Suatu pagi di sebuah sekolah, Dinda, sang siswi berprestasi kelas 10, menampakkan raut gelisah. Ia baru selesai mengikuti ulangan harian dan merasa telah menunjukkan kinerja terbaik. Akan tetapi, ketika hasil ujian dibagikan, salah seorang teman sekelasnya berkomentar tajam atas jawaban esainya yang dianggap kurang tepat. “Mengapa kamu selalu salah di bagian esai, Dinda? Sepertinya kamu tak pernah belajar dengan benar,” sindir teman sebangkunya. Kritik pedas itu menohok hati Dinda. Meski terasa menyakitkan, ia berusaha menahan emosi dan tak membalas, meski dalam hati bergelut dengan rasa malu dan kecewa.
Kejadian itu membuat Dinda memikirkannya sepanjang hari. Mengapa kritikan sering sulit diterima? Mengapa manusia senang menjatuhkan satu sama lain? Di tengah kegelisahan tersebut, Dinda teringat pada pelajaran agama di mana guru mereka mengajarkan tentang keberanian menghadapi kritik dengan hati yang lapang. Diingatkan akan Yesus yang pernah menerima kritik ketika seorang wanita dikenal sebagai pendosa mendekat dan menyeka kakinya dengan minyak wangi (Lukas 7:36-50). Dalam peristiwa itu, banyak yang mengkritik tindakan wanita tersebut, namun Yesus menunjukkan kasih dan pengampunan, bukan hukuman.
Dinda memahami bahwa kritik tak selalu berarti penghancuran. Ada pelajaran yang dapat diambil dari setiap kritik jika ia berani memandangnya dengan hati yang jernih. “Kritik adalah bagian dari kehidupan. Seperti kata Rocky Gerung, ‘Kritik adalah oksigen bagi demokrasi, tanpa kritik, kita seperti hidup dalam ruang hampa,'” ingat Dinda. Ia mulai menyadari bahwa kritik, meski terasa pahit, dapat menjadi jalan untuk memperbaiki diri, asalkan diterima dengan sikap positif.
Di hari berikutnya, Dinda bertemu dengan teman sebangku yang telah mengkritiknya. Alih-alih merasa marah atau menyimpan dendam, Dinda memilih untuk bersikap tenang. Ia menghampiri temannya dan berkata, “Terima kasih atas kritikanmu. Saya akan memperbaiki cara belajar saya, dan semoga saya dapat lebih baik di ujian selanjutnya.” Dengan sikap tersebut, Dinda merasa lega, dan temannya tampak terkejut, tak menyangka Dinda akan merespons dengan bijak.
Dari pengalaman tersebut, Dinda mengajarkan kita bahwa keberanian sejati bukanlah membalas kritik dengan kata-kata kasar, melainkan menerima kritik dengan hati yang lapang, lalu berusaha menjadi lebih baik. Seperti dalam cerita Injil, Yesus tak menghakimi, tetapi mengasihi dan mengampuni. Semoga kita semua dapat mencontoh keberanian Dinda dan belajar dari kritik dengan sikap rendah hati dan iman yang kuat.
“Kritik, meski pahit, bisa menjadi jalan bagi kita untuk tumbuh dan memperbaiki diri, asalkan diterima dengan sikap yang positif.”
Refleksi
Seorang pemenang selalu melakukan refleksi diri untuk segera mendapatkan pembelajaran yang maksimal. Luangkan waktu dan tuliskan apa yang kamu pelajari.
- Pembelajaran terbesar saya hari ini adalah…
- Formula yang paling berkesan untuk saya adalah…
- Hari ini saya sangat bersyukur karena…
Kreator : Silvianus
Comment Closed: Menanggapi Ujian Kritik
Sorry, comment are closed for this post.