KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendung Di Benteng Otanaha Bab 23

    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 23

    BY 21 Sep 2024 Dilihat: 234 kali
    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 23_alineaku

    INDONESIA GRAND EXPO

    Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 31 Juli 2051 pukul 10.00 a.m. WITA.

    Taman luas yang dipadati stand-stand pameran di Plaza Seremoni  itu sudah dipenuhi pengunjung sejak tadi. Kebanyakan adalah pejabat dan pengusaha yang ingin melihat inovasi yang dikembangkan oleh cendekiawan maupun industrialis Indonesia masa kini. Acara ini disponsori langsung oleh pemerintah dan berlangsung selama tiga hari.

    Airina memuaskan rasa ingin tahunya mengintip apa-apa saja yang dipamerkan dalam stan-stan itu. Sedang asyiknya dia melangkah, tiba-tiba seseorang menyenggolnya dengan keras. Airina nyaris saja terjatuh namun berhasil mempertahankan posisinya dan menatap si penyenggol itu.

    Seorang pemuda berusia sekitar 17 tahun dengan rambut gaya faux hawk, mengenakan kaos dan jins belel. Tubuhnya yang atletis terlihat dari lekukan yang nampak dari balik pakaiannya.

    “Maaf…” itu saja yang dikatakannya lalu beranjak pergi tanpa pamit meninggalkan Airina di sana.

    Gadis itu menggelengkan kepala berkali-kali dan menatap sinis punggung pemuda itu, lalu kembali melanjutkan langkahnya mengunju-ngi stan-stan di taman luas itu. Airina berhenti di salah satu stan. 

    Tatapannya terarah penuh minat ke sebuah purwarupa sebuah mecha armor semi humanoid karena memiliki empat tungkai di tubuhnya. Adapun torso mecha itu menjadi wadah bagi seorang pengendali, semacam pilot yang menggerakkan mesin tersebut. Stan itu termasuk yang banyak dikunjungi, terutama oleh pejabat Menhankam dan para industriawan. Airina sendiri hanya berdiri di belakang para pengunjung.

    “Kamu tertarik?” tanya seseorang di belakangnya.

    Airina menengok. Pemuda berambut faux hawk yang tadi menyenggolnya kini berdiri di belakangnya. Pemuda itu menggenggam kaleng minuman.

    “Kamu tertarik?” ulang pemuda itu.

    “Pada mesin itu?” tebak Airina. Pemuda itu mengangguk sambil tersenyum. Airina kembali menatap ke arah solid armor mirip tyrannosaurus tanpa kepala itu. 

    “Ya… sedikit…” jawabnya.

    “Sedikit?” respon pemuda itu lalu tertawa. “Dimana yang banyak-nya?”

    Airina menghela napas. “Pembuat mesin ini, kayaknya orang yang suka berperang…” komentarnya.

    “Terus?” pancing pemuda itu.

    “Indonesia mungkin memerlukan alutsista secanggih ini…” komentar Airina. “Namun butuh lima tahun ke depan, ketika seluruh kekayaan alam kita bisa dinasionalisasi sepenuhnya oleh pemerintahan negeri ini.”

    “Mengapa bisa begitu?” cecar pemuda itu.

    Airina hanya menatap pemuda berambut faux hawk itu. Lelaki   itu berujar, “Aku tertarik dengan komentarmu. Apakah mesin semacam ini tidak bisa mengangkat harkat dan martabat negara kita agar sejajar di hadapan negara-negara maju lainnya?” pancingnya.

    “Jika negeri kita tidak lagi terjajah secara ekonomi. Cengkeraman korporasi pemodal asing masih menguasai lini penting perekonomian Indonesia…” jawab Airina dengan tenang. 

    “Dan pemerintahan kita, mau bagaimanapun orangnya, akan tetap tunduk di hadapan korporasi asing itu. karena bukan dipilih oleh rakyat, melainkan dipilih oleh kaum oligarkis yang bersembunyi di belakang layar pemerintahan negara kita. Pemilihan umum, hanya merupakan kedok formalitas saja supaya demokrasi terlihat nyata… padahal, sama sekali tidak demokratis…”

    “Bukankah para entrepreneur Indonesia bisa saling bekerja sama membendung kekuasaan para pemodal asing?” pancing pemuda itu lagi.

