“Bapak kalau mau nembak perempuan itu ya, dilihat-lihat dulu.” tegur Airina Yuki lalu menggeleng-gelengkan kepala. Eddy sendiri sedikit menjadi canggung. Gadis itu melanjutkan kembali,
“Makanya, kemana-mana saya selalu bawa-bawa Ibu Dewi. Saya termasuk dari segelincir orang yang sebenarnya nggak suka kencan.” pungkasnya.
“Lalu?” cecar Eddy.
“Saya hanya mengikuti keinginan orang tua. Kalau mereka bilang saya harus nikah, ya… saya nikah.” jawab Airina Yuki dengan tenang. Eddy tersenyum lagi. Dia mencoba lagi merayu.
“Jikalau begitu, aku akan langsung melamarmu saja kepada orang tuamu.” usulnya. Airina Yuki tertawa lagi.
“Bapak memang suka blak-blakan ya?” sindirnya.
Eddy tersenyum saja disindir seperti itu. Baginya, hal itu sudah biasa dilakukannya. Sudah banyak perempuan yang didapatkannya dengan cara itu. Lelaki itu ingin mencoba lagi peruntungannya. Airina Yuki lalu mendehem sejenak lalu menatap lelaki itu.
“Kayaknya nggak bisa, Pak…” tolak Airina Yuki sambil tersenyum tenang. Menghadapi seorang pengusaha, apalagi yang arogan, memer-lukan kita-kiat tertentu.
“Apakah karena saya terlalu tua bagimu?” tukas Eddy sedikit tersinggung. Perempuan ini agaknya sedikit menantang.
“Bukan begitu… saya harus mencari pasangan yang sekufu…” jawab Airina Yuki membuat alis Eddy mengerut.
“Sekufu?” ulasnya.
Airina Yuki mengangguk. “Ya… sekufu… yang seagama. Itu modal pertama.”
Eddy langsung lemas. Airina Yuki tersenyum lalu menyambung. “Kedua, dia harus bisa menjadi imam yang benar, menguasai bacaan Al-Qur’an, hadis dan beberapa kaidah fiqih tentang hubungan-hubungan manusia.”
“Banyak sekali syaratnya…” keluh Eddy.
“Kalau mencari pasangan karena harta, ketampanan dan status kebangsawanan, itu nggak masuk dalam hitungan saya… agama adalah hal pertama bagi saya.” pungkas Airina Yuki menutup pintu kesempatan bagi Eddy.
Sebenarnya Airina Yuki tahu kalau lelaki didepannya adalah petualang perempuan. Kemampuan fisiognomi dan psikologi gadis itu jauh diatas rata-rata orang biasa. Dia seorang kunoichi yang terlatih, mumpuni seperti ibunya.
“Tapi, kamu itu masih muda, cantik dan…” protes Eddy setengah merayu. Lelaki itu masih berupaya melancarkan pesonanya.
“Justru karena itu, saya nggak memasukkannya dalam hitungan.” sela Airina Yuki. Gadis itu kembali mengulas senyum.
Tak lama kemudian, muncul beberapa pelayan membawakan hidangan dan menghamparkannya di meja. Airina Yuki mempersilahkan lelaki itu menikmati hidangannya. Sementara Airina Yuki tidak sama sekali menyentuh hidangan dan hanya menatap arloji yang melingkar dilengannya. Eddy mengamati gadis itu.
“Kamu kelihatannya sibuk ya?” komentarnya lalu kembali menikmati hidangannya. Airina Yuki tersenyum dan mengangguk.
“Sedikit lagi, saya ada pertemuan dengan relasi lain.” Jawabnya.
Gadis itu lalu menatap ke arah pintu dan tanpa sengaja melihat seorang jilbaber yang memasuki pintu itu. Dia mengenalnya dan langsung melambaikan tangan.
“Tatah…” panggilnya.
Jilbaber itu menatap gadis yang memanggilnya. Senyum jilbaber itu langsung terulas.
“Hai, Yuki!” balasnya.
Eddy mengangkat kembali wajahnya menatap seorang jilbaber yang datang mendekat. Sekali lagi insting cassanovanya bereaksi. Lelaki itu langsung membatin.
