbasa-basi  baru teringat ternyata pemuda ramah itu  adalah siswa saya  yang sudah tamat sekolah lebih kurang 10 tahun yang lalu.  Yang menarik, saat di sekolah dulu  dia belajarnya di SMK jurusan Teknik Sepeda Motor (TSM). Saya tahu karena kebetulan yang jadi wali kelasnya penulis sendiri. Tapi, mengapa sekarang profesinya malah seorang perawat? Bukankah antara dunia teknik dan dunia medis laksana dua benua yang berbeda?  Karena penasaran, akhirnya saya tanya apa alasannya sampai pindah jalur. Ternyata  jawaban yang  disampaikan  sederhana. “Memanfaatkan peluang yang ada, Pak .“

    Belajar skill dasar di Jurusan A tapi berkarir di dunia B. Sebuah paradoks yang mungkin banyak kita temui di dunia pendidikan akhir-akhir ini. Apakah itu salah?  Jawabannya, tentu bukan terkait salah dan benar. Karena siapapun memiliki kebebasan  menentukan pilihan dan jalan hidup masing-masing. Yang menjadi soal adalah latar belakang perubahan tersebut. Jika penyebabnya hanya memanfaatkan peluang semata, apakah di jurusan yang diambil saat di SMK tidak punya peluang sama sekali? Tentu ini bukan argumentasi yang objektif.

    Nah, mengacu pada kasus di atas  saya jadi terfikir, boleh jadi perubahan orientasi itu bisa terjadi karena sekolah belum sepenuhnya tepat dalam melakukan strategi dalam mengidentifikasi potensi anak saat proses penerimaan siswa baru. Mengapa demikian? Karena biasanya penentuan jurusan sepenuhnya diserahkan pada calon siswa, bukan berdasarkan kajian dan analisis ilmiah yang dilakukan sekolah. Sehingga, dengan keawamannya, siswa memilih jurusan hanya berdasarkan insting atau ikut-ikutan saja.  

    Kalau begitu, bagaimana solusinya? Sekolah harus berbenah. Tinggalkan pola lama dan ganti dengan strategi baru yang mengedepankan program-program terukur yang bisa dipertanggung-jawabkan. Baik secara akademis maupun non akademis. Diantara contoh- contoh  program yang bisa dilakukan antara lain :

    1. Program Tes Bakat dan Minat (TBM) dengan melibatkan Psikolog dan  menggunakan alat tes yang disebut Multiple Intelligence test.
    2. Observasi dan Penilaian guru. Dimana setiap anak memiliki sebuah folder yang mencakup  catatan perkembangan belajar mereka. Termasuk hasil pengamatan guru terhadap sikap, kemampuan memecahkan masalah, interaksi sosial dan minat anak.
    3. Program kegiatan Ekstra kurikuler terbuka. Sebagai peluang bagi anak  mencoba kemampuan ekstrakurikuler mereka seperti : Pramuka, olah raga, memasak, jurnalistik, dll. Dimana guru melakukan pengamatan langsung  siswa mana yang menunjukkan bakat atau antusiasme yang tinggi.
    4. Talent Day atau hari unjuk bakat. Program yang dirancang khusus agar siswa bebas menampilkan potensi mereka.Baik berupa  sains, seni, olah raga, teknologi atau keterampilan lainnya.
    5. Proyek berbasis minat (Project-based learning). Dimana siswa diberi keleluasaan menentukan topik proyek yang  mereka gemari. Sementara guru bertugas menilai kemampuan manajemen waktu, kreativitas dan pemecahan masalah.
    6. Kuesioner minat dan motivasi belajar. Dilakukan secara berkala  dengan cara membagikan formulir yang berisi pertanyaan seputar kegiatan favorit, cita-cita, dan gaya belajar, dll. Output yang diinginkan adalah guru memahami arah pengembangan siswa.

    Semua jenis program di atas merupakan rencana alternatif yang bisa dipilih berdasarkan situasi dan kondisi di sekolah masing-masing. Bisa ditambah atau  dikurangi. Tapi untuk tahap awal sebaiknya sekolah  mewajibkan calon siswa untuk mengikuti  TBM ( Tes Bakat dan Minat ) tanpa terkecuali.  