    Entrepreneur kita? Seberapa kuat mereka? Toh, tetap saja Grup Sembilan masih menguasai semua lini ekonomi. Kita ini bagai cacing-cacing tanah di mata mereka.” ujar Airina dengan senyum.

    “Jadi menurutmu, selama Sembilan Naga itu belum runtuh, maka selama itu pula ekonomi kita terjajah?” pancing pemuda itu.

    “Ya… dan meruntuhkan hegemoni Sembilan Naga, Itu hanya sebuah utopia belaka.” Sahut Airina dengan senyum dikulum.

     “Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu? apa kau pernah bertemu dengan sembilan naga tersebut?” pancing pemuda tersebut.

     “Tanpa bertemu pun, aku sudah tahu karena kelompok itu adalah salah satu jaringan dari badan korporasi dunia seperti IMF dan Bank Dunia. Dan korporasi ini menggenggam jalur perekonomian Indonesia dari balik layar…” ujar Airina dengan datar menukas lirih. Pemuda itu langsung mengulurkan tangannya. 

    “Aku senang  mengenalmu! Aku, Akram William al-Katiri…” ujar pemuda itu memperkenalkan dirinya. Airina menjabat tangan pemuda itu. 

    “Airina Yuki Lasantu…” balasnya dengan senyum datar saja.

    “Apakah anda seorang diplomat?” tebak Akram lalu meneguk sedikit isi kaleng.

    “Nggak… aku baru berusia 18 tahun, kok…” jawab Airina.

    BYURRRR….

    Akram tersedak dan menyemburkan isi kaleng dalam mulutnya ke wajah Airina. Pemuda itu terkejut kemudian dan buru-buru merogoh handuk kecil dari saku celananya. Airina hanya mengangkat telunjuknya, meminta Akram untuk diam. 

    Gadis itu meraih lenso miliknya dari tas kecilnya dan menyeka semua cairan yang membasahi wajahnya. Gadis itu lalu melangkah pergi meninggalkan stan itu. Wajah gadis itu memerah malu karena mengetahui dirinya sempat menjadi pusat perhatian.

    Airina terus menyusuri lantai Plaza Seremoni, berupaya menghindari tatapan para tamu yang mengamatinya gara-gara insiden memalukan itu. wajah gadis itu tertekuk menyoroti lantai. Sedikit lagi terlihat tangga yang menuju ke wilayah Lapangan Sumbu Kebangsaan.

    Terdengar langkah kaki berirama cepat mendekat dan sebuah tangan langsung menyentuh pundaknya. Seketika Airina dengan sigap meraih jemari itu dan melempar orang itu dengan teknik bantingan gyogyo tai otoshi

    Akram terhempas di depan gadis itu. Dia merasakan seluruh udara dalam paru-parunya, seolah dipaksa keluar akibat daya hempasan itu. Punggungnya terasa sakit dan menebal. Airina hanya menatap pemuda itu dengan sorot tatap angkuh.

    “Kamu itu… pegulat, ya?” erang Akram yang masih tetap berbaring di situ. Airina menghela napas dan memutar bola matanya lalu menatap pemuda yang terbaring di lantai tersebut.

    “Maaf… kukira siapa…” sahut Airina kemudian mengulurkan tangannya. Akram meraih jemari gadis itu dan Airina menariknya bangkit. Pemuda itu merapikan pakaiannya lalu menatap Airina.

    “Aku minta maaf soal tadi…” ujar Akram.

    “Nggak apa…” potong Airina lalu kembali melangkah menyusuri lantai Plaza Seremoni. Akram menjajari langkah gadis itu.

    “Kamu nggak marah, kan?” tukas Akram.

    “Sedikit…” jawab Airina datar.

    “Mau kemana?” tanya Akram lagi.

    “Pulang…” jawab Airina tanpa ragu.

    “Aku antar ya?” usul Akram. “Hitung-hitung sebagai permintaan maaf…” pemuda itu merayu.

    “Nggak perlu.” tolak Airina. “Aku punya fasilitas sendiri…”

    Keduanya melangkah hingga tiba di Lapangan Sumbu Kebangsaan. Disana nampak sebuah limosin hitam. Airina meninggalkan Akram dan masuk ke mobil itu. Tak lama kemudian, kendaraan tersebut meninggalkan kawasan kantor Kementerian Riset dan Teknologi.

    * * *

     

     

     

     

     

     

     

    Hotel Swiss-Bell Borneo, Suite nomor 32, pukul 7 p.m. WITA.

