KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendung Di Benteng Otanaha Bab 10

    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 10

    BY 10 Sep 2024 Dilihat: 173 kali
    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 10_alineaku

    Raut wajah Inayah mengeruh saat mengetahui bahwa ternyata panggilan itu hanya sebuah tuntutan dari teman-temannya yang me-nagih janji atas kinerja mereka kemarin.

    “Kalian nggak tahu, kalau tadi, aku lagi dilamar?!” ujarnya dengan ketus, seketika membuat rekan-rekan sejawatnya terlonjak kaget. Sedetik kemudian mereka bersorak-sorai gembira.

    “Wah, akhirnya Bos dilamar juga ya?” celetuk Heri, setengah menggoda. “Wah, kayaknya Bang Dodit patah hati nih…” sambungnya disambut tawa berderai kawanan reserse Coyote Cobrone tersebut.

    “Eh, aku dengan Dodit nggak ada hubungan apa-apa ya?” tangkis Inayah lagi dengan gusar. Gadis itu kuatir, jika berita itu terdengar oleh Keluarga Lasantu, pasti Sandiaga langsung membatalkan pertunangan.

    “Tapi beneran lho, Bos…” ujar Anton. “Bang Dodit beneran naksir sama Bos…” lelaki itu lalu menceritakan tentang hasrat terpendam pim-pinan raimas Punisher tersebut.

    “Yeee… itu sih urusannya.” ujar Inayah lagi dengan ketus, sembari mengedarkan pandangan mengamati beberapa pengunjung restoran tepi sungai itu.

    “Ya, sudah… ayo makan!” seru Inayah, membuat rekan-rekan se Tim Buser Coyote Cobrone itu kembali bersorak senang.

    “Kita ditraktir, kan Bos?” tukas Anton lagi.

    “Yaaa…. Sudah, tenang saja. Aku bayarin semua!” ujar Inayah. “Untuk merayakan malam lamaran aku juga!”

     “Kita pesan semuanya, Bos?!” rengek Anton.

    “Asal jangan kekenyangan saja. Mam po tingo-tingo ombongo li mongoli, mam barasa poli… (nanti sesak perutnya, baru tahu rasa.)” pesan Inayah mengingatkan anak buahnya.

    “Tenang, Bos. Sengaja kami nggak makan dari rumah. Supaya tangki bisa diisi dengan leluasa.” Sahut Heri.

    “Sudah! Pesan saja!’ pungkas Inayah.

    Usman beranjak menuju meja pemesanan, meminta disediakan dua ekor ayam bakar, lima ons ikan Goropa dan Bubara, empat piring sayur kangkung cah dan tiga bakul besar nasi hangat.

    Sementara menanti pesanan, Inayah meninggalkan kawanannya keluar sejenak dihalaman lalu merogoh sakunya mengeluarkan gawai. Jilbaber itu menghubungi Sandiaga. 

    Sementara itu, Sandiaga baru saja tiba dirumahnya saat gawai yang diletakkan didepan speedometer kendaraannya aktif menyampai-kan panggilan. Masih duduk dipunggung Honda CB19-V5 itu, Sandiaga membuka fitur panggilan. Alisnya sejenak mencuat ketika mengetahui siapa yang menghubunginya. Diaktifkannya panggilan tersebut.

    “Halo,” sapanya. Tanpa memberi kesempatan lelaki itu bicara, Inayah langsung nyerocos.

    “Kamu bisa temani aku?” pancing Inayah.

    “Dimana? Kamu dimana ini? Kok bising sekali?” cecar Sandiaga. Inayah menyebutkan lokasi keberadaan dirinya saat itu.

    “Aku tunggu kamu ya? Jangan terlambat!” pungkas Inayah lalu memutuskan pembicaraan dan memasukkan kembali gawainya ke saku. Ketika Inayah melangkah masuk, ternyata rekan-rekannya telah ber-pesta sendiri tanpa menghiraukannya. Jilbaber itu terkejut dan me-ngamati meja yang penuh hidangan.

    Inayah berdecak kesal. Dia merasa dijebak dan dimanfaatkan oleh rekan-rekan sejawatnya. Jilbaber itu duduk dan mengamati sisa-sisa tulang ayam bakar yang berserakan dipiring. Sayuran semua sudah tandas. Dari tiga bakul besar nasi hangat, hanya sedikit yang tersisa. Inayah memijiti keningnya.

