Saburo menghela napas dan menghembuskannya kembali membiarkan uap napasnya mengepul keluar dari mulut bagaikan uap kereta api yang keluar dari cerobong lokomotif. Pemuda itu kemudian menuruni undakan tangga pesawat dan melenggang santai menyusuri landasan pacu hingga akhirnya tiba dibagian terminal Bandara Haneda, Tokyo.
Ternyata Takagi, pamannya telah menunggu disana. Lelaki paro-baya tersebut langsung menyambut ponakannya yang baru tiba dalam penerbangan 11 jam dari Indonesia.
“Aku senang kau memenuhi panggilan kami…” ujar Takagi setelah memeluk mesra ponakannya tersebut.
“Sebenarnya ada masalah apa sih?” tanya Saburo.
“Biar nanti kujelaskan diperjalanan saja.” ujar Takagi meminta Saburo agar mengikutinya.
Keduanya melangkah santai menyusuri terminal yang dipenuhi banyak pengunjung. Akhirnya mereka tiba diluar gedung. Disana telah menanti sebuah mobil. Takagi segera menyuruh ponakannya untuk masuk. Tak berapa lama, kendaraan tersebut melaju meninggalkan bandara internasional tersebut. Dalam perjalanan tersebut, Takagi menjelaskan segala permasalahan yang berkaitan dengan Kikuchiyo. Saburo mengangguk-angguk sejenak lalu menghela napas.
“Padahal kita dengan mereka sama-sama kaum Genyosha, kok tega benar mereka menikam kawan sendiri?” tukas pemuda tersebut.
Genyosha, dulunya adalah golongan Pan-Asia yang berpengaruh di kalangan politisi Jepang sejak tahun 1851 yang didirikan oleh Kotaro Hiraoka dan Mitsuru Toyama, dua mantan samurai yang beralih status menjadi pengusaha tambang di Manchuria, pada era Meiji. Nama ini diambil dari nama Laut Genkai yang berlokasi dibarat laut Jepang.
Sandiaga sudah mengetahui sejarah perkumpulan klandestin itu dari arsip perpustakaan pribadi dikediamannya, Izumo no Kami Shimo-yashiki. Takagi melanjutkan perkataannya.
“Itulah sebabnya Tatsuya memanggilmu…” ujar Takagi.
Saburo menatap pamannya agak lama, lalu kembali menatap pemandangan kota Tokyo yang sekarang sudah dipenuhi bangunan-bangunan pencakar langit.
“Aku tak bisa menghubungi Ryuzo Unno.” ujar Takagi. “Sepupu-mu itu sedang menjalani ritual kaihōgyō di Biara Einryaku di Gunung Hiei… sebagai parktisi aliran Tendai, itu adalah kewajiban dia sebagai seorang biksu petarung.”
“Kalau Kaneko Nezu?” pancing Saburo.
“Dia sedang berada di Hongkong, sebagai perwakilan Kikuchiyo… mungkin sebulan lagi, dia baru di izinkan Tuan Tatsuya, kembali ke Tokyo.” jawab Takagi. Saburo kembali melayangkan pemandangan ke jalanan. Takagi menghela napas.
“Dari Tiga Pilar Klan Shigeno, hanya kau yang lowong saat ini… jadi, aku diperintah Tuan Tatsuya untuk memanggilmu…” sambungnya.
“Tuan Shigeno sekarang berada dimana?” tanya Saburo.
“Beliau berada di kediaman keluarga besarnya, di Nagano.” jawab Takagi.
“Kita kesana sekarang?” tanya Saburo lagi. Takagi mengangguk membuat Saburo kembali melayangkan tatapannya ke luar jendela mobil.
Tak lama kemudian mobil yang membawa dua orang itu melaju membelah jalan raya yang padat tersebut. Kendaraan itu bergerak meninggalkan Kota Tokyo, menuju ke wilayah Chubu, tepatnya di Prefektur Nagano.