    Airina membasuh seluruh tubuhnya dengan air hangat yang memancar dari shower. Air meluncur turun membasahi dan menghangatkan perasaannya. Setelah puas membasahi tubuhnya, Airina meraih piyama mandi dan mengeringkan rambutnya dengan handuk. Gadis itu keluar dari kamar mandi berdinding kaca buram itu. Nampak Dewinta Basumbul duduk di sisi ranjang mengepit sebuah map portofolio berisi beberapa berkas penting.

    “Ini berkas yang Nona minta…” kata Dewinta menyodorkan beberapa lembar dalam map portofeule tersebut.

    “Letakkan saja di sana.” Pinta Airina mengangguk ke arah nakas. “Saya lagi ganti baju…”

    Dewinta mengangguk dan meletakkan semua dokumen itu dinakas lalu melangkah menuju pintu. Airina kemudian membuka lemari mengeluarkan sebuah kaos dan celana pendek lalu mengenakannya setelah melepaskan piyama tersebut. Setelahnya, wakil presdir PT. Buana Asparaga, Tbk. itu sibuk membaca dan meneliti setiap dokumen yang tergeletak dinakas.

    * * *

     

    Ruang Audiensi, Istana Kepresidenan RI, IKN-Nusantara, pukul 10 a.m. WITA.

    Para pengusaha dan industriawan memenuhi ruangan. Mereka duduk di meja yang telah ditata apik membentuk posisi angkare. Di depan mereka terdapat sebuah panggung pendek dan sebuah podium berdiri di sana.

    Tak lama kemudian, Presiden Republik Indonesia muncul, diapit oleh Sekretaris Negara dan para pejabat dari departemen Riset dan Teknologi. Pejabat nomor satu negara itu menyambut para pengusaha, termasuk Dewinta Basumbul yang disangkanya merupakan perwakilan dari PT. Buana Asparaga, Tbk.

    “Maaf Pak, saya Dewinta Basumbul, sekretaris perusahaan.” Ralat Dewinta Basumbul yang lalu menunjuk Airina yang berdiri di-sisinya. “Yang ini deputi direkturnya, Nona Airina Yuki Lasatu, S.E.,”

    Presiden RI itu kaget menyadari bahwa wakil pemimpin perusahaan itu adalah seorang gadis yang masih berusia 18 tahun. Pejabat itu langsung meminta maaf dan menyalami Airina dengan canggung. Para pengusaha lainnya juga takjub melihat gadis semuda itu telah berani memegang kemudi penting dalam sebuah perusahaan.

    Presiden RI kemudian langsung menuju panggung dan berdiri di belakang podium, menyampaikan pidato tentang langkah-langkah strategis yang akan dilakukan Indonesia dalam menyambut era digital 8.0 dengan cara memperkuat lini perekonomian Indonesia di segala bidang.

    “Dalam beberapa tahun ini Indonesia berhasil menghadapi tantangan besar, melewati berbagai permasalahan dalam negeri, termasuk pandemi-pandemi yang telah beberapa kali melanda negara kita. Namun, kita berhasil menangani krisis kesehatan, memulihkan ekonomi dengan cepat dan baik. Selama beberapa kuartal ini kita berhasil menekan angka pengangguran dan kemiskinan menjadi 0,02 persen. 

    Kita berhasil menekan inflasi mencapai 1,1 persen dan berhasil mendongkrak nilai mata uang kita terhadap dolar menjadi tiga ribu rupiah per satu dolar amerika. Kebijakan fiskal kita menjadi yang paling efektif dalam menangani hal-hal yang merentankan kelemahan ekonomi negeri kita.

    Defisit fiskal kita kembali menurun lebih cepat dari yang direncanakan. Rasio hutang kita nyaris tidak ada lagi dibanding negara-negara G-20 dan ASEAN. 

    Kita menyaksikan perubahan lanskap global yang sangat cepat, khususnya pergeseran geopolitik.” demikian beberapa kalimat yang diucapkan Presiden Republik Indonesia dalam pidato resminya pada acara tersebut.

    Sementara pidato berlangsung, Airina iseng mengamati daftar peserta pertemuan itu. Dan menemukan Akram berada diantara para pengusaha tersebut. Ternyata dia mewakili ayahnya sebagai perwakilan dari perusahaan multinasional terbesar kelima.