    “Kenapa Bos? Sakit kepala ya?’ tanya Usman.

    “Nggak…” kilah Inayah. “Hanya surprise saja. Nafsu makan kalian tingkat dewa juga ya?” komentarnya menyindir.

    “Yaaa… kan Bos sendiri yang bilang, ini malam kita ditraktir.” respon Anton setengah mengolok. “Sekali-sekali nggak apa deh Bos. Itung-itung sedekah…” setelah itu, lelaki itu bersendawa keras, mem-buat Inayah berdecak lagi.

    “Sudah! Pulang sana!’ sembur Inayah kesal. “Kita ngantor lagi… banyak tugas nih!”

    “Lho? Bukannya kita cuti sehari? Bos lupa atau memang sudah pikun sih?” ujar Anton lalu tertawa.

    “Sudah! Bawa pulang badan kalian itu!” usir Inayah dengan kesal.

    Anton, Heri dan Usman langsung bangkit dan memanggil tiga orang pelacur yang mangkal di restoran itu. Inayah kembali melirik rekan-rekannya dengan jijik.

    Dasar laki-laki gatal… belum puas sama bini dirumah?!

    Inayah menggeleng-gelengkan kepala. Jilbaber itu berdiri dan menyergah. “Eh, kutu-kutu kupret! Cepat enyah dari sini!” jilbaber itu menatap Emil. “Kau bawa tiga ekor logong (kumbang kelapa) beserta kelapa-kelapanya sekalian keluar dari sini!”

    Emil mengangguk lalu bangkit mengajak ketiga rekannya yang ditemani ketiga pelacur itu meninggalkan restoran tersebut. Tak lama kemudian terdengar derum keras mesin Jip Cherokee 448HE mengecil, pertanda kendaraan itu sudah meninggalkan tempatnya. Inayah ter-mangu sendirian disana. Jilbaber itu memeriksa isi dompetnya dan kembali berdecak kesal. 

    Nggak cukup uangku untuk bayar semua ini… dasar perut-perut monster! Bikin aku bangkrut saja!

    Tak berapa lama terdengar bunyi derum sepeda motor mendekat dan berhenti didepan bangunan itu. Sandiaga melangkah masuk. Lelaki itu mengenakan sweater hitam kedodoran dan celana jins serta sepatu sport. Kepala lelaki itu dimahkotai topi bucket hitam. Rambutnya yang panjang setengkuk itu dibiarkan terurai. Inayah menatapi Sandiaga yang mendekatinya. 

    “Kenapa sih lama? Masih mutar-mutar kemana dulu?!” sembur-nya dengan kesal. Sandiaga mengamati sisa-sisa hidangan yang ter-hampar di meja. Senyumnya tersungging. 

    “Aku nggak nyangka kalau kamu itu omnivora sejati…” komentar-nya setengah mengolok.

    “Apa? Ini bukan ulahku!” sanggah Inayah sengit. “Anak buahku bikin ulah yang buat aku ilfeel!” jilbaber itu mengomel lagi. “Sialan, kalau tahu diperas begini, nggak bakalan deh…”

    Sandiaga duduk dipinggir Inayah lalu melambai ke arah kasir. Tak lama seorang gadis muncul membawa notes dan pulpen.

    “Pesan apa, Kak?” tanya gadis itu dengan senyum genit. Sandiaga menunjuk sisa-sisa hidangan di meja. 

    “Hitung semuanya…” pintanya. 

    Gadis itu menatapi semua benda yang berserakan di meja. Gadis itu menyebut sejumlah nominal angka. Sandiaga mengangguk dan mengeluarkan dompetnya. Lelaki itu menyodorkan sebuah kartu.

    “Ada EDC, nggak?” tanya Sandiaga. “Saya nggak bawa uang kontan.”

    Gadis itu mengangguk dan menerima kartu itu. Sepeninggal gadis itu, muncul gadis lainnya membereskan sisa-sisa hidangan di meja. Tak berapa lama gadis yang tadi muncul membawa kartu dan menyodor-kannya kepada Sandiaga dengan senyum.

