KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendung Di Benteng Otanaha Bab 21

    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 21

    BY 18 Sep 2024 Dilihat: 17 kali
    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 21_alineaku

    TANTANGAN YANG PATUT DI LAYANI

    Winda Bulotio, selain seorang mahasiswi Universitas Airlangga, semester tengah, juga seorang praktisi seni beladiri ciptaan Jenderal Cho Hong Hi. Saat ini dia adalah seorang sabeum tingkat 4. Hari itu dia membuat ulah di ruangan lobi kantor PT. Buana Asparaga, Tbk. hanya untuk meminta dipertemukan dengan Airina Yuki. Meskipun petugas resepsionis sudah menolaknya dengan halus, namun gadis itu tetap ngotot.

    Keributan itu memancing beberapa sekuriti yang mendatangi Winda. Salah satunya menyergap, menyuruhnya diam dan memintanya untuk segera meninggalkan tempat itu.

    “Sekuriti-sekuriti ini tak akan membuatku meluruhkan niatku!” seru Winda dengan angkuh. “Kemarilah kalian!”

    Dengan geram semua sekuriti itu maju menyerang Winda. Dengan cepat, Winda menyarangkan tendangan ap chagi ke dada salah satu sekuriti hingga dia terhempas ke belakang dan membentur dinding.

    Melihat rekannya jatuh, yang lainnya makin menggencarkan serangannya. Winda kembali melayangkan tendangan dolke chagi ke seluruh sekuriti tersebut. Sebagiannya yang masih sanggup bangkit, kembali menyerang Winda.

    Mereka mengayunkan tongkat mengincar leher Winda. Mahasiswi itu langsung menangkis dengan pola momtong bakkat dan menangkap tongkat lawannya lalu menariknya. Sekuriti itu tertarik ke depan. Winda langsung mengayunkan teknik jebi poom mok chigi menghantam leher sekuriti tersebut. 

    Sekuriti lainnya maju menyerang Winda. Gadis itu menangkis dengan pola batang son arae makki, menampar kaki sekuriti itu lalu kembali melayangkan teknik han sonnal mok chigi menghantam leher sekuriti itu. Mereka pingsan terkena serangan itu.

    Sementara petugas resepsionis langsung menghubungi Dewinta Basumbul memberitakan kekacauan yang berlangsung di ruang lobi, beserta latar belakang kejadiannya. Dewinta menyampaikan berita itu kepada Airina. Dengan wajah dingin, Airina bersama Dewinta memasuki lift yang membawa keduanya ke lantai lobi.

    Di sana mereka mendapati tubuh-tubuh sekuriti yang terkapar pingsan. Di tengah ruangan, berdiri seorang wanita bersikap angkuh. Airina bisa menerka siapa wanita itu dari kemiripan wajahnya dengan seseorang.

    “Kamu… adiknya Bang Faris, kan?” tebak Airina dengan datar. Gadis itu lalu mengamati ruangan itu dan kembali menyambung. 

    “Apakah mempecundangi para sekuriti ini dapat membuktikan kemampuan anda lebih hebat dari mereka?” tegur wakil Presdir tersebut dengan anggun. Winda menoleh menatap Airina. Dia dapat menyaksikan kedua kornea Wakil Presdir PT. Buana Asparaga, Tbk. itu berubah warna dari coklat tua ke biru pucat keabu-abuan.

    Airina membisiki Dewinta, “Bawa sekuriti-sekuriti ini ke kamar medis.”

    Dewinta mengangguk dan memerintahkan beberapa petugas resepsionis untuk memanggul para sekuriti yang terluka parah, meninggalkan ruangan.

    “Tinggalkan kami berdua sendiri!” seru Airina lagi.

    Semua karyawan di ruangan itu, terkecuali Dewinta, langsung menyingkir dari sana, mengosongkan ruangan lobi. Airina kembali menatap Winda. 

    “Alangkah sayang jika kompetensi itu hanya digunakan untuk menunjukkan arogansi…” tegur Airina.

    Winda tertawa lalu menuding Airina, “Kudengar kalau kamu seorang praktisi beladiri sama sepertiku… aku ingin menjajalnya!”

    “Sebegitu pentingkah hal tersebut?” pancing Airina.

    “Sangat penting!” tandas Winda. Airina langsung mengangguk mantap kemudian memasang sikap tempurnya. 

    “Aku menyerah kalah. Nah, silahkan pergi…” pintanya dengan datar menunjuk pintu utama.