    Merasa diperhatikan, Akram menoleh dan tatapannya bertemu dengan Airina. Sontak pemuda itu melambaikan tangannya. Airina berdecak lalu melengos menatap kembali ke arah Presiden RI yang sedang membacakan naskah pidato.

    Selesai berpidato, acara berikutnya adalah ramah tamah dan makan bersama. Akram mendekati Airina dan Dewinta, lalu menarik salah satu kursi disitu dan duduk dengan santai. Airina sendiri memilih untuk tak peduli.

    Tak lama kemudian muncul para pramusaji menghamparkan hidangan-hidangan di meja-meja para undangan. Presiden RI kemudian mempersilahkan para tamunya untuk menikmati hidangan tersebut.

    Sambil menikmati hidangan tersebut, Akram membuka pembicaraan. “Papaku pernah bilang kalau Mlt. Group menjalin kerja sama dengan PT. Buana Asparaga, Tbk. di bidang ekstraktif dan manufaktur.”

    “Aku sudah membaca beberapa dokumen saat aku menginspeksi bagian arsip.” sahut Airina tanpa peduli.

    “Bagaimana kabarnya Om Kenzie?” tanya Akram.

    “Alhamdulillah, baik.” jawab Airina.

    Akram merasa gadis di depannya sengaja berbicara singkat-singkat saja untuk menutup celah pembicaraan. Pemuda itu tak memaksa. Ketiganya kemudian makan tanpa bersuara lagi.

    * * *

     

    Hotel Swiss-Borneo, IKN-Nusantara, jam 8 .a.m. WIB

    Airina berenang dengan tenang di kolam renang. Kawasan itu sunyi. Tak lama kemudian Dewinta Basumbul muncul membawa baki berisi sirup citrus ginger dan meletakkan minuman itu di meja. Wanita itu lalu pergi meninggalkan tempat, membiarkan wakil presdirnya sendirian menikmati heningnya suasana pagi.

    Airina naik dari kolam dan melangkah menuju kursi panjang. Gadis itu meraih kain panjang dan membelitkan di pinggang, menutupi cawatnya yang basah dan membiarkan perut dan payudaranya yang terbalut bikini mengering disapu angin. Airina mengucak-ucak rambut panjangnya untuk mengeringkannya. 

    Terlihat seorang pemuda muncul. Lelaki muda itu mengenakan kemeja tipis motif bunga-bunga dan celana pendek. Kedua kakinya dibalut sandal jepit murahan. Gadis itu mengerling sejenak kearah pemuda berambut gaya faux hawk itu lalu kembali mengeringkan rambutnya.

    “Aku nggak nyangka kalau kita nginap di hotel yang sama.” Komentar pemuda itu. “Boleh aku duduk?”

    “Silahkan, ini kan fasilitas publik.” jawab Airina sekedarnya lalu meraih gelas berisi minuman campuran jahe sitrus. Pemuda itu duduk di kursi samping Airina. 

    “Ada banyak tempat yang bisa kau kunjungi di hotel ini…” komentar Airina. “Kok datangnya kesini? Kamu nyasar, ya?”

    “Kelihatannya sih, iya.” jawab pemuda itu yang tak lain adalah Akram William al-Katiri dengan enteng sambil tersenyum lebar. “Apalagi ada perempuan sendirian berenang di sini… Aku sih, nggak keberatan nyasar kalau menemukan anugerah itu.”

    “Kalau bicara itu dipikir dulu, Akram.” tegur Airina. “Apa sifatmu memang begini? Atau hanya karena ada perempuan, lalu kamu jadi lebay begini?”

    Akram tertawa. “Separuhnya benar…”

    Airina mendengus lalu mulai menyeruput minumannya dengan pelan. Gadis itu lalu melepaskan sedotan dan berujar, “Kalau begitu, carilah tempat lain. Banyak perempuan diluaran sana yang bisa kamu bawa.”

    “Aku sudah punya, kok.” kilah Akram. “Ngapain nyari perempuan lain?”

    “Baguslah, kalau begitu…” timpal Airina.

    “Mau tahu nggak, namanya?” pancing Akram.

    “Nggak penting bagiku.” sahut Airina lalu kembali menyeruput minumannya, kembali tak memperdulikan Akram.