Tuhan di Surga… cantik sekali perempuan ini…
Jilbaber itu adalah Inayah Amalia. Dia mengenakan kaos pola garis-garis yang dipadu dengan manset panjang. Bawahannya adalah celana kulot lebar mirip hakama warna hitam dan sepatu kets. Pinggangnya dililit sabuk besar dan disisi dekat gesper, terlihat sepucuk pistol revolver besar jenis Raging Bull 454 Remington yang berkemul dalam holsternya. Sebuah kartu nama tergantung di lehernya. Airina Yuki berdiri menyambut Inayah. Keduanya berpelukan hangat. Inayah lalu menatap Airina Yuki.
“Lagi ngapain disini?” selidik jilbaber itu.
“Lagi kencan…” jawab Airina Yuki dengan tenang.
“Apa?! Kencan?!” seru Inayah lalu tertawa. “Ini sudah yang ke berapa kali?”
Jilbaber itu menatap Eddy yang terpesona dengan kecantikannya. Inayah langsung menangkap aura tebar pesona yang dipancarkan lelaki perayu itu. Seketika jilbaber itu mengaum.
“Eh, kamu kenapa lihat-lihat? Belum pernah lihat perempuan berjilbab sebelumnya?!” sergahnya. Eddy langsung canggung dibentak oleh Inayah. Jilbaber itu menatap Airina Yuki.
“Eh. Laki-laki ini teman kencanmu?!” tukasnya. Airina Yuki ter-tawa lalu mengangguk. Inayah mendengus.
“Nggak cocok! Dia ini lebih pantas jadi papa mertuamu!” pungkasnya membuat Eddy langsung tersedak dikatai jilbaber itu. Airina Yuki langsung memperkenalkan Inayah kepada Eddy. Jilbaber itu lang-sung menyela.
“Bripka Inayah Amalia…” seru Inayah dengan datar dan me-ngamati Eddy makin teliti membuat lelaki itu merasa ditelanjangi oleh aparat hukum itu. Airina Yuki mengajak Inayah duduk.
“Nggak usah. Aku nggak mau mengganggu kencan beda usia ini.” olok Inayah membuat Airina Yuki tertawa lagi.
“Eh, aku lagi pengen belikan sesuatu untuk kakakmu. Kira-kira, dia sukanya makan apa sih? Kesukaannya gitu…” tanya Inayah mencolek lengan calon adik iparnya. Airina Yuki mengangguk.
“Apa saja, asalkan nggak pedas. Kakakku menderita gastritis. Segigit saja rica, akan membuatnya langsung kepedasan.” ujarnya.
“Oooo… begitu ya?” gumam Inayah mengangguk-angguk.
“Tapi akan lebih bagus kalau Tatah menambahkan lima batang rica, dia akan lebih bergairah…” kata Airina Yuki sedikit lirih mengulas senyum nakalnya.
“Oh ya?” seru Inayah dengan senang.
“Coba deh…” hasut gadis itu lagi. Inayah cekikikan lalu meng-angguk. Senyum jahilnya terulas lagi.
“Oke deh… aku coba ya?” sambutnya dengan senyum usil. Airina Yuki mengangguk-angguk pula. Jilbaber itu lalu menatapi Eddy.
“Eh, kamu jaga dia ya? Awas. Setitik saja kulit putihnya ternoda, kulobangi kepalamu. Paham?!” sergah Inayah lagi mendelikkan matanya membuat Eddy langsung mengangguk-anggukkan kepalanya berkali-kali. Inayah lalu membalik meninggalkan kedua pasangan kencan itu. Se-peninggal Inayah, lelaki itu mendengus.
“Untung saja kau nggak tinggal di Manado…” gerutunya dengan lirih. Airina Yuki mengamati wajah Eddy lalu bicara.
“Hati-hati… dia itu anaknya Kapolda Gorontalo.” ujarnya.
Keterangan Airina Yuki membuat Eddy kembali terhenyak lalu meneguk ludah berkali-kali. Airina Yuki lalu mulai menjahili lelaki itu.
“Dan kekasihnya, juara dunia MMA Interkontinental… sekali tinju, kujamin istri anda langsung alih status jadi janda.” ujar Airina Yuki dengan wajah serius.
