Penulis : Iis Istiqomah (Member KMO Alineaku)
Tidak dapat dipungkiri, teknologi memberi dampak besar pada perilaku manusia, salah satunya menyangkut gaya hidup kita. Kemudahan dalam menyebarluaskan informasi membuat orang berlomba-lomba menunjukkan tampilan terbaik bahkan terburuknya demi sebuah popularitas, dan tentu saja uang.
Banyak orang tak segan-segan pamer kemewahan di media sosial. Entah nyata atau hanya sandiwara, tak ayal hal tersebut tetap mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Terutama para remaja yang masih memiliki pemikiran labil. Kemewahan menjadi sebuah trend yang dianggap patut untuk diikuti.
Celakanya, trend pamer kemewahan ini diikuti oleh semua kalangan, termasuk yang memiliki tingkat ekonomi rendah. Dan akibatnya, banyak para remaja berusaha melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang supaya bisa pamer kemewahan, meskipun harus ditempuh dengan jalan yang tidak benar. Sungguh miris.
Semakin tingginya kasus kriminal sekarang ini, salah satunya bisa jadi disebabkan oleh adanya motivasi untuk bergaya hidup mewah. Mulai dari kejahatan kelas teri sampai kelas kakap. Tentu saja ini bukan hal yang baik bagi dirinya sendiri maupun kehidupan bernegara. Apalagi generasi muda merupakan masa depan bangsa yang akan memikul kelangsungan negeri ini.
Berkaca dari fenomena tersebut, kadang diri ini pun tak lepas dari pemikiran untuk membandingkan hidupku dengan orang lain. Si A yang punya rumah dan kendaraan mewah, si B yang sering jalan-jalan dan makan di restoran, si C yang selalu berpenampilan cantik nan glowing. Ah mereka sungguh beruntung, dan pasti Bahagia memiliki semua itu.
Sungguh jauh kondisinya dengan diriku. Rumah ngontrak, boro-boro punya mobil, yang ada hanya sebuah motor butut keluaran sepuluh tahun yang lalu. Apalagi untuk perawatan wajah, paling Cuma pake bedak dan lipstik yang hanya satu-satunya.
Hati ini segera beristighfar manakala pemikiran itu muncul. Rasanya seperti seorang hamba yang tidak bersyukur akan nikmat-Nya. Sungguh manusia tidak tahu diri. Kurenungkan kembali segala yang telah kujalani. Selama ini aku tak pernah kekurangan makan, bahkan sesekali masih bisa makan enak dan “mahal” (dalam ukuranku tentunya). Motor butut yang kumiliki masih bisa berfungsi dengan baik. Aku masih bisa membayar uang sekolah anak-anakku tepat waktu. Masih bisa membayar tagihan listrik rutin di awal bulan. Wajahku juga tak pernah bermasalah meskipun tidak memakai skin care mahal seperti orang-orang. Dan yang paling penting, aku masih bisa memenuhi semua kebutuhanku tanpa harus berhutang.
Ya, ternyata Tuhan tak pernah berhenti memberikan segala nikmat-Nya padaku. Di luar sana, mungkin masih banyak orang yang tidak seberuntung diriku. Aku cukup bahagia hidup di tengah-tengah keluarga kecilku. Apalagi ketika sholat berjamaah bersama suami dan anak-anakku. Masya Allah, bergetar rasanya hati ini.
Berbagai kisah hidup sudah sering kudengar. Baik tentang orang-orang yang kukenal ataupun tidak. Ternyata setiap manusia diberikan kadar ujian dan cobaan yang tidak sama. Karena Tuhan memang memberikannya sesuai kemampuan hamba-Nya. Tidak ada tolak ukur yang menjadi persyaratan untuk merasa bahagia. Bukan harta melimpah, jabatan, wajah rupawan, atau gelar pendidikan yang berderet. Karena faktanya, banyak orang yang memiliki semua itu namun hidupnya tertekan bahkan sampai bunuh diri.
Rumah, kendaraan, hp keren, baju-baju indah, bukanlah tolak ukur utama bahwa seseorang itu kaya. Karena kita juga tidak tahu berapa hutang yang mereka miliki. Jaman sekarang sangat banyak penawaran untuk membeli sesuatu secara kredit. Apalagi ada pepatah (entah dari mana asalnya) yang mengatakan bahwa “kalau kita tidak berhutang, tidak akan punya apa-apa”.
Sangat mengherankan memang kehidupan di jaman sekarang. Orang tidak malu memposting kegiatan jalan-jalan, makan di restoran, belanja barang mewah, sementara dia masih punya hutang. Setiap orang berlomba untuk “tampak bahagia” di dunia maya.
Bahagia itu mahal nilainya, tapi dapat kita raih tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun. Bahagia juga tak perlu kita cari kemana-mana. Karena bahagia itu kita sendiri yang menciptakannya. Lalu bagaimana cara menciptakan rasa bahagia? Bahan yang diperlukan untuk membuat sebuah kebahagiaan hanya satu, yaitu rasa syukur.
Ya, hanya rasa syukur yang dapat membuat kita bahagia. Mungkin sebenarnya setiap orang sudah tahu dan paham tentang ini. Namun masih banyak yang mengabaikannya. Kenapa? Karena mereka masih punya keinginan untuk terlihat “bagus” di mata orang lain, yang justru malah sering menyiksa batin mereka sendiri.
Kita memang butuh uang, itu tak dapat dipungkiri. Tapi yang membedakan setiap diri adalah bagaimana menggunakan uang tersebut. Ada orang yang pandai mengatur uang, ada pula yang senang diatur oleh uang.
Orang yang benar-benar bahagia tak perlu pengakuan dari orang lain bahwa dia bahagia. Bahagia itu cukup dia rasakan sendiri. Tak perlu berdalih “berbagi kebahagiaan” sehingga harus memamerkannya ke khalayak ramai. Karena apa yang membuat kita bahagia belum tentu dapat membuat orang lain juga bahagia. Bahkan mungkin ada saja orang yang tidak senang dengan kebahagiaan kita.
Tapi ada satu hal yang dapat membuat kita dan orang lain bahagia. Yaitu dengan bersedekah. Bersedekah pada orang yang membutuhkan, insya Allah akan membuat mereka yang diberi merasa bahagia. Begitu pula kita yang memberi, pastinya merasa bahagia melihat mereka tersenyum karena pemberian kita. Jadi, kalau ingin selalu bahagia, perbanyaklah bersedekah.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Mencari Bahagia
Sorry, comment are closed for this post.