    TUUUUT…TUUUUT…TUUUUT…

    Dengungan suara panggilan gawai menjeda percakapan itu. Akram mengeluarkan gawainya dan menatap layar ponsel, wajahnya terlihat senang. Pemuda itu mengalihkan panggilan ke video call. Tak lama kemudian muncul wajah seorang wanita paruh baya mengenakan kerudung. Akram menyapanya.

    Assalam alaikum, Umi… Kaifa halk?” sapa pemuda itu.

    Bil khoir, ya abnay… gimana kamu di sana?” tanya sang Ibu dengan wajah dan suara yang teduh.

    “Aku baik-baik dan sehat, Umi… terima kasih.” jawab Akram.

    Di sisinya, Airina berlagak acuh tak acuh dengan percakapan itu. Dia tetap sibuk menyeruput pelan minumannya.

    “Sudah dapat kenalan?” tanya Ibunya.

    Laqad wajadt amra’atan munasabatan litakun habibun (kupikir aku telah menemukan tambatan hatiku), Umi…” kata Akram dengan pelan dan wajah pemuda itu tersenyum. Sang Ibu terlonjak mendengar kalimat yang keluar dari mulut putranya. Ungkapan itu terasa luar biasa.

    Hal hdha sahih? Ma aismuh ya bunayya? (benarkah? Namanya siapa?)” tanya sang Ibu dengan nada gembira yang ditahan-tahan. Sejenak Akram menatap gadis yang duduk di kursi di sampingnya. Pemuda itu tersenyum dan berucap. 

    “Airina Yuki Lasantu…” jawabnya.

    Airina mengerling sesaat ketika Akram menyebutkan namanya dalam percakapan via video call itu. Sedikit banyak, rasa penasarannya  muncul. 

    Apa sih yang dibicarakan oleh tendelenga ini???

    “Lasantu? Apakah… ada hubungannya dengan Buana Asparaga?” tebak sang Ibu. 

    Akram mengangguk-angguk sambil tersenyum. Sang Ibu ikut tersenyum, dia bisa menebak siapa perempuan yang ditaksir putranya. Wanita paruh baya berkerudung itu lalu bertanya lagi. 

    Ma hi mazaya tilk almara’at? (apa sih kelebihannya?)” selidik wanita paruh baya berkerudung tersebut.

    Akram tertawa lalu berujar jenaka, “Jayyid fi al qital mithl ‘ami-yyin… (jago berkelahi, seperti Ibu)”

    Sang Ibu tertawa lalu bertanya lagi. “Bisa Umi bicara dengannya?” pancing wanita paruh baya tersebut. Akram mengangguk.

    La tastkhdim allugat alearabiati… alma’arat laa tafham dhik. (jangan pakai bahasa Arab, dia nggak bakal paham),” sahutnya.

    “Ya, Umi paham. Berikan ke dia. Umi mau bicara.” pinta sang Ibu. Akram menyodorkan gawainya kepada Airina. 

    “Mamaku, dia mau bicara sama kamu.” ungkap pemuda itu dengan senyum nakalnya.

    Airina meletakkan gelas sirupnya dan menerima gawai tersebut. Ketika sang ibu menatap wajah Airina yang nampak di layar, dia tersenyum.

    “Assalam alaikum, Nak…” sapa Ibu itu. Airina tersenyum manis. 

    “Wa alaikum salam, Bunda…” jawabnya dengan sopan.

    “Kamu anaknya Kenzie Lasantu?” tebak Ibu itu.

    “Iya, Bunda. Saya anak keduanya.” jawab Airina.

    “Cantik ya…” puji ibu itu. “Sama kayak mamanya…”

    Airina tersipu dipuji seperti itu. “Makasih, Bu…”

    “Bagaimana kabarmu? Baik-baik, kan?”

    Airina hanya mengangguk dengan sopan. Ibu itu juga mengangguk-angguk.

    “Kamu mau kan, jagain anaknya Umi?” pinta wanita tersebut. Airina sejenak terdiam. Sesaat kemudian seulas senyum kikuk terbit di bibirnya.

    “Maaf, Bunda… Saya nggak paham…” ujar Airina dengan senyum canggung.

    “Akram bilang, kamu itu… calon mantunya Umi…” ungkap Ibu itu membuat Airina terdiam dan bimbang. 

    Hendak menyanggah, dia tak tega melihat wajah penuh pengharapan dari wanita berkerudung itu. Mengiyakan, berarti dia mengkhianati hatinya untuk Faris. 

    Ibu itu melanjutkan, “Boleh kan? Umi meminta?”