    Inayah langsung meraih kartu itu dan memelototi si gadis. Pelayan itu berlalu dengan sikap canggung. Masih sempat didengarnya jilbaber itu melontarkan umpatan. 

    “Dasar…. S4s1m4…” omelnya ketus.

    Sandiaga hanya tersenyum mendengar umpatan Inayah. Jilbaber itu balik memelototi lelaki itu sejenak lalu hendak berdiri. Tiba-tiba dia merasakan lelaki itu pergelangan tangannya dicekal. Sandiaga dengan sigap menarik Inayah hingga duduk dipangkuannya. Jilbaber itu kaget dan kembali hendak bangkit, namun Sandiaga menahan pinggulnya. Inayah memperhatikan sekitarnya.

    “Jangan begini dong.” tegur Inayah dengan lirih. “Banyak orang disini!” gadis itu berlagak meronta, merespon Sandiaga mempererat pelukannya.

    “Sekali-sekali nggak apa-apa.” kilah Sandiaga dengan senyum nakal, menatap calon istrinya.

    “Dasar maniso! Mulai monduhu  kau?” tegur Inayah dengan lirih kembali memelototi Sandiaga. Lelaki itu mendesah lirih.

    “Kamu kalau menatap seperti itu, persis tarsius spectrum…” komentar lelaki itu dengan suara pelan. Inayah balas memicingkan matanya. Kembali Sandiaga mendesah. 

    “Apakah sekarang aku terlihat seperti seorang penjahat kelamin dimatamu?” oloknya.

    “Nggak keren, ah!” ujar Inayah dengan ketus.

    “Bagaimana supaya terlihat keren?” pancing Sandiaga. Lama keduanya saling menatap hingga akhirnya Inayah melengos kesal. 

    “Au ah… gelap…” desahnya.

    Tiba-tiba Sandiaga meraih wajah Inayah dan mendekatkan wajah jilbaber itu hingga kedua bibir mereka menyatu. Semula Inayah be-rontak dan meronta, namun lama kelamaan kedua netra Inayah memejam dan dia larut dalam kesyahduan itu. 

    Sandiaga kini melingkarkan lengannya dileher Inayah sebagai-mana jilbaber itu melingkarkan kedua lengannya pada leher lelaki itu. Setelah sekian lama mereka melakukannya, keduanya melepaskan pagutannya dengan pelan.

    “Kamu mau mempermalukan aku, ya?” tegur Inayah dengan lirih. Wajahnya merona kemerahan.

    “Untuk apa aku melakukan hal itu?” sanggah Sandiaga.

    “Kamu memamerkan adegan ini ke semua orang…” kata Inayah dengan lirih, kembali memelototkan mata lentiknya.

    “Sesekali nggak apa-apa…” kilah Sandiaga tersenyum. “Bukannya tadi, kamu juga pamerkan kecupanmu itu dihadapan Umma, Abah sama kedua orang tuaku?”

    Lelaki itu kembali melambai ke arah kasir. Tak lama, gadis yang pernah diumpati Inayah muncul lagi.

    “Saya pesan cemilan Stik Pisang Goroho porsi jumbo sama Udang Goreng dan dua gelas teh hangat…” pesan Sandiaga meraih kartu dari jemari Inayah dan memberikannya kepada gadis itu. Sepeninggal gadis itu, Inayah melepas rangkulannya. 

    “Boleh nggak aku duduk di kursi?’ pintanya. Namun rupanya Sandiaga menggeleng.

    “Nggak… tetap pada posisimu…” balasnya.

    Inayah tak lagi membantah dan tetap duduk dipangkuan lelaki itu. Sandiaga tersenyum lalu mencubit lembut dagu polwan itu. Inayah tersipu.

    “Selamat ya, Abah bilang, kamu sukses menangkap penyelundup hewan langka tadi pagi…” ujar Sandiaga. “Rupanya mereka memanggil-mu untuk merayakan keberhasilan itu?

    “Aku dijebak!” ujar Inayah merajuk.

    “Dijebak?” tukas Sandiaga menautkan alisnya. Inayah mencerita-kan latar belakangnya dari dengungan gawai di kediaman malam itu.

    Tak lama pesanan lelaki itu tiba. Hidangan itu dihampar di meja. Gadis itu kemudian menyerahkan lagi kartu kepada Sandiaga. Lelaki itu menatap kekasihnya.

