KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendung Di Benteng Otanaha Bab 22

    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 22

    BY 21 Sep 2024 Dilihat: 76 kali
    Mendung di Benteng Otanaha Bab 22_alineaku

    PRAHARA DARI UTARA

    “Dari mana kau tahu nomorku?” tanya Sandiaga dengan lirih. Terdengar cekikikan tawa perempuan di seberang sana lalu sejenak terdengar lagi helaan napas panjang.

    “Tenanglah, jangan panik seperti itu.” ujar Rosemary, diselingi tawa renyahnya. “Kau sendiri yang memintaku untuk tidak panik saat kau sekap. Kok sekarang kamu yang panik?”

    “Tentu saja!” sergah Sandiaga dengan lirih. “Dihubungi seseorang tak dikenal…”

    “Tunggu! Tak dikenal, katamu?” sela Rosemary menyergah. 

    “Tentu saja aku tak mengenalmu!” sergah Sandiaga lagi. “Aku hanya menjalankan perintah agar kamu tetap aman! Memangnya aku temanmu?!”

    “Berarti sekarang kita sudah saling mengenal dong. Iya, kan? Iya kan? Iya, lah!!” olok Rosemary lalu memperdengarkan lagi tawanya.

    “Maumu apa sih? Mengganggu orang sedang istirahat saja!” sergah Sandiaga dengan lirih lagi.

    “Ada deh… Mau tahu saja.” olok Rosemary.

    TIT!!!

    Serta merta Sandiaga memutuskan pembicaraan seluler dan menonaktifkan gawai tersebut. Tak lama kemudian, Inayah keluar dari kamar mandi, mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya. Wanita itu menatap Sandiaga yang terlihat pias wajahnya.

    Ayang, kok wajahmu pucat? Kurang sehat ya?” tukas Inayah kemudian mendatangi suaminya.

    “Nggak, mungkin efek insomnia. Kurasa, sedikit beristirahat akan memulihkan kembali stamina.” kilah Sandiaga berbohong. Inayah menatap lama wajah suaminya. Perlahan wanita itu lalu tersenyum dan mengangguk. 

    “Ya, sudahlah… Kalau begitu, aku mau bersiap-siap ngantor…” sahut Inayah dengan riang.

    “Aku akan mengantarmu.” ujar Sandiaga langsung turun dari ranjang dan mendekati istrinya.

    “Jangan, Ayang kan perlu istirahat.” cegah Inayah dengan alis setengah bertaut.

    “Nggak. Kurasa, jalan-jalan pagi sambil mengantar istri pergi bekerja, akan sedikit memulihkan staminaku.” kilah Sandiaga lagi lalu tersenyum canggung.

    “Yang benar mana nih? Istirahat sejenak, atau nganter aku pergi kerja?” tukas Inayah dengan senyum dikulum.

    “Sudah, gantilah pakaianmu. Aku sebentar lagi bersiap-siap.” ujar Sandiaga sembari bangkit dari sisi ranjang dan melangkah sambil telanjang menuju kamar mandi.

    * * *

     

    Inayah mematut-matut penampilannya di cermin. Sandiaga menatap saja istrinya yang mengenakan pakaian kasual, hem hitam dipadu rok lipit panjang. Hem tersebut di balut lagi dengan long sleeveless cardigan. Kepalanya dibalut jilbab ikat. Gadis itu tidak membawa senjata. Dia membalik dan menatap suaminya.

    “Gimana penampilanku, Ayang?” tanya Inayah mengembangkan tangannya.

    “Cantik, nan anggun.” puji Sandiaga sambil mengangguk-angguk.

    “Tadi bilangnya mau mengantar Iyun ngantor, kan?” tanya Inayah dengan senyum dikulum.

    “Aku sudah siap sejak tadi, kok.” sahut Sandiaga membuat Inayah tertawa.

    “Nggak apa-apa. Sehari ini Ayang jadi driver ojol?” olok Inayah lalu mendekati suaminya dan duduk di pangkuan lelaki itu.

    “Hanya khusus nganter kamu.” ralat Sandiaga mempertegas.

    “Ooo… Kalau yang itu, Iyun mau banget!” seru Inayah senang. “Tapi nggak capek ya, ngantar bolak-balik rumah ke kantor?”

    “Justru aku nanya, kamu nggak risih bersuamikan lelaki tanpa kerja yang jelas dan modelnya kayak preman?” balas Sandiaga.