“Apa?” seru Eddy dengan kaget.
“Anda mau lihat tampang kekasihnya?” pancing Airina Yuki. “Aku punya fotonya…”
Airina Yuki langsung mengeluarkan gawai dan membuka fitur penyimpan foto. Dia memperlihatkan potret yang menampilkan seorang lelaki dengan rambut panjang setengkuk yang dikuncir, mengenakan haori yang terbuka memperlihatkan rajahan irezumi yang menghias dadanya. Wajah lelaki itu sangat tampan dan mirip dengan wajah Airina Yuki. Eddy meneguk ludahnya lagi.
“Ini pacarnya?” tukasnya mengerutkan alis.
“Calon suaminya.” tandas Airina Yuki. “Tiga hari lagi mereka akan menghadiri sidang BP4R untuk persiapan pernikahan.”
“Kok wajah laki-laki ini mirip denganmu?” tukas Eddy.
“Dia, kan kakak lelakiku!” pungkas Airina Yuki, membuat Eddy langsung memutuskan mencoret Airina Yuki dari daftar wanita yang ingin dijadikan peliharaannya. Perempuan ini dilindungi oleh seekor macan yang haus darah, sangat kentara dari tatapan mata pemuda itu yang tajam.
* * *
Inayah memarkir Roll-Royce milik ayahnya didepan beranda rumah kediaman Keluarga Lasantu. Opsir itu melangkah keluar dari mobil taktis itu menenteng sebuah bungkusan. Inayah melangkah menaiki tangga dan menautkan alisnya mengamati keadaan rumah.
Kok sepi ya? Pada kemana sih? Jangan-jangan Sandiaga juga nggak ada…
Jilbaber itu maju dan mengetok pintu.
TOK-TOK-TOK…
CEKLEK!!!
Pintu itu membuka. Seorang lelaki keluar dan terkejut menatap Inayah.
“Kamu…” ujarnya terkejut.
“Iya! Aku! Memangnya setan?!” todong Inayah langsung pasang wajah jutek. Sandiaga menutup pintu dan mengajak kekasihnya duduk di sofa di beranda.
“Kupikir Mama dan Papa yang pulang…” ujar Sandiaga.
“Memang mereka kemana?” tanya Inayah.
“Ke Suwawa… jenguk Bapu sama Nene…” jawab Sandiaga lalu menatap bungkusan yang tergantung dikaitan jemari lentik jilbaber itu. Tatapan pemuda itu kembali terarah ke wajah Inayah.
“Kamu nggak ngantor?” selidik Sandiaga memicingkan mata. Inayah meletakkan bungkusan di meja.
“Aku beliin ini untuk Ayank…” ujar jilbaber itu. Sandiaga meng-amati bungkusan itu membuat Inayah lalu mendengus.
“Kalau nggak suka, biar kubuang saja…” gertaknya hendak meraih bungkusan itu.
TAP!!!
Pergelangan tangan Inayah dicekal Sandiaga dengan cepat. Tangan lelaki itu lalu terulur membuka bungkusan itu dan mengeluarkan sebuah kotak kertas, lalu membukanya. Inayah sendiri sudah sejak tadi susah-payah menahan tawa saat melihat Sandiaga menatap isi kotak itu dengan penuh hasrat. Isi dalam kotak itu termasuk dari jenis makanan kesukaannya. Senyum lelaki itu terbit.
“Makasih, ya…” ucap Sandiaga.
Inayah hanya mengangguk-angguk saja. Sandiaga mencomot sebatang risoles yang terlihat garing. Laki-laki itu tak menyadari bahwa dia sekarang berada dalam jebakan. Kue itu sudah disumpal Inayah dengan lima batang cabe rawit. Sandiaga lalu mulai memakan risoles itu.
KRESSS…KRESSS…CESSSS!!!!
UHK…
Sandiaga sempat mematung dan wajahnya yang cerah perlahan mulai memerah dan makin merah. Lelaki itu menatapi Inayah. Kedua matanya sudah berair.
“Yun…” desis Sandiaga.