    “Anda tak berani, atau malah takut berkelahi?” sindir Winda. Airina hanya menghela napas lalu menjawab.

    “Pertarungan hanya akan membawa petaka. Jika bukan karena luka, maka hanya sebuah rasa malu disebabkan oleh kenyataan yang tak sesuai pengharapan.” jawabnya diplomatis.

    Winda mendengus. “Kamu nggak usah sungkan padaku! Dan, jangan pernah ceritakan pertarungan kita sama Kak Faris.” ancamnya.

    “Saya orang yang profesional.” jawab Airina dengan datar.

    Winda langsung memasang postur dwit koobi. Kedua tangannya terangkat membentuk gaya chigi. Satunya teracung kedepan, satunya melindungi wilayah dada.

    “Kita tak perlu berkelahi…” bujuk Airina lagi.

    “Kamu sudah kalah!’ seru Winda menerjang melayangkan tendangan ap chagi mengancam wajah Airina. Namun deputi direktur itu dengan tenang menggeser kepalanya sedikit ke samping dan tendangan lawan hanya mengenai ruang kosong.

    Geram, membuat Winda kembali maju menerjangkan tendangan ganda, narae chagi. Airina sekali lagi menggeser kakinya ke samping bersama tubuhnya. Begitu kaki Winda menjejak lantai, dia kembali melayangkan tendangan dwi hurigi mengincar leher lawannya.

    Airina melompat ke belakang dengan ringan dan menjejak lantai dengan lembut. Tatapannya makin menghujam. 

    “Baiklah… kamu jual… saya beli…” desisnya dengan lirih.

    Airina mengaplikasikan postur tsuru ashi kemudian maju berubah ke postur kokutsu. Tangan satunya terarah kedepan membentuk pola ippon nukite sedang tangan lainnya melintang disisi wajahnya. Gadis itu memperagakan jurus hangetsu tsuki, khas aliran Kunoichi.

    “Ini yang aku mau!” seru Winda hendak menerjang melayangkan tendangan yeop chagi kearah Airina. Tanpa mengarahkan teriakan ki-ai, gadis itu maju menghantam tapak sepatu mahasiswi itu dengan tinju ippon nukite nya.

    TUK!!!!

    Tapak sepatu itu jebol dan ruas telunjuk Airina menembus dan menghujam tapak kaki Winda. Mahasiswi itu mengaduh dan menarik kakinya yang terasa kesemutan. Airina menarik serangannya dan merubah postur kakinya ke sochin, sedang kedua jemarinya membentuk pola cakar macan. Satunya terarah agak rendah kedepan dan satunya berada di depan dadanya. 

    Mengetahui tingkat kemampuan lawannya, memaksa Winda menggunakan postur beom seogi dan kedua tangannya membentuk pola bertahan. Postur gadis itu tidak sempurna membuat Airina mengembalikan posturnya ke shizentai.

    “Sudahlah… aku mengaku kalah.” kata Airina dengan iba dan melangkah mendekati mahasiswi itu.

    Jengkel dengan sikap Airina membuat Winda nekad menerjang dan menggertak dengan tendangan yeop chagi membuat Airina ter-pancing mengangkat tangannya menangkis dengan pola age uke. Winda menarik kakinya dan maju menghantamkan tinju digeutja jireugi.

    BUK!!!!

    Airina terpaksa mengisi saja rongga tubuhnya dengan kekuatan murni Kyu In no Ki, aura dingin mengitari tubuh gadis itu. Tubuh Airina memang terlempar namun berhasil meredam daya dorong pukulan lawan. Airina mengatur napasnya dan menatap Winda.

    “Baiklah… tak ada gunanya aku beriba hati…” gumam Airina kembali mengaktifkan aliran tenaga sakti Kyu In no Ki. Sekali lagi aura berhawa dingin mengitari tubuhnya. Gadis itu mempersiapkan pukulan yang dipelajarinya dari ibunya. Gadis itu berniat menggunakan salah satu seni kuno khas Kunoichi, yaitu Kojutsu – seni beladiri tangan kosong – yang mirip dengan Aikijujutsu yang dipraktikkan kaum onna bugeisha.

    Kali ini Airina berinisiatif maju menyerang, sengaja menghasut lawannya. Winda terpancing mengayunkan tendangan narae chagi. Namun belum sempat kakinya terangkat, Winda terkejut melihat Airina yang tiba-tiba sudah berada di depannya dengan tatapan mencorong menakutkan. Warna biru pucat keabu-abuan di kedua kornea mata Presdir itu menimbulkan aura aneh yang menyedot semangat Winda.