    Tidak perlu memanggil psikolog kalau budgetnya belum tersedia. Cukup dengan memanfaatkan model tes  gratisan yang banyak tersedia di dunia maya, seperti : Tes stiffin online  di alamat https://stiffingenetic.com. Atau di website 16 Personalities dengan alamat https://www.16personalities.com. Atau bisa juga di situs Aku Pintar di alamat: https://akupintar.id

    Itu sudah memadai. Karena akurasi hasilnya memang sangat terpercaya dan bisa dipertanggung-jawabkan. Sehingga bisa dijadikan pedoman awal dalam membersamai siswa kedepan. Jadi tak ada lagi alasan  anak salah  jurusan atau anak pindah-pindah jurusan lantaran pusing dengan mata pelajaran yang tidak dia senangi. 

    Namun perlu dicatat, semua hasil tes anak  harus terdokumentasikan dengan baik dan tersimpan dalam folder yang  aman agar mudah diakses pada saat dibutuhkan.

    B. Implementasi Kurikulum  dan Pengembangan Potensi  

    Berikut setelah sekolah punya data base yang akurat, maka fase selanjutnya tentu menyiapkan perangkat penunjang yang berorientasi pada pengembangan potensi anak yaitu Kurikulum . 

    Kurikulum yang baik dapat diumpamakan sebagai umpan yang ditaruh pemancing di ujung kail untuk mendapatkan ikan. Semakin gurih racikan umpan yang dibuat akan mengundang ikan-ikan untuk melahapnya. Begitu juga dengan kurikulum. Jika dirancang dengan memperhatikan kebutuhan sekolah, bukan sekedar skala nasional, melainkan merujuk pada kearifan lokal di masing-masing daerah, maka penerapan di lapangan akan lebih mudah karena baik guru maupun siswa sudah familiar dengan materi yang dipelajari.

    Misalnya, untuk bidang studi sejarah. Selain mengenalkan tokoh-tokoh nasional yang berjasa pada negara, siswa juga sebaiknya dikenalkan pada tokoh-tokoh lokal yang perjuangannya bagi bangsa ini tidak kalah nilainya. Atau contoh lain bidang studi kewirausahaan. Siswa dikenalkan dengan aneka makanan khas daerah, cara membuatnya serta menjadikannya produk yang bernilai ekonomis. Dengan cara ini secara tidak langsung   akan  membangkitkan rasa peduli dan kebanggan  terhadap daerah  tempat tinggal mereka.

    Terkait  kurikulum yang terintegrasi dengan kearifan lokal, jauh-jauh hari Ki Hajar Dewantara  sudah berpesan : “Pendidikan harus menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.” Artinya, kurikulum seharusnya  berpijak pada budaya dan nilai-nilai lokal agar anak tumbuh sesuai dengan jati diri bangsa, bukan sekedar meniru budaya luar.

    Sementara Sutarto (2017) mengatakan pengintegrasian kearifan lokal dalam kurikulum bukan hanya melestarikan budaya, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta tanah air dan mempererat kohesi sosial. Maknanya, kearifan lokal di sekolah menjadi sarana mempererat hubungan antar warga dan menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya sendiri.

    Lantas apa kaitan antara kurikulum berbasis kearifan lokal dengan pengembangan potensi siswa ?  Tentu sangat erat. Sebab kurikulum yang acuh pada budaya daerah  pada dasarnya sudah menjadikan budaya, tradisi, dan nilai-nilai daerah tersebut  sebagai media sekaligus sumber belajar yang bisa menumbuhkan minat, bakat dan keterampilan siswa secara menyeluruh.

    Untuk lebih jelasnya bisa kita pelajari lewat diagram berikut :

    Gbr. B.1 : Diagram yang menggambarkan hubungan antara kurikulum berbasis kearifan local dan pengembangan potensi siswa dimana potensi kognitif bermakna pengetahuan yang relevan dan mendalam. Afektif berarti rasa bangga, cinta tanah air dan menghargai budaya sendiri. Dan psikomotorik adalah keterampilan nyata yang bisa dimanfaatkan di masa depan.

