Penulis : Yasir Hadibroto (Member KMO Alineaku)
Bulan oktober 2004, tepat empat bulan pasca wisudaku. Di kamar kosku yang berukuran 9m2 jam meja menunjukkan pukul 03.35 , sholat tahajud telah selesai dan kututup dengan sholat witir 3 rakaat, aku sengaja tidak tidur lagi meskipun ada kantuk di mataku karena tadi malam aku terlambat tidur, seingatku pukul 00.15 aku masih terjaga dan melihat jam di atas meja, gelisah sekali rasanya . Rasa penasaran bercampur was was telah menghinggapiku sejak petang kemarin, menanti hasil tesku yang akan diumumkan hari ini.
Mata sudah berusaha aku pejamkan namun tidak juga dapat tidur sampai akhirnya akupun tertidur entah jam berapa. Tidak lama aku sempat tertidur aku pun terbangun kembali, suasana sangat sunyi. Kutatap kembali jam mejaku yang menunjukkan pukul 03.10. Segera aku ke kamar mandi untuk berwudhu, dingin sekali air kurasakan saat menyentuh jari jemariku. Sajadah yang aku gunakan masih aku biarkan terbentang, kuambil Alquran di atas meja kecil di sudut ruang, sudah tidak baru lagi. Sembari menunggu waktu subuh tiba kubuka lembar demi lembar alquran dan kubaca dengan suara yang tidak terlalu keras. Di antara lembaran lembaran yang aku baca aku terkadang berhenti sejenak untuk sedikit istirahat, hanya satu atau dua menit saja lalu aku lanjutkan kembali hingga waktu sholat subuh tiba.
Setelah sholat subuh, seperti biasa aku ambil secanting (segelas) beras dan kumasukkan ke dalam periuk, kucuci dan kududukkan di atas kompor minyak berwarna hijau, alhamdulillah minyaknya masih cukup untuk sekedar menanak nasi dan merebus telur di atasnya, nasi masak telur pun masak dan cukup untuk sarapan pagi.
Setelah selesai sarapan pagi aku bergegas menuju teras sambil membawa secangkir teh manis. Akupun duduk di kursi jok yang sudah tidak ada busanya lagi dan digantikan oleh selembar papan bekas.
Pengumuman kelulusan CPNS akan dimuat di koran harian lokal, yaitu RB (Rakyat Bengkulu) dan BE (Bengkulu Ekspress). Sambil Menanti penjaja koran lewat Terlintas aku akan wajah dan ucapan mamakku dahulu, “Mamak ingin salah satu dari anak mamak ada yang berhasil menjadi PNS”. Iya PNS adalah pekerjaan yang dipandang sebagai salah satu profesi yang membanggakan bagi orang tua saat itu. Bukan karena penghasilannya yang boleh dikatakan tidaklah berbeda jauh dengan penghasilan profesi lainnya di di daerahku tapi mungkin karena pekerjaannya dipandang tidak banyak melibatkan fisik seperti pekerja di perkebunan atau pertanian. Selain karena selalu tampil bersih dan rapi saat bekerja. O ya kata mamakku kalau jadi PNS penghasilannya rutin setiap bulan sehingga lebih pasti dan membuat kita lebih tenang dalam bekerja. Ya itulah beberapa alasannya.
Mamak dan juga Bapak semakin besar harapannya agar aku bisa berhasil menjadi PNS karena mamak dan Bapak tidak memiliki lahan pertanian maupun perkebunan yang dapat digarap olehku. Mereka telah menjual tanah yang dimiliki satu satunya untuk biaya aku kuliah. Usahapun tidak ada yang dapat diwariskan. Mau buka usaha sendiri tentu memerlukan modal sedangkan mamak dan Bapak hidupnya pas pasan saja.Kakakku ada dua orang, kakak tertua telah menikah dan bekerja sebagai pedagang makanan keliling, sedangkan kakak yang nomor dua bekerja di pulau jawa sebagai buruh di sebuah perusahaan sepatu. Jadi akulah harapan terakhir mereka.