    “Lho? memangnya jadi atlet MMA itu bukan sebuah pekerjaan yang jelas?” tukas Inayah dengan wajah heran.

    “Tapi, kan kalau nggak ada jadwal bertanding, toh kelihatan seperti pengangguran… Kamu nggak malu?” pancing Sandiaga lagi.

    “Nggak… Ngapain malu?” sahut Inayah. Lelaki dihadapannya lalu tersenyum dan mengangguk.

    “Yuk, berangkat…” ajak Sandiaga.

     Keduanya keluar dari kamar dan menemukan Saripah duduk santai membaca majalan. Wanita parobaya itu menatap sepasang pengantin baru tersebut.

    “Abah baru pergi, tuh.” kata Saripah.

    “Umma, saya mengantar Iyun dulu…” kata Sandiaga lalu maju mencium tangan mertuanya. Saripah tersenyum dan mengangguk.

    “Jangan main-main di jalanan…” pesannya.

    * * *

     

    Airina Yuki baru saja menjejakkan langkahnya di ruang lobi ketika petugas resepsionis memberitahukannya sesuatu. Alis gadis itu mencuat.

    “Papa sama Mama?” gumam Airina.

    Petugas itu mengangguk. “Beliau menunggu di ruang kerja anda, Nona.”

    “Untuk apa?” tanya Airina lagi.

    “Pak Presdir nggak memberitahu alasannya.” jawab petugas tersebut dengan polos.

    Airina lekas melangkah ke lift khusus pejabat perusahaan. Lift itu membawanya ke lantai puncak. Dengan langkah cepat Airina mengayunkan kakinya menyusuri koridor panjang yang mengarah ke ruangan kerjanya. Dari balik pintu kaca, dia sudah melihat ayahnya duduk santai di sofa sambil menatapi layar tablet holografis yang menampilkan data-data perusahaan. 

    Pintu kaca membuka dan Airina melangkah masuk. Kenzie menoleh lalu menutup aplikasi pada tablet itu dan meletakkannya di meja.

    “Papa…” sapa Airina maju lalu mencium tangan ayahnya lalu duduk disamping lelaki parobaya itu.

    “Kamu kemana saja?” tegur Kenzie. “Lagi ngelayapan dengan Faris ya? Hati-hati. Meskipun begitu, jangan lupakan tanggung jawabmu!”

    Tak lama kemudian, pintu kamar suite di sebelah kantor itu terbuka dan keluarlah Azkiya yang mengenakan khimar panjang. Sepadan benar dengan penampilan suaminya yang sekarang mengenakan kemeja koko dan bersongkok, mirip dengan mendiang Bakrie. Celana cingkrang-nya menggantung diatas mata kaki. Lelaki itu hanya mengenakan bakiak.

    “Mama dan Papa, ngapain kemari?” tanya Airina dengan heran.

    “Lho? Suka-suka kami dong! Mau datang kek, mau nginap kek…” omel Azkiya. “Papa kamu kan masih menjabat direktur utama di perusahaan ini!”

    Airina tertawa lalu bangkit dan maju memeluk ibunya. Azkiya balas memeluk hangat putrinya. Wanita itu lalu duduk di sisi suaminya sedang Airina menempati kursi kerjanya.

    “Serius, Ma… Ada apa kemari? Toh, tinggal panggil Yuki ke ruang kerja Papa.” tanya Airina seraya mencondongkan tubuhnya ke depan, menyangga kedua lengannya pada meja kerjanya.

    Kenzie mengeluarkan sebuah amplop kaku dari saku kemeja kokonya dan melesatkan ke arah putrinya seperti melemparkan senjata rahasia. 

    SIUTTTT…

    TAP!!!!

    Dengan sigap, Airina menangkapnya lalu memperhatikan logo pada amplop kaku itu. Alisnya bertaut.

    “Indonesia Grand Expo?” gumam Airina.

    Kenzie mengangguk. “Itu undangan langsung dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk kita. Persiapkan saja dirimu…”

    “Kenapa bukan Papa dan Mama saja?” ujar Airina dengan enggan. “Bukannya acara itu seharusnya dihadiri oleh direktur utama?”

    “Lho? Kamu nggak mau mewakili Buana Asparaga kesana?” tukas Kenzie menatap putrinya kemudian menatap istrinya.

    “Ooo… aku tahu, Hubby.” seru Azkiya kemudian.

    “Oh ya? Apa sih?” tanya Kenzie berlagak penuh minat.