    “Makanlah…” pintanya.

    “Aku nggak lapar.” sanggah Inayah.

    “Kamu tetap harus makan…” tegas Sandiaga lalu berbisik. “Sejak tadi aku mendengar bunyi ayam berkokok tersumpal dalam rongga lambung kamu.”

    Inayah tersipu lagi dan kembali menggeleng lemah sambil ter-senyum manja.

    “Kita coba pakai gaya baru…” cetus Sandiaga.

    Alis Inayah terangkat. Lelaki itu mengambil satu batang kecil pisang goroho dan mengigitnya serta menjepitnya dengan bibirnya. Sandiaga mendekatkan wajahnya menyodorkan stik pisang dalam jepit-an bibirnya. 

    Inayah tersenyum lalu mendekatkan wajahnya dan mengigit stik pisang itu membuat bibir keduanya kembali menyatu. Inayah menarik wajahnya dan mengunyah stik pisang dengan tersipu. Sandiaga melaku-kannya beberapa kali dan Inayah menyambutnya pula. Memang gaya makan yang aneh, namun terasa mendamaikan hati jilbaber itu.

    “Ayank…” panggil Inayah dengan lembut.

    Sandiaga menatap kekasihnya sambil meraih gelas berisi teh dan meneguknya sekali.

    “Ada apa?” tanya Sandiaga sembari meletakkan gelas itu di meja. Lelaki itu kembali memeluk pinggang Inayah.

    “Ayank nggak nyesal?” tanya Inayah dengan manja. “Kita berdua dijodohin seperti ini…”

    “Nggak… aku malah senang kok.” ujar Sandiaga.

    “Senang? Senang apanya?” tanya Inayah sambil tersipu.

    “Aku nggak perlu repot-repot nyari istri… biniku memang sudah dipersiapkan dari dulu.” jawab Sandiaga mencubit pelan hidung Inayah yang bangir. Gadis itu meringis sesaat lalu tersenyum. 

    “Kalau misalnya besok Abah bilang kita menghadap di sidang BP4R? gimana?” pancing gadis itu lagi.

    “Aku datangin!” tandas Sandiaga dengan mantap. “Kamu nggak dengar permintaanku sama Abah tadi?”

    “Supaya kita dihalalin malam ini?” tukas Inayah tersipu.

    “Iya!” tandas Sandiaga lagi. “Aku nggak mau lama-lama menahan hasrat! Godaannya besar sekali tahu?!”

    Inayah tertawa. Lelaki itu juga akhirnya tertawa. “Kenapa? Lucu ya?” 

    “Iya… Ayank memang lucu dan menggemaskan.” Jawab Inayah lagi. Jilbaber itu duduk menghadap ke arah Sandiaga. Inayah lalu berkata. 

    “Sandiaga Hermawan Lasantu… ataukah kupanggil saja Saburo Mochizuki?” pancingnya.

    “Mana saja nama yang menurut kau suka, panggillah dengan nama itu.” ujar lelaki itu. Inayah tersenyum.

    “Kenapa Ayank melakukan sesuatu yang kelihatannya lebay?’ pancing Inayah. Sandiaga tersenyum.

    “Aku sengaja menegaskan status kita berdua supaya kesemuanya tahu kalau kamu itu milikku…” jawab Sandiaga. Inayah tersenyum lalu mencondongkan tubuhnya mendekati Sandiaga. 

    “Kalau begitu, sekarang kosongkan pikiranmu… dan letakkan aku disitu.” desah jilbaber itu dan memagut bibir Sandiaga dengan lembut.

    * * *

     

    Pekuburan keluarga Gobel nampak sunyi. Namun itu tak me-nyurutkan langkah bagi Trias yang didampingi Saripah, menjejaki jalan setapak yang agak menjorok jauh ke dalam. Setelah sekian jauh me-langkah, tibalah mereka pada sebuah gundukan makam lama. Dipusara tertulis nama:

    INAYAH AZURA GOBEL

    Lahir: Gorontalo 15 Juni 2006

    Wafat: Gorontalo 01 Januari 2024

     

    Trias maju lalu duduk bersila didepan makam tersebut. Jemarinya terulur menjamah tanah makam. Sejenak airmata menetes dipipi lelaki parobaya tersebut.