* * *
Saburo berdiri tegak dihadapan seorang lelaki parobaya yang memakai pakaian tradisional, duduk diatas sebuah panggung kecil mirip kamiza yang berada diujung ruangan yang luas tersebut. Di belakang lelaki itu, berdiri Takagi yang berkedudukan sebagai wakilnya.
Lelaki berusia 50 tahunan itu adalah Tatsuya Shigeno, salah satu dedengkot pengusaha yang berpengaruh di wilayah Chubu. Koneksinya menggurita hingga ke orang-orang pemerintahan di negeri matahari terbit tersebut.
Selain itu, Tatsuya adalah kepala (Katoku) dari Klan Shigeno. Klan ini sudah eksis sejak jaman Heian, didirikan oleh tiga keluarga yang berkoalisi membentuk sebuah klan samurai untuk memperkuat hegemoni kekuasaan mereka di Propinsi Shinano (sekarang disebut Prefektur Nagano) di wilayah Shinsu (sekarang disebut Chubu). Klan ini, meskipun tidak berafiliasi kepada keluarga Genji (Minamoto), namun menjadi abdi setia dari putra kelima Kaisar Seiwa, yaitu Pangeran Sadayasu.
“Bagaimana kabarmu, Saburo Koga?” sapa Tatsuya Shigeno sembari mengulas senyum datarnya. “Kudengar dari Takagi, kamu pernah menantang salah satu pendekar ternama dari Kuil Shorinji di Tadotsu…”
“Sebagai petarung, musho-shugyo selalu menjadi rutinitas keseharianku…” ujar pemuda itu menjelaskan latar belakangnya. Pemuda itu menarik napas sejenak lalu bertanya. “Apa tugasku kali ini, Tuanku?”
Tatsuya tersenyum. “Kau memang putranya Shi no Hana…” puji lelaki parobaya itu menyebut gelar Chiyome (Azkiya) semasa muda sebagai seorang raja petarung. Lelaki itu lalu mengangguk-angguk dan menatap Saburo dengan tatapan tajam.
“Sebagai atase militer Klan Shigeno… kau wajib menegakkan keadilan yang menjadi prinsip dasar keluarga besar kita.” Tandas Tatsuya Shigeno dengan tegas. Pemuda itu dengan takjim mendengar-kan perkataan lelaki parobaya itu lalu membungkuk patuh.
“Aku ingin kau melakukan sesuatu…” pinta Tatsuya.
“Katakan saja, Tuanku…” sahut Saburo.
“Culik putri bungsu dari Naikaku Shorin Daijin di kediamannya di Chiyoda!” tandas Tatsuya Shigeno menegaskan perintahnya.
“Akan saya lakukan…” ujar Saburo dengan patuh.
“Penjagaan kediaman Yang Terhormat Perdana Menteri di-perkuat beberapa lapis pasukan bersenjata lengkap.” ujar Tatsuya masih dengan sorot tajam. “Kurasa, kau memerlukan beberapa personil bantu-an untuk mensukseskan misi ini…”
“Saya tak memerlukan mereka.” jawab Saburo Koga dengan dingin. “Saya bisa melakukannya sendirian…”
Tatsuya Shigeno kembali tersenyum. “Kurasa aku tak salah meminta Takagi untuk mengembankan tugas ini untukmu…”
Saburo hanya mengangguk saja. Tugasnya sebagai pentolan dari salah satu panglima klan Shigeno sudah dimulai.
* * *
Saburo meneliti lebih lanjut calon targetnya. Gadis itu adalah Rosemary Hasegawa, anak ketiga dari perdana menteri bernama Ryoma Hasegawa. Keluarga ini merupakan salah satu pendukung kuat kekaisaran sejak era Bakumatsu, bersama-sama segolongan samurai dari Satsuma dan Choshu. Keluarga Hasegawa adalah salah satu pendukung fraksi Daikaku, yaitu salah satu dari dua golongan keluarga samurai pendukung kekaisaran sejak jaman Nanbokuchō.