    Wajah Airina langsung terlihat jutek saat Azkiya mulai berkisah. “Jaman dulu, ada seorang Putri Salju yang bertemu seorang pangeran. Mereka saling jatuh cinta dan Putri Salju itu seakan berat meninggalkan pangeran yang baru saja dikenalnya…”

    “Maaaa!!!” teriak Airina dengan gemas.

    Kenzie tertawa menatap istrinya. “Iya, ya Kanai-Chan… Aku juga nggak nyangka… Padahal sembilan puluh sembilan orang pangeran yang mendekat, justru mundur…” oloknya.

    “Papaaaaa…” teriak Airina dengan gemas.

    “Karma kali, Hubby…” sambung Azkiya.

    Airina langsung berdiri dan berlari ke sofa kemudian menghambur ke arah kedua orangtuanya. Sontak dua laki-istri itu langsung memisahkan diri hingga Airina terduduk di tengah-tengah lalu keduanya mengapitnya dan menggelitik gadis itu.

    “Iya! Iya!” teriak Airina gelagapan. “Yuki pergi!”

    “Nah, gitu dong.” sambut Kenzie menghentikan gelitikannya, begitupun dengan Azkiya. Lelaki itu kemudian bangkit disusul istrinya.

    “Oke, segitu dulu ya? Papa mau bucin-bucinan dengan Mamamu dulu…” kata Kenzie lalu menatap Azkiya yang tersipu. Kedua orang tua itu meninggalkan ruangan tersebut menyisakan Airina yang duduk santai di sofa itu.

    * * *

     

    Setelah mengantarkan Inayah ke tempat kerja, Sandiaga menyempatkan sarapan pagi di A.K. Bakery And Cake, depan kantor POLDA Gorontalo. Sembari menikmati dua buah roti sandwich dan tiga kue acar tabur ikan, Sandiaga menghubungi pamannya, Takagi di Tokyo, menggunakan fasilitas MVNO Mineo, dia menggunakan fitur Video Call. Tak lama kemudian nampak wajah Takagi di layar gawai itu.

    “Assalam alaikum, Paman.” sapa Sandiaga.

    “Wa alaikum salam, Nak.” jawab Takagi dengan wajah sumringah. “Selamat atas pernikahanmu, ya. Semoga kalian berdua diberikan berkah dan selalu bahagia.”

    “Amiin…” sahut Sandiaga. Takagi terlihat mengangguk-angguk. 

    “Nah, sekarang ada alasan apa kau menghubungiku, Nak?” tanya lelaki paruh baya itu.

    “Aku hanya mau tanya, dari mana Rosemary mendapatkan akses ke nomorku?” tanya Sandiaga dengan alis berkerut. 

    “Akses?” gumam Takagi. “Apakah dia menghubungimu?” tukasnya dengan raut wajah heran bercampur cemas.

    “Tadi pagi,” jawab Sandiaga. “Apakah Tuan Shigeno yang memberikan aksesnya?”

    “Nggak mungkin Pak Tatsuya memberikan aksesnya.” bantah Takagi. “Yang mengetahui Tiga Pilar Klan Shigeno, hanya beberapa orang tertentu.” wajah lelaki paruh baya itu kemudian mengerutkan alisnya. “Ataukah… mungkin, rahasia Kikuchiyo sebagiannya telah tersadap?!”

    “Paman harus segera memastikan hal itu!” tandas Sandiaga dengan tegas. “Sebagai pimpinan intelijen perusahaan, semestinya Paman bisa lebih waskita.” tegurnya.

    “Akan Paman cari segera. Untuk sementara ini, blokir kartu ponselmu! Ganti dengan yang lain.” usul Takagi.

    “Baik, Paman…” ujar Sandiaga kemudian mengakhiri percakapan seluler tersebut.

    Sandiaga segera membuka ponselnya dan mempreteli kartu MVNO Mineo tersebut dari gawainya. Setelah pemuda itu memasang-kan kartu seluler lokal, tiba-tiba muncul sebuah notifikasi di aplikasi chat.

    Sejenak Sandiaga membaca pesan tersebut lalu menghela napas lagi. Panggilan dari klub tarung, dimana dirinya meniti karir sebagai petinju MMA. Ada event besar yang harus diikutinya berdasarkan perintah dari pimpinan klub tersebut. Pagelaran ini nggak main-main. Kejuaran UFC yang akan diselenggarakan di New York, dua hari lagi![]

     

     

    Kreator : Kartono

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 22

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021