    “Mi… Pipi datang, Mi…” ujar Trias dengan suara serak.

    Dibelakangnya Saripah sudah duluan susah payah menyusutkan airmata yang sudah membanjir. Wanita itu lalu melangkah dan duduk bersimpuh disisi suaminya.

    Assalam alaikum, Yun…” sahut Saripah menyapa dengan lirih. “Assalam alaikum dara qoumin mu’minin wa atakum ma tu’dun ghadan mu’ajjalun…” sejenak Saripah menarik napas lalu melanjutkan lagi doanya. “Wa inna insya Allahu bikum lahiqun…”

    Trias menghela napasnya yang terasa berat. “Mi… kami berdua merindukanmu…” ujarnya lagi dengan lirih lalu menunduk dan sejenak kemudian tubuh lelaki itu terguncang-guncang pelan menumpahkan emosinya yang tertuang dalam jatuhnya airmata bersama lirih tangis yang terdengar.

    Saripah menyentuh bahu suaminya. Trias mengangkat wajahnya dan menatap Saripah sejenak lalu kembali memandangi makam itu.

    “Kamu nggak kesepian disana, kan?” tukas Trias dengan lirih. “Jangan kuatir, Yun… selama aku… dan Ipah masih hidup, kami akan terus mengirimimu doa…”

    Saripah menatapi makam itu lalu tersenyum ditengah tangisnya. “Kamu bisa pegang janji kami…” tambahnya juga dengan suara yang lirih.

    “Mi… Pipi datang sama Ipah, cuma mau ngabarin… anak kita mau menikah…” ujar Trias sembari menyusut airmatanya. “Sebentar lagi, tanggang jawab kami terhadapnya akan selesai, dan dia akan menelusuri hidupnya bersama lakinya kelak…”

    “Kamu pasti sudah tahu… siapa calon laki, anakmu itu…” tambah Saripah dengan lembut. Trias tersenyum. 

    “Gayanya sebelas-dua belas dengan kita berdua Mi… bayangkan, Sandiaga maksa buat nikahi Iyun malam ini juga… gila, kan?” ujarnya lalu tertawa pelan. Saripah ikut tertawa pelan. Trias menyentuh lengan istrinya dan meremasnya dengan lembut. Ditatapinya makam itu.

    “Mi… makasih sudah milihkan jodoh untuk Pipi…” ujar Trias kemudian menatap Saripah sejenak lalu kembali menatap makam itu. “Seperti kata Mimi, Ipah memang wanita yang kuat…. Pipi sudah membuktikannya selama ini…”

    Saripah tersipu saat Trias memujinya dihadapan makam sahabat-nya itu. wanita parobaya tersebut lalu menatap makam tersebut.

    “Yun, makasih ya, sudah mengijinkan Trias disampingku. Aku janji akan terus menjaganya sekuat tenaganya…” ujar Saripah lagi.

    “Iyun sudah dengar semua ungkapan hati Umma…” ujar Trias. Lelaki parobaya itu kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah Saripah. Wanita parobaya itu menyambutnya dan ikut berdiri disisi suaminya.

    Sebelum mereka meninggalkan makam itu, Trias terlebih dahulu memanjatkan doa atas mendiang istri pertamanya itu.

    Allahuma inni Inayah Azura binti Murad Jalaludin Gobel… fii dzimmatik wa habli dziwarik… fa qihi fitnatil qabri wa adzabinnar, wa Anta ahlal wafa’I wal haq… waghfirlahaa, warhamhaa, wa aafiiha, wa fu’anha, wa aqrim nuzulaha, wa wassir madhkholaha…waghsilha bil ma’I wa salji wal barad…wa naqqihi minal khotoya qama naqqoitats saubal abyadu minaddanas… wa abdilha daaron khairan min daarihaa, wa ahlan khairan min ahlihaa, wa jauzan khairan min jauziha, wa adhilha min adzabi naar.. Innak Anta ghofuururrahiiim… aamiin..

    Trias mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah, diikuti oleh Saripah. Setelah itu keduanya pamit meninggalkan makam itu, menyusuri kembali jalanan setapak dan menghilang dalam kegelapan malam yang sunyi tersebut.[]

     

     

    Kreator : Kartono

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 10

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021