Hal yang membuat Saburo berminat adalah galur silsilah dari Ryoma Hasegawa yang ternyata merupakan keturunan ke 20 dari Chikaranosuke Hidenobu Hasegawa yang merupakan seorang pakar pedang pendiri cabang aliran Eishin yang melegenda pada jaman perang saudara. Beliau adalah penerus perguruan Musō Jikiden yang dicetuskan pertama kali oleh Shigenobu Jinsuke Hayashizaki.
Saburo membuang napasnya yang kemudian berkepul-kepul keluar. Hawa dingin dari musim salju sudah mulai merambah Jepang sejak awal Desember tadi. Pemuda itu memicingkan mata sejenak menatap potret Rosemary yang terlihat begitu cantik dan anggun.
Pemuda itu telah mengenakan sozuku hitam lengan pendek yang dibalut dengan rompi taktis yang diisi beberapa alat-alat khas ninjutsu. Kesepuluh jemarinya telah dibalut sarung tangan kulit. Celana zubon hitam yang dipadu jikatabi. Saburo kemudian menutupi wajahnya dengan masker lalu bergerak dengan cepat meninggalkan tempat ter-sebut.
* * *
Apa yang dikatakan Tatsuya Shigeno tentang penjagaan di kediaman Hasegawa di Kantei, Chiyoda memang benar. Saburo mengakui misi yang diembannya kali ini, sedikit lebih menantang. Bagaimanapun, teknologi persenjataan manusia sudah mencapai tahap canggih sehingga peralatan dan cara-cara kuno tidak akan bisa me-nandingi kecanggihan alutsista yang dimiliki para pasukan pengawal khusus itu.
Saburo mengintari kawasan tersebut dari satu titik, ke titik lainnya mencari letak kelamahan dari sistim penjagaan yang diterapkan oleh pasukan tersebut. Semua taktik dan strategi sepenuhnya sama, meskipun jaman telah berganti. Jika pertahanan dibagian depan diperkuat, maka bagian belakang akan menjadi lemah. Jika bagian kanan lebih kuat, maka bagian kiri akan gampang disusupi. Sebaliknya jika sistim pertahanan diterapkan secara merata, maka kelemahannya pun tersebar merata.
Tak lama kemudian pemuda itu tersenyum saat menemukan sebuah titik rawan yang bisa dimasuki. Pemuda itu, mengandalkan teknik hayagakejutsu yang telah dilatihnya sedemikian rupa. Gerakan-nya begitu cepat sehingga tak disadari oleh siapapun yang lengah atau tak waspada.
Saburo tidak berminat untuk menghabisi lawan, kecuali jika dalam keadaan yang sangat terpaksa. Kebuasan seorang praktisi ninjutsu kuno, benar-benar tidak diterapkannya secara menyeluruh karena dalam ajaran agamanya, membunuh tanpa alasan termasuk dalam tujuh dosa besar yang sulit untuk diampuni.
Saburo berhasil menyusup tanpa terdeteksi. Namun penjagaan di ring kedua sudah sangat ketat. Pemuda itu tak boleh mengandalkan kecakapan fisiknya yang memang sudah tertempa penuh. Alat-alat khusus diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal tersebut.
Dari kantung rompinya, Saburo mengeluarkan dua butir bola yang berfungsi sebagai alat pengalih perhatian. Di bantingnya dua benda itu ke lantai.
BRUSSSSSTTTTT….
Kamera-kamera pengintai yang tersebar di wilayah itu tak bisa mendeteksi keberadaan Saburo akibat efek yang ditimbulkan oleh dua butir bola yang meledak saat dibantingkan ke lantai. Dengan kecakapan hayagakejutsunya, pemuda itu melesat cepat menuju ke bagian utama gedung dimana targetnya berdiam.
Ryoma Hasegawa, orang nomor satu di jajaran pemerintahan negeri itu, tak menyangka kediamannya yang begitu kukuh dan ketat, dapat disusupi oleh seseorang yang tak disangka. Dan lelaki parobaya itu pasti akan terkejut saat menyadari sesuatu yang paling dicintainya tiba-tiba raib bagai ditelan bumi. []
Kreator : Kartono
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 15
Sorry, comment are closed for this post.