Kebanyakan orang pantang memberi, inginnya mendapatkan. Mental Korunian ini terdapat dalam diri kita dalam volume tak sama, tipis tebalnya, Orang Sunda menyebutknya manusia buntut kasiran.
Ingat waktu kecil, suka jail saling identifikasi belakang kepala melihat ujung rambut belakang. Bila ujung rambut mirip buntut kasir dapat dipastikan orang itu keked mengkene, kikir pantang memberi.
Dalam dunia kerja sebagai ASN dan sebagai aktivis organisasi, manusia sejenis pantang memberi dan nafsu menerima jumlahnya tak sedikit. Inilah wajah mentalitas kita semua, inginnya mendapatkan pantang kontribusi.
Manusia altruistik filantropis jumlahnya sangatlah sedikit. Manusia filantropis altruistic adalah jenis manusia langka, Mereka adalah kelompok minority yang inginnya memberi tanpa harap balas, tanpa ingin kembalian.
Memberi bukan untuk mendapatkan adalah mentalitas manusia jenis altrusitik dan filantropis. Bahkan ada sebagian mereka yang atheis, melakukan hal baik bukan karena perintah Tuhan, melainkan hanya etika dan “perintah” kehidupan.
Hidup bagi mereka kaum altruistic filantropis memang harus berbuat baik bukan karena perintah, melainkan karena memang harus baik. Bagi kita umat beragama pada umumnya berbuat baik karena perintah Tuhan. Plus ingin mendapatkan Surga dan Bidadari. Kita berbuat baik asbab “ingin mendapatkan” sesuatu.
Bagus bila kita menduplikasi kaum altruistic filantrofis, berbuat baik karena harus. Bedanya, kita orang beriman asbab perintah Tuhan dan ajaran agama. Ajaran agama memerintahkan kita berakhlak baik.
Saat kita berbuat baik kaum beragama atas keinginan mendapatkan ridha Tuhan. Ini sangat wajar dan baik-baik saja. Ridha Tuhan yang maha Esa adalah sebuah pencapaian spiritual bagi kaum beragama. Ini baik.
Asal jangan sampai kita berbuat baik, dalam mulut mencari ridha Tuhan padahal ingin mendapatkan makhluk bernama Surga dan makhluk Bidadari/Bidadara. Sebaiknya pikiran dan perasaan kita hanya untuk ridha Tuhan saja.
Kita memberi dan berakhlak baik sejatinya bukan untuk menerima hal selain ridha Ilahi. Bukankah Allah, Tuhan yang maha Esa sudah memberi segalanya. Mengapa mesti ingin hal lainnya?
Pemberian atas kelahiran, kehidupan, jodoh, sahabat, udara, air dan segala rezeki yang kita terima, sudahkah kita “kifarati” dengan akhlak baik? Belum tentu terkifarati, sudah “nyosor” ingin Surga, tak cukupkah dengan rezeki saat di dunia?
Malu bila kita ingin Surga dan belum tentu pantas. Rezeki dan nikmat di dunia saja belum tentu terkifarati dan tertebus dengan akhlak baik dan rasa syukur kita pada Tuhan yang maha baik.
Tak cukupkah kita dengan Allah saja, Allah dalam hatimu tak cukupkah memberi nikmat tiada tara yang melintasai apa pun ciptaan_Nya … Cintanya Allah, Tuhan yang maha Esa pada kita, cintanya kita pada Allah adalah nikmat tertinggi.
Atau jangan sampai pikiran dan halu kita, pikiran halu seolah tak butuh Allah tapi hanya butuh Surga dan Bidadari, Sungguh sangat bahaya. Jangan sampai Surga dan Neraka lebih kuat dalam pikiran kita dibanding keberadaan Allah dalam pikir kita.
Sebaiknya kita orang beriman dan semua orang beragama, agama apa pun, simak esensi spiritualitas sufi perempuan Rabiah Al Adawiyah. Ia mengajak kita untuk menempatkan Allah, Tuhan yang Esa di atas segalanya.
Ia mengatakan, “Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut neraka. Bukan pula karena mengharap masuk surga. Tetapi aku mengabdi karena cintaku pada-Nya”.
“ Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, tutuplah pintu surga itu”.
“Tetapi jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, jangan Engkau palingkan keindahan wajah-Mu yang abadi padaku.” Untaian kalimat Rabiah Al Adawiyah ini sangat penting kita maknai.
Jangan sampai kita beragama dan berbuat baik karena kecintaan pada makhluk, bukan karena kecintaan pada Sang Khalik. Semua selain Tuhan adalah makhluk. Orientasi kita sejatinya tidak kepada makhluk tetapi kepada Sang Khalik. Surga dan Neraka adalah makhluk jangan sampai lebih “menarik” dari Sang Khalik.
Bila ada orang berkata, “Jangan doa’kan Saya masuk Surga, apalagi masuk neraka, doa’kan Saya dapat berjumpa dan kembali pada Sang Khalik Allah yang maha cinta”.
“Segala hal tak membuatku terlalu tertarik, ketertarikan Ku hanya pada cintanya Allah dan ridhanya Allah saja, cukup Allah dihati dan pikiran Ku”. Bila ada orang berpikir demikian, tidaklah mengapa, sungguh istimewa.
Hidup bukan untuk Surga dan mengindari Neraka melainkan untuk mencintai Allah dengan mengimani dan mencintai sesama setulus hati tanpa berharap mendapatkan selain_Nya. Selain_Nya tak menarik.
Comment Closed: Memberi Bukan Untuk Mendapatkan
Sorry, comment are closed for this post.