    Terpaksa mahasiswi itu melayangkan pukulan dollyeo jireugi, namun segera ditampar Airina dan gadis itu maju menghantamkan tusukan empat ujung jari ke perut Winda membuat mahasiswi itu tersentak dan seketika terhempas jauh dan jatuh ke belakang dengan posisi duduk bersimpuh. Winda tak mampu lagi menggerakkan tubuhnya, seakan seluruh tenaganya raib.

    “Apa yang kau lakukan padaku?” desis Winda dengan cemas.

    “Gyokyo Nuki Shinpo.” jawab Airina memberitahu jurusnya. “Salah satu teknik tinggi dalam aliran Kunoichi yang kupelajari dari Mama.” Gadis itu lalu mendekati Winda dan berlutut di hadapannya.

    “Kau memaksaku menggunakan jurus ini…”

    Winda kembali membungkuk kesakitan. Airina menyentuh pundak mahasiswi itu. “Sebaiknya kita ke ruang medis. Kamu perlu dirawat.” usul Airina.

    “Nggak usah…” tolak Winda hendak bangkit namun sekali lagi dia ambruk.

    Airina hanya tersenyum lalu menggendong mahasiswi itu menuju ruangan medis, bergabung dengan para sekuriti yang dilukainya tadi. Melihat keadaan Winda, para sekuriti itu tersenyum puas, karena mengetahui atasan mereka berhasil menaklukkan gadis itu. Airina membaringkan Winda di salah satu ranjang. 

    Dia memesan kepada salah satu tim dokter untuk memastikan mahasiswi itu segera diobati. Airina kemudian pergi meninggalkan ruangan. Salah satu dokter itu mengamati Winda lalu geleng-geleng kepala. 

    “Kena batunya, ya?’ celetuk dokter itu dengan senyum sinis. Winda hanya melengos malu. Dokter itu memeriksa tubuh pasiennya lalu bertutur. 

    “Sudah banyak cecunguk yang sok pamer di sini, berakhir seperti kamu.” omelnya lalu mengangguk-angguk. 

    “Ah, syukurlah… hanya sedikit pembengkakan tak berarti…” ujar dokter itu lalu memijit pelan sehingga Winda merasakan kenyamanan di perutnya.

    “Dia praktisi apa, sih?” tanya Winda. “Karate?” tebaknya.

    Dokter itu tersenyum. “Seni bela dirinya termasuk dalam seni kuno yang menekankan membunuh lawan di pertarungan, bukan jenis olahraga bela diri yang berpusat pada sportivitas semata.”

    Setelah meyakini kalau pasiennya akan segera sembuh, dokter itu menghentikan pijatan lembutnya. 

    “Sebaiknya tak usah cari gara-gara dengan Nona Airina. Kamu itu nggak ada apa-apanya dibanding dia.” tegurnya.

    “Kamu ibaratnya hanya seekor macan yang baru keluar dari sarang. Sedangkan dia? Dia seekor naga yang pendiam. Taringnya bahkan lebih tajam darimu. Kau sudah membuktikannya, bukan?”

    Winda akhirnya mengangguk paham meskipun malu. Dia kini mengakui Airina sebagai sosok yang mengagumkan. Penampilannya yang anggun menyembunyikan kekejaman seorang penguasa. Dia bagaikan ratu yang memerintah sebuah kerajaan.

    * * *

     

    Aipda Monang Parlindungan sementara sibuk mengetik laporan di kubikel-nya, sementara rekan-rekannya asyik kongkow entah membahas soal apa. Sedang asyik dia mengetik, layar komputer memunculkan sebuah notifikasi surel tanpa identitas. 

    “Apa pula ini?” gumamnya gusar merasa terganggu. 

    Monang Parlindungan membuka file itu dan seketika muncullah tayangan vulgar persetubuhan sejenis yang langsung membuat opsir itu gelagapan disergap panik.

    Pukimaaaki!!!!” umpatnya lantang. “Kenapa pula ini yang muncul?! Bah!”

    Volume speaker komputernya yang keras terlanjur memperdengarkan suara-suara ambiguitas yang membuat rekan-rekannya seketika berhambur memenuhi kubikel-nya. Monang Parlindungan tak bisa lagi berbuat apa-apa.