Laki-laki itu merasakan hawa terbakar dirongga mulutnya karena sukses melumat lima batang cabe rawit dalam risoles itu. Sandiaga terjebak dalam dilema untuk memuntahkan makanan itu atau tidak. Kedua pilihan memiliki resiko yang sama besarnya. Disisi lain adalah kemarahan Inayah, dan disisi lainnya adalah kemarahan organ dalamnya sendiri karena dipecundangi.
“Kenapa?” tanya Inayah pura-pura bego.
Dengan penuh keterpaksaan yang menyiksa, Sandiaga memaksa muara amandelnya untuk mendorong makanan masuk ke kerongkong-an. Kedua matanya makin berair. Tentunya saluran kerongkongannya akan melakukan pijatan peristaltik dengan lebih gemas. Tanpa sadar, Sandiaga mulai mendesis keras.
“Enak kan?” pancing Inayah. Sandiaga mengangguk-angguk saja. Lelaki itu lalu berdiri.
“Aku minta ijin dulu ke kamar kecil ya?” pintanya.
Tanpa menunggu ijin. Lelaki itu langsung menghambur memasuki rumah. Wajahnya terlihat begitu menderita. Sepeninggal laki-laki itu, Inayah mencomot sebatang risoles dan memakannya. Ketika kunyahan-nya menggiling kelima batang cabe itu, Inayah langsung merasakan hawa terbakar. Jilbaber itu membuka mulut. Dia kepedasan. Kedua tangannya sontak mengipasi wajah. Inayah langsung bangkit dan berlari menuju ke dalam rumah. Sementara menyeberangi ruangan, gadis itu merutuk.
Aduuuh… Ya Allah. Tobaaat… Ayaaaank… maafin Iyun, Yaaank….
Jilbaber itu tiba di dapur dan langsung membuka kulkas, meng-ambil sebotol air mineral dingin, membuka tutupnya dan langsung me-neguknya berkali-kali seperti kesetanan.
Hufffff….aduuuuh… Yuki harus dihukum nih. Beraninya dia menghasutku… awas kau ya???
“Kukira kamu bisa menahan pedasnya kue itu.” komentar Sandiaga yang sudah berada dibelakang Inayah. Jilbaber itu terkejut dan langsung berbalik. Sandiaga mengurung jilbaber itu dengan kedua lengannya. Inayah hanya menundukkan wajahnya. Tubuhnya tersandar di dinding.
“Maaf… tadi aku cuma mau ngeprank…” ujarnya lirih.
“Mestinya sebagai seorang penyelidik, kamu punya mata yang awas. Kamu kan pernah lihat cara makanku di O’Hara?’ tukas Sandiaga dengan datar. Inayah membujuk kekasihnya dengan pameran senyum menawan.
“Maafin ya?” pintanya merengek.
“Rupanya, kamu harus dihukum…” gertak Sandiaga menggeram mulai mencondongkan wajahnya ke depan.
Ketika Sandiaga mendekatkan wajahnya, sontak Inayah meme-jamkan mata dan merekahkan bibirnya. Keduanya menyatu dalam adegan ciuman itu. Ketika memanas, Sandiaga mengeluarkan jilbab dari kepala Inayah, membiarkan rambut ikal gadis itu menjuntai panjang ke pinggul.
Inayah tak mau kalah. Diraihnya punggung Sandiaga dan mulai dia mencakar menyebabkan kemeja bagian punggung lelaki itu robek besar.
KREK!!!! KREK!!!!
Tiba-tiba…
PLAK!!! AKH…
BUGH!!! UHHH…
Tubuh Sandiaga seketika menggeloyor lemas dan terbaring dilantai. Inayah terkejut dan langsung membekap mulutnya, mengetahui siapa yang berada dibelakang lelaki tadi.
Azkiya berdiri bercakak pinggang dengan wajah menegang. Inayah langsung surut nyali ditatapi sedemikian rupa. Dibelakang wanita itu. Kenzie juga menatap dengan wajah gusar.
“Apa yang kalian lakukan?!” sergahnya dengan datar.
Inayah tak bisa menjawab apapun. Mulutnya terbungkam. Sedangkan Sandiaga tetap saja terbaring dilantai, tak bergerak sedikit-pun. []
Kreator : Kartono
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 12
Sorry, comment are closed for this post.