Aku mulai terbayang seandainya aku dinyatakan lulus, betapa bahagianya mamak dan Bapakku, aku dapat memastikan mereka akan tersenyum dan juga menangis bahagia dan sesungguhnya itulah juga kebahagiaanku, melihat mamak dan Bapakku Bahagia. Sebaliknya aku juga membayangkan bagaimana wajah kecewa mereka saat kujawab pertanyaan mereka “piye Di, lulus ora ? dan aku menjawab “ ora Mak, ora Pak”. Aku khawatir sekali mereka akan kecewa dengan wajah lesunya memandang kosong dan jauh ke depan, meskipun sebenarnya masih ada kesempatan di tahun tahun berikutnya bagiku. “ya Allah berikanlah yang terbaik untukku dan mamak Bapakku” gumamku.
Dari kejauhan sayup sayup kudengar suara penjaja koran, “koran, koran” begitu berulang ulang. Semakin lama semakin jelas terdengar. Aku masukkan tangan kananku ke saku celanaku dan kudapatkan uang Rp.2000,00, lebih dari cukup untuk membeli 1 eksemplar koran. Koran dek, ucapku kepada penjaja koran itu, nampaknya ia masih usia sekolah. “ini Bang korannya “ katanya sembari menyerahkan koran dan juga uang kembalian sejumlah Rp.500,00.
Akupun segera masuk ke kamar, dan dengan mengucapkan Bismillah kubuka lembar pertama koran, tidak ada ternyata pengumumannya. Rupanya lembar pengumumannya tersendiri dan terletak di bagian tengah. Kulihat benar ada tulisan pengumuman di bawah logo Kop Surat Pemda stempat. Ada banyak sekali nama dari berbagai formasi. Aku langsung mencari bagian formasi guru, ada abnayk juga dari berbagai jurusan mata pelajaran dan juga jenjang sekolah. Akhirnya kutemukan formasi guru Bahasa Inggris jenjang SMA. Seolah tak Percaya namun jelas kulihat namaku Yasir Hadibroto, S.Pd tertulis di nomor urut satu. Kulihat lagi dan kulihat lagi, tidak salah lagi memang itu namaku dan juga nomor tes milikku yang dinyatakan lulus. Sujud syukur aku, menangis aku karena membayangkan kebahagiaan mamak dan bapakku nanti ketika berita ini kusampaikan.
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam dari kota Bengkulu dengan kendaraan umum, akhirnya aku tiba di rumahku di kampung. Kampungku bernama Desa Tebat Karai. Setengah berlari aku menyusuri gang sempit menuju rumahku, setiba di rumah kulihat ibuku tengah menggoreng bakwan untuk dijual kepada anak anak sekolah SD di depan rumah. “Mamak, assalamualaikum” salamku. Mamak menoleh dan menjawab salamku “waalaikumussalam” dan langsung kupeluk mamakku. “Mamak, aku lulus mak” ujarku. “alhamdulillah Di” jawabnya. Adi adalah panggilan mamakku kepadaku. “terkabul cita cita mamak Di” ucapnya sambil meneteskan air mata. Bapak tiba tiba muncul entah dari mana dia tadi, “aku lulus Pak” sampaiku kepada Bapak. Bapak terdiam sejenak seperti tidak tahu mau bicara apa, dia lalu duduk dan beberapa saat kemudian barulah ia berucap “Alhamdulillahirrobil alamin” dengan suara pelan namun jelas terdengar olehku. Jelas sekali raut bahagianya. Hari dan moment yang membahagiakan buat mamakku, bapakku dan juga aku.
Kini 18 tahun setelah itu, dua wajah itu sudah tidak dapat lagi kupandang secara langsung. Hanya foto dan beberapa lembar baju milik mereka yang masih ada tergantung di lemariku, sebagai kenangan. Semoga Mamak dan Bapak menjadi dua di antara penghuni penghuni surgaNya. Aamiiiin.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Menanti Pagi
Sorry, comment are closed for this post.