    “Eh, kamu suka jeruk makan jeruk?!” olok Darwin tertawa keras.

    “Masih normal kau?!” sahut Irwan ditambah lagi derai tawa teman-temannya.

    “Eh, diamkan bacot ember kalian tu!” sembur Monang dengan emosi. “Tanam di otak kalian yang dongok itu, aku tak serendah itu!” hardiknya.

    “Alaaahhh… pake tangkis segala.” sindir Darwin.

    “Kayak nggak ada yang cantik saja…” sahut yang lainnya.

    “Eh, Bengak! Aku ini lelaki normal! Video ini spam yang tak tahu siapa yang kirim!” elak Monang dengan berang. Tak lama kemudian muncul Faris. 

    “Ada apa ini?” tanya lelaki itu.

    “Ini… si Monang lagi asyik nonton jeruk makan jeruk!” ujar Darwin kembali dibarengi tawa teman-temannya.

    Faris menatap Monang yang mengomel-ngomel sendirian. Opsir itu mendekati kubikel milik Monang dan memeriksanya. Sejenak dia terkejut melihat tayangan vulgar itu lalu menatap Monang Parlindungan.

    “Nang? Kok gini sih? Laporan yang kuminta mana?” tuntut Faris.

    “Sedikit lagi selesai.” jawab Monang sedikit ketus lalu melangkah pergi.

    “Eh, mau kemana? Tugasmu belum selesai!” seru Faris.

    “Aku mau merehatkan pikiranku! Gara-gara tayangan tak bermoral itu, konsentrasiku jadi buyar!” jawab Monang dengan keras. Faris mengejarnya. 

    “Lagian kenapa juga kamu nonton?” cecarnya sembari menjajari langkah partner-nya.

    “Jangan salahkan aku! Tanyakan sama komputer goblok itu, kenapa dia sembarangan kirim tayangan itu?” tangkis Monang kembali emosi.

    “Jangan-jangan kamu tadi nggak fokus karena mikirin istrimu di rumah.” tukas Faris. Lelaki di sampingnya tertawa.

    “Kamu kapan nikahi anak perempuan itu?” pancing Monang tiba-tiba mengalihkan topik bicara.

    “Eh, dianya masih 18 tahun!” jawab Faris. Monang terlonjak. 

    “Serius kau?! Bah! Ternyata doyan pulak kau sama daun muda ya? Kasihan dia jadi sugar baby…” olok lelaki Batak itu.

    “Hati-hati bicara, Bang.” tegur Faris. “Dia itu anak kesayangannya Pak Kapolda.”

    Monang Parlindungan langsung membekap mulutnya dan mengamati sekelilingnya kemudian berujar pelan. 

    “Astaga! Silap aku! Bapa di Surga, maafkan bacot brengsek-ku yang tak kenal situasi ini…” ujar Monang sembari mengaitkan kesepuluh jarinya di depan dada.

    * * *

     

    Inayah betah mengelus lembut dada Sandiaga yang dihiasi rajahan irezumi. Keduanya telanjang dan hanya ditutupi selimut di bagian perut. Inayah sengaja memamerkan kedua payudaranya karena dibelai-belai suaminya.

    “Ayank… besok, hari terakhir cuti aku…” kata Inayah dengan manja.

    “Terus?” pancing Sandiaga.

    “Ya… Iyun ngantor lagi…” ujarnya dengan nada enggan.

    “Nggak apa-apa… kita akan sama-sama sibuk nantinya.” sahut Sandiaga membelai rambut ikal istrinya.

    “Jangan jauh-jauh, lho…” rengek Inayah.

    Sandiaga tersenyum. Inayah lalu turun dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi dalam kamar itu. Sandiaga masih betah di atas ranjang ketika terasa getaran gawainya di nakas.

    DRRRRTTT… DRRRRTTTT… DRRRTTT…

    Sandiaga meraih gawai itu dan memperhatikan layar ponselnya. Alis lelaki itu berkerut. Sebuah nomor tanpa identitas masih aktif memanggilnya.

    “Siapa, nih?” gumam Sandiaga lalu mengaktifkan panggilan itu. “Halo?”

    “Hai Saburo… kamu masih ingat dengan perempuan yang pernah kau culik, kan?” sapa suara perempuan. Sandiaga terhenyak. Dia kenal perempuan itu.

    “Rosemary??” desis Sandiaga dengan lirih. []

     

     

    Kreator : Kartono

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 21

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021