     

    Namun, perlu di garis bawahi, penyusunan dan penerapan kurikulum berbasis kearifan lokal di sekolah sebaiknya tetap mengacu kepada kurikulum nasional yang sudah dipersiapkan  pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud. 

    Untuk saat sekarang kurikulum yang diberlakukan adalah kurikulum Deep Learning atau disebut juga pembelajaran mendalam.  Kurikulum yang dirancang dengan tiga pendekatan utama, yaitu : Mindfull ( berkesadaran ), meaningful  ( bermakna ) dan joyfull ( menyenangkan.

     Dari ketiga komponen utama tersebut sekolah dapat  menyisipkan materi kearifan local pada beberapa bagian,  terutama di bagian yang fleksibel atau kontekstual, seperti :

    1. Kompetensi Dasar dan Tujuan Pembelajaran
    2. Bahan ajar dan Sumber belajar
    3. Aktivitas pembelajaran
    4. Evaluasi
    5. Pengayaan dan Remedial

    Bagaimana  kaitan antara komponen satu dengan lainnya bisa dilihat pada contoh  tabel berikut  :

    NO B.STUDY KD dan TP BAHAN

    AJAR 

    LOKAL

    METODE & AKTIFITAS

    PEMB.

    EVALUASI PENGAYAAN/

    REMEDIAL

    JENIS POTENSI
    1 Matematika Menghitung luas bangun datar Batik /kain daerah  dgn motif Geometris Inquiry based learning

    • siswa mengukur dan menghitung luas motif geometris pada kain songket 
    Laporan hasil pengukuran dan refleksi makna budaya Penelitian variasi motif redari daerah lain

    Remedial :

    Pendampingan ulang perhitungan luas dan pengumpulan data

    Kognitif/ Intelektual
    2 IPA Menganalisa hub. Antara  faktor biotic dan abiotic dalam ekosistem Air sungai bersih dan air sungai tercemar di lingk. Siswa tinggal Project based learning

    • Meneliti kualitas air di sungai, mengukur PH dan membuat laporan
    Laporan tertulis dan presentasi hasil penelitian Riset tambahan solusi berbasis teknologi local.

    Remedial :

    Bimbingan ulang  teknik pengukuran dan analisa.

    Naturalis
    3 B.Indonesia Mengembangkan teks cerita pendek menjadi bentuk kreatif, spt. Cerita bergambar, komik atau ilustrasi naratif. Cerita rakyat asli dari wilayah siswa tinggal Collaborative Learning

    • Membuat buku cerita bergambar
    Buku cerita bergambar yang dinilai dari kreativitas, isi dan keterpaduan ilustrasi  Publikasi buku di media sekolah

    Remedial  :

    Revisi ilustrasi atau teks berdasarkan masukan dari guru.

    Bahasa dan Komunikasi

     

    Gbr. B.2. Tabel yang menggambarkan kaitan antara kurikulum Deep Learning dengan sumber belajar lokal dan jenis  potensi yang sesuai.

     

    Apa yang tergambar dari tabel di atas tentu semakin memperjelas  bahwa  rancangan kurikulum yang terintegrasi dengan budaya atau tradisi yang berlaku di masyarakat akan membawa banyak manfaat. Diantaranya : Bagi siswa  dapat mengoptimalkan potensi akademik dan non akademik, menumbuhkan kreativitas dan inovasi, menguatkan karakter dan jati diri serta mengasah keterampilan sosial.

    Sementara untuk masyarakat berguna sebagai pelestarian  budaya dan tradisi, peningkatan kualitas SDM daerah serta menciptakan hubungan yang harmonis antara sekolah – masyarakat.

    Begitu pula dengan sekolah, feedback yang didapat bisa berupa  citra positif sebab dianggap responsif  terhadap potensi daerah. Ditambah dengan terbangunnya kerjasama yang baik dengan tokoh adat, pelaku usaha, komunitas budaya dan pemda.

    C. Penyediaan fasilitas dan sumber daya yang mendukung pengembangan potensi.

    Setelah tahapan penyusunan kurikulum selesai langkah berikutnya adalah pengadaan fasilitas-fasilitas belajar yang representative dengan jenis potensi yang ingin dikembangkan. Perlu dipertegas bahwa makna representative disini bukan berarti harus mahal dan mewah. Meski sederhana sepanjang fasilitas yang tersedia selaras dengan kebutuhan anak, maka itu sudah cukup memadai.

    Seperti apa jenis fasilitas yang sesuai dengan potensi siswa serta model kegiatan pengembangannya   bisa kita amati lewat  tabel di bawah ini  :

     

    No. Jenis Potensi Fasilitas yang sesuai Contoh Kegiatan Pengembangan
    1. Kognitif/Intelektual  Perpustakaan, laboratorium sains dan computer, ruang diskusi, media pembelajaran digital • Riset sederhana di laboratorium

    • Lomba cerdas cermat

    • Diskusi kelompok

    • Eksperimen IPA

    2. Bahasa dan komunikasi Ruang literasi, panggung mini, studio podcast, alat peraga bahasa • Debat, pidato , drama,  menulis

       cerpen, membuat podcast

       sekolah

    3. Sosial Aula serba guna, ruang OSIS/ ekstrakurikuler, area bermain kolaboratif • Proyek kelompok

    • Kegiatan OSIS

    • Kerja bakti sekolah

    Out bond team building

    4. Emosional Ruang konseling, sudut relaksasi, media seni ekspresif • Sesi konseling

    • Latihan mindfulness

    Journaling

    • Menggambar

    5. Fisik (psikomotorik) Lap. Olah raga, ruang senam, lintasan lari, peralatan kebugaran • Latihan olahraga

    • Senam pagi

    • Lomba lari

    • Permainan Tradisional

    6. Seni dan kreativitas Studio seni, ruang musik, panggung pertunjukan, workshop kerajinan • Pameran karya seni

    • Pentas music

    • Teater sekolah

    • Lomba desain poster

    7. Moral dan spritual Masjid/ ruang ibadah, pojok nilai,  ruang pembinaan rohani • Kajian keagamaan

    • Bakti social

    • Diskusi keagamaan

    • Kegiatan Hari Besar Agama

    8. Kepemimpinan Ruang rapat siswa, fasilitas presentasi, akses pelatihan kepemimpinan • Rapat OSIS

    • Memimpin acara sekolah

    • Simulasi siding

    • Proyek pengabdian masyarakat

     

    Tidak bisa dipungkiri, untuk menyiapkan berbagai fasilitas seperti disajikan pada tabel di atas, yang menjadi kendala utama biasanya terkait pendanaan. Sekolah jelas tidak mampu menjadi penyandang dana tunggal. Disamping keterbatasan anggaran,  banyak kegiatan lain seperti perbaikan sarana prasarana, pembelian alat-alat praktek, biaya operasional tata usaha, dan lain-lain yang juga membutuhkan anggaran lumayan besar.

      Oleh karena itu membangun kemitraan dengan unsur eksternal  merupakan opsi tepat dalam mengatasi masalah  ini. Dan jika berbicara tentang unsur eksternal, maka peran komite sekolah, masyarakat dan komunitas  peduli pendidikan lah sebagai jawabannya. 

     Komite sekolah sesuai tupoksinya  dapat melakukan  langkah konkret berupa : 

    1. Penggalangan dana dari orang tua dan pihak ketiga. 
    2. Mengusulkan prioritas pengadaan fasilitas ke pihak sekolah
    3. Mengawasi transparansi dana
    4. Memfasilitasi kerjasama dengan sponsor

    Sementara masyarakat dapat membantu dengan cara  :

    1. Memberikan material atau tenaga kerja untuk pembangunan
    2. Menyumbangkan barang atau peralatan yang dibutuhkan sekolah
    3. Menyediakan lahan untuk kegiatan sekolah
    4. Menjadi relawan dalam perawatan fasilitas

    Sedangkan komunitas (misalnya: seni, olahraga, literasi,atau teknologi) bisa berkontribusi lewat  :

    1. Menyumbang alat sesuai bidangnya
    2. Menyelenggarakan pelatihan penggunaan fasilitas
    3. Meminjamkan perlengkapan
    4. Mendampingi siswa dalam memanfaatkan fasilitas

    Meskipun  harus diakui, untuk membangun sinergitas yang solid antara sekolah dan mitra eksternal bukanlah perkara mudah. Pasti banyak hambatan yang akan dihadapi. Bisa karena SDM yang rendah. Atau sudut pandang yang belum sama. Boleh jadi juga karena sekolah yang bersikap eksklusif. Cenderung menjaga jarak sehingga pihak luar enggan untuk berkontribusi. Dan lain sebagainya.

    Padahal untuk mengatasi “kemacetan” tersebut solusinya cuma satu yaitu: Komunikasi yang intens. Manajemen sekolah jangan pernah bosan mengajak pihak-pihak terkait untuk  duduk bersama. Berdiskusi menyampaikan apa saja kebutuhan-kebutuhan sekolah sembari menggambarkan capaian akhir dari program yang digagas. Sepanjang itu logis dan merupakan kebutuhan prioritas, tak ada alasan bagi pihak eksternal  menolak untuk berpartisipasi. 

    Sebagai contoh kita ambil SMK-SMAK Bogor Jawa Barat. Sekolah yang menempati posisi pertama dari 10 sekolah SMK terbaik se-Indonesia tahun 2025  versi erakini.id dan Brain Academy mempunyai berbagai program kemitraan yang melibatkan unsur eksternal, seperti  :

    • Bidang kewirausahaan dengan HIPMI. 
    • Bidang pengembangan budaya “ Go International “  dengan Thailand
    • Bidang otomotif dengan PT. Astra Jakarta
    • Bidang peningkatan kualitas pendidikan dengan  Perguruan Tinggi yang ada di prov, Jawa Barat.

    Sementara di sekolah penulis sendiri. SMK Swasta Raudlatul Uluum  yang bernaung dibawah Yayasan Pendidikan Raudlatul Uluum, Aeknabara, kab. Labuhanbatu, Sumatera Utara.  Sejak tahun 2010 kemitraan antara sekolah dengan lembaga eksternal sudah berjalan cukup baik. Tak kurang lembaga-lembaga terkenal  seperti : Bank Indonesia, Indako, Suzuki, Hino  memberikan kontribusinya dalam bentuk hibah peralatan praktek dan program Link and match untuk siswa magang selama empat bulan.  Begitupun   PTPNN –IV ( BUMN perkebunan), PT. Asam Jawa, Evan group, PT. Supra Matra Abadi ( perusahan perkebunan swasta ) menjadi  tempat magang  untuk siswa jurusan Agronomi Teknologi Pertanian ( ATP).  Dan Taksa Multi Vision, ITC ( Inter media training center) untuk jurusan Teknologi Komputer dan Jaringan ( TKJ). 

    Dua sekolah  disebutkan di atas hanyalah contoh kecil  dari  sekolah- sekolah yang telah melakukan kolaborasi antar lembaga. Bagaimana dengan sekolah lainnya? Jawabannya tentu  banyak yang  sudah melaksanakan  namun ada  juga yang belum. 

    Khusus untuk sekolah yang belum, mari kita renungkan ucapan Dr. Anies Baswedan. Penggagas program Indonesia Mengajar dan mantan Mendiknas era presiden Jokowi. Beliau mengatakan, “ Kolaborasi antara sekolah dengan lembaga atau komunitas dapat memberikan pengalaman belajar yang  lebih beragam dan relevan bagi siswa, sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan zaman.”

    Kolaborasi dan pengalaman belajar. Merupakan dua kata kunci  yang harus dipahami sebagai bagian penting  dalam melejitkan potensi anak. Untuk itu sekolah diharapkan  benar-benar serius dalam memilih dan memilah  program kolaboratif  yang tepat. Agar siswa termotivasi dan lebih bersemangat dalam menemukan jati dirinya.

    D. Lingkungan sekolah yang kondusif

    Berbicara tentang lingkungan sekolah yang kondusif, pertama kita harus tahu dulu  apa definisi lingkungan sekolah serta unsur apa saja yang harus dipenuhi agar sekolah tersebut dinyatakan kondusif. Menurut Sardiman ( 2007) Lingkungan sekolah adalah keseluruhan faktor eksternal yang ada di sekolah, baik fisik maupun non fisik, yang dapat mempengaruhi semangat, motivasi serta hasil belajar siswa.  Karena berpengaruh langsung, maka sepantasnyalah sekolah berupaya menciptakan  lingkungan sekitarnya senyaman mungkin. Sehingga anak betah dan menganggap sekolah sebagai “rumah kedua” nya.