    “Tapi, Bunda…” sela Airina.

    “Umi paham… Mungkin kamu agak syok.” tandas Ibu itu dengan suara lembut, membuat sanggahan Airina tertolak dengan sendirinya. 

    “Umi harap… kamu bisa mendampingi anak Umi… Umi berharap dia makin baik karena kamu… Kamu mau menerima permintaan Umi?” pinta ibu itu dengan penuh harap.

    Airina menghela napas lalu memaksakan senyumnya. Sedangkan Akram susah-payah membekap mulutnya agar tak mengeluarkan tawa jahil.

    “Baiklah, Bunda…” jawab Airina pada akhirnya. Ibu itu ter-senyum. 

    “Alhamdulillah. Sekarang, bolehkah ibu bicara dengan calon suamimu?” pancing ibu tersebut. Airina hanya tersenyum mirip orang lagi kena sakit gigi.

    Airina mengangguk patuh dan menyodorkan gawai itu dengan kasar kepada Akram. Wajah gadis itu sudah terlihat bengis. Kedua mata-nya telah berubah warna dari coklat ke biru pucat keabu-abuan. Akram tidak memperhatikan perubahan warna kornea gadis itu. Dia hanya meraih ponsel itu dan menatap layar.

    “Ya, Umi…” jawab Akram.

    “Umi tahu, kau bohong!” tukas Ibu itu dengan ketus.  Akram hanya tersenyum. Wanita itu menyambung lagi. 

    “Tapi kalau kamu memang berniat tulus sama gadis itu, pertahankan niatmu! Umi nggak mau punya anak pecundang. Hal ta-fahm?!” tandas wanita berkerudung tersebut.

    Afahum Umi… Assalam alaikum.” Jawab Akram.

    Pembicaraan lewat video call itu berakhir. Akram menyimpan gawainya dan menatap Airina. Pemuda itu terkejut menatap warna kornea gadis itu.

    “Kok matamu bisa berubah warna?” seru Akram. “Kau belajar sulap dari mana?”

    Airina mendengus kesal. Ternyata kemampuan genjutsu-nya tak berpengaruh terhadap pemuda itu. Perlahan warna kornea matanya berubah lagi ke warna coklat tua. Akram tersenyum dan mengangguk-angguk. 

    “Aku suka matamu…” pujinya. “Seperti mata bidadari…”

    “Memang kamu sudah pernah lihat bidadari?’ pancing Airina dengan kesal.

    “Iya…” jawab Akram. “Bidadarinya… kamu…”

    Airina mendengus dan melengos. Akram tersenyum lagi.

    “Terima kasih telah menyenangkan ibuku. Beliau berharapnya kebangetan, ya?” ujar pemuda itu lalu terkekeh.

    “Kamunya yang aneh…” tukas Airina.

    “Tapi, kamu mau… kan, jadi calon mantunya?” pancing Akram dengan senyum lebar. Airina tersenyum lalu menatap pemuda tersebut.

    “Tentu…” jawab Airina.

    “Benarkah?” seru Akram dengan gembira.

    “Setelah aku membunuhmu!” seru Airina dengan lantang.

    Tiba-tiba Airina melesat ke udara dan meluncur ke arah Akram sambil mengerahkan teknik injakan fumikomi. Akram terkejut dan buru-buru melompat menghindar dari tempat itu.

    BRAKKK!!!

    Kursi itu hancur terkena serangan yang dihantamkan Airina. Kembali gadis itu menerjang melayangkan tendangan mae tobi kepada Akram. Pemuda itu menghindar lagi namun terdesak ke sisi kolam. Airina kembali menerjang dan berpusingan lalu melayangkan tinju nakadaka mengincar dada Akram.

    Dengan sigap Akram menangkap pergelangan tangan Airina sedang tangan satunya memeluk tubuh gadis itu membuat keduanya doyong ke arah kolam dan tercebur disana.

    BYURRRR…

    Tubuh keduanya meluncur hingga ke dasar kolam. Airina berupaya melepaskan diri dari pelukan Akram. Tiba-tiba, Akram langsung menyumpalkan bibirnya ke bibir Airina. Gadis itu terkejut dan meronta. Namun, bekapan mulut Akram begitu kuat dan sekeliling mereka telah dipenuhi buih bekas napas keduanya yang terbuang sia-sia. 

    Airina terpaksa tