oleh : I Gusti Agung Gede Agung Sanjaya, ST.,M.M
Secara garis besar Era Society 5.0 adalah masa di mana teknologi-teknologi menjadi bagian dari manusia dengan kata lain, society 5.0 ini lebih mengarahkan bagaimana kita menggunakan teknologi itu sendiri. Society 5.0 akan menuntut kita untuk semakin berkembang mengikuti zaman yang mengarah ke era serba digital. Begitu juga dalam hal pendidikan anak penerapan literasi lama (membaca, menulis dan menghitung) “Calistung” perlu dipadukan dengan literasi baru diantaranya literasi data, literasi teknologi serta literasi manusia. Dalam mendukung literasi data, literasi teknologi dan literasi manusia dibutuhkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter pertama kali harus dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga karena keluarga merupakan sumber utama dan pertama bagi anak untuk memperoleh dan membentuk serta mengembangkan karakter. 
Dalam sebuah keluarga, orang tua bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan karakter kepada anak. Artikel ini akan membedah bagaimana pendidikan karakter dalam keluarga dapat mencetak generasi yang siap menghadapi era society 5.0.
Karakter-karakter yang dapat ditanamkan kepada anak untuk menghadapi era society 5.0 antara lain:
Sikap berpikir kritis (critical thinking)
Di era society 5.0, semua orang akan terhubung melalui IoT (Internet of Things) sehingga mudah untuk mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber di belahan dunia manapun, serta mudah untuk saling bertukar informasi. Untuk memperoleh informasi yang berkualitas dan kredibel, diperlukan sikap berpikir kritis. Seorang anak dapat dilatih untuk berpikir kritis mulai dari lingkungan keluarga dengan cara:
a. Orang tua tidak menjadi micromanager bagi anak, artinya orang tua tidak perlu mengawasi anak secara berlebihan. Ketika anak mengerjakan sesuatu, orang tua tidak perlu terjun untuk memperbaikinya atau mendemonstrasikan cara yang benar, karena dikhawatirkan dapat membatasi anak untuk berpikir secara mendalam mengenai apa yang mereka kerjakan.
b. Orang tua membangun kepercayaan kepada anak bahwa mereka bisa menemukan jalan perjuangan mereka sendiri. Semakin sering mereka mengalami masalah, mencoba solusi, dan menemukan hasil yang sukses, maka semakin efisien jalan perjuangan tersebut.
d. Ketika anak mengeluh, sebaiknya orang tua memberikan simpati terlebih dahulu tanpa menanggapi dengan solusi. Dengan simpati, diharapkan anak dapat melepaskan emosionalnya sehingga otak mampu mengakses bagian rasionalnya untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapi.
e. Orang tua sebaiknya tidak memberikan penjelasan yang panjang mengenai sesuatu, karena meskipun itu benar, tidak memberikan pengaruh apapun untuk perkembangan otak anak.
f. Orang tua mengajukan pertanyaan tentang apa yang terjadi sehingga anak dapat memikirkan pilihan dan tindakan mereka terkait masalah yang terjadi.
Rasa ingin tahu yang tinggi (curiosity)
Rasa ingin tahu selalu terlihat pada diri seseorang ketika berada dalam masa kanak-kanak. Rasa ingin tahu tersebut harus dikembangkan sehingga ketika anak tumbuh dewasa, rasa ingin tahu tersebut tetap tertanam dalam dirinya. Hal-hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mengembangkan rasa ingin tahu anak antara lain:
a. Orang tua bisa menjadi role model yang baik bagi anak. Ketika sebuah pertanyaan muncul di kepala orang tua, maka diharapkan orang tua bisa mengucapkannya dengan keras, kemudian mengajak anak untuk bersama-sama mencari jawaban.
b. Ketika anak bertanya, orang tua harus memberikan jawaban atau penjelasan kemudian mendiskusikannya. Jika orang tua tidak bisa menjawab, maka sebaiknya berkata jujur dan mengajak anak untuk mencari jawaban bersama.
c. Orang tua mendorong ketertarikan anak pada suatu hal sehingga anak bisa belajar lebih tentang ketertarikannya itu.
d. Orang tua membekali anak dengan kemampuan untuk mengejar hal-hal yang ingin ia ketahui serta mengajak anak untuk melakukan observasi
g. Orang tua membolehkan anak melakukan kesalahan, sehingga anak bisa mencari cara untuk bangkit dan bergerak maju lagi. Hal ini penting bagi anak agar tetap mengembangkan rasa ingin tahu dan menjadi tangguh.
h. Orang tua tidak menamai kegiatan atau situasi tertentu sebagai sesuatu yang membosankan agar anak tidak berpikir bahwa bosan adalah hal yang wajar. Jika anak tidak terstimulasi, maka dorong anak untuk menemukan sesuatu yang menarik.
Berpikir terbuka (open minded)
Ketika seseorang mengedepankan berpikir terbuka, maka ia akan bersikap obyektif dalam menanggapi segala gangguan yang muncul, sehingga dapat berpikir secara jernih dalam pengambilan keputusan. Orang yang berpikir terbuka juga cenderung mudah untuk memprioritaskan kepentingan umum, sehingga hal ini sesuai dengan misi dari era society 5.0 yang mengutamakan kesejahteraan manusia.
Dalam lingkungan keluarga, orang tua bisa melatih anak untuk berpikir terbuka. Strategi yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut:
a. Orang tua membiasakan anak untuk berinteraksi lintas budaya.
b. Orang tua mengarahkan anak untuk menghindari stereotyping, prasangka dan generalisasi berlebih.
c. Orang tua mengajak anak untuk mempelajari budaya lain.
d. Orang tua mengajarkan kebiasaan memandang sesuatu dari berbagai perspektif yang berbeda.
Kreatif
Masyarakat yang hidup di era society 5.0 dituntut untuk kreatif agar tidak terlibas oleh kemajuan zaman. Hal-hal yang dapat dilakukan orang tua terhadap anak antara lain:
a. Memperbanyak waktu bermain anak;
b Memberikan ruang untuk berkreasi tanpa batas;
c. Membiarkan anak berkreasi meskipun mengakibatkan kekacauan;
d. Tidak takut bosan;
e. Mengizinkan anak untuk menjadi berbeda;
f. Menyelesaikan masalah bersama anak;
g. Lebih menekankan proses daripada hasil;
h. Mendorong rasa ingin tahu;
i. Memfasilitasi tetapi tidak mengontrol;
j. Menghargai kreativitas anak; dan
k. Mendorong anak untuk memainkan berbagai macam permainan kreatif
Menjadi problem solver.
Di era society 5.0, kemampuan problem solving ini sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi masalah di antara berbagai disrupsi yang terjadi dan mampu memberikan beberapa pilihan solusi sehingga diperoleh solusi yang terbaik. Kemampuan problem solving ini tidak tiba-tiba muncul pada diri seseorang, melainkan memerlukan latihan dan pembiasaan sehingga bisa menjadi terampil. Kemampuan problem solving bisa dilatih mulai dari lingkungan keluarga. Hal-hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mendorong anak menjadi problem solver antara lain:
Mengubah permintaan anak menjadi masalah untuk mereka selesaikan;
Ketika anak datang dengan suatu masalah, orang tua mengajukan pertanyaan untuk mendorong pemecahan masalah;
Melatih anak melalui masalah dan rasa khawatir;
Berdiskusi dengan anak dalam rangka bersiap jika terjadi situasi beresiko pada anak;
Menunjukkan sedikit keyakinan; dan
Memberikan tepuk tangan (tidak menjadikan masalah) atas kesalahan dan hal-hal lainnya.
Persiapan menyambut era society 5.0 dapat dimulai dari lingkup terkecil dalam kehidupan, yaitu lingkungan keluarga. Persiapan tersebut melibatkan para anggota keluarga melalui penanaman karakter dalam format pendidikan keluarga. Menghadapi era society 5.0 ini dibutuhkan kemampuan literasi dasar seperti literasi data yaitu kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan informasi (big data) di dunia digital. Kemudian literasi teknologi, memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial intelli-gence, machine learning, engineering principles, biotech). Dan terakhir adalah literasi manusia yaitu humanities, komunikasi & desain.
Comment Closed: MEMBEDAH 5 KARAKTER YANG DITANAMAKAN PADA ANAK UNTUK MENGHADAPI ERA SOCIETY 5.0
Sorry, comment are closed for this post.