     Lantas bagaimana dengan ciri-ciri sekolah yang disebut  kondusif? Sekolah dikatakan kondusif apabila  memenuhi  kriteria-kriteria sebagai berikut :  

    1.  Ruang fisik yang nyaman.
    2.  Iklim belajar yang positif
    3.  Interaksi yang harmonis antara guru dan siswa.
    4.  Serta adanya fasilitas dan program yang mendukung tumbuh kembang siswa. 

    Sekolah yang tidak bisa memenuhi keempat kriteria tersebut, maka dipastikan akan berimplikasi langsung terhadap  capaian prestasi siswa. Baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.  

    Sebagai ilustrasi mari kita cermati kasus berikut ini. Raka adalah siswa kelas X di sebuah sekolah menengah kejuruan (SMK) di daerah pinggiran. Ia dikenal memiliki bakat menggambar dan menulis cerita pendek sejak SD. Di rumah, Raka sering membuat komik sederhana dan menuliskannya di buku tulis. Namun, di sekolah barunya, potensinya tidak berkembang optimal. 

    Hal ini disebabkan  beberapa faktor, diantaranya : Sekolah memiliki fasilitas yang minim, metode pembelajaran tidak dinamis, iklim sekolah yang tidak sehat, serta  tidak ada dukungan sosial-emosional dari guru dan teman-temannya. 

    Akibatnya Raka mengalami motivasi belajar yang menurun. Diikuti dengan rasa malas ke sekolah. Mengalami inferiority complex ( rasa rendah diri ). Sampai kepada menurunnya nilai akademik karena menganggap sekolah tidak mengapresiasi potensi dan bakat yang dia miliki.

    Sebaliknya pada contoh kasus lain. Aisyah, siswi kelas XI di sebuah SMA negeri unggulan. Sejak kecil, ia memiliki ketertarikan pada bidang sains dan penelitian. Rasa ingin tahunya tinggi, dan ia senang melakukan percobaan sederhana di rumah.

    Aisyah beruntung karena sekolahnya memiliki fasilitas yang lengkap, seperti: Laboratorium sains, perpustakaan dan ruang khusus penelitian. Begitupun metode pembelajaran yang dipilih, yaitu Problem based learning, mendorong Aisyah untuk aktif ber-eksperimen. Disamping iklim sekolah yang kondusif. Teman-temannya juga selalu mendukung dan tidak pernah melakukan bullying. Guru juga senantiasa membimbing dengan melibatkan guru BK dan orang tua. Dampaknya, Aisyah menjadi termotivasi dalam belajar sebab potensi intelektual dalam dirinya bisa ter-eksplor dengan sempurna. 

     Lantas analisa apa yang bisa kita lakukan dari dua kasus di atas?  Pertama, Raka menjadi pribadi yang gagal berkembang karena iklim sekolah yang  picik dan terbelakang. Sebaliknya Aisyah berhasil mengoptimalkan potensi diri karena lingkungan sekolah  yang  mendukung penuh. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa  keberhasilan pengembangan potensi siswa tidak semata bergantung pada kemampuan individu, tetapi juga sangat ditentukan oleh kualitas lingkungan sekolah yang mendukung.

    Oleh karena itu, menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif menjadi langkah strategis agar siswa dapat berkembang secara akademik, sosial, emosional, maupun kreatif sesuai potensi masing-masing.

     

     

    Kreator : Paridul,S.Pd ( Paridul Azwar, S.Pd )

    Bagikan ke

    Comment Closed: Membangun potensi siswa Bab 3

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Soepomo memiliki peran sangat penting dalam pembentukan dasar negara Indonesia. Dalam sidang BPUPKI, Mr. Soepomo menjelaskan gagasan ini dengan jelas, menekankan pentingnya persatuan dan keadilan sosial. Dengan demikian, fokusnya pada teori negara integralistik membantu menyatukan pemerintah dan rakyat dalam satu kesatuan. Lebih lanjut, gagasan ini tidak hanya membentuk […]

      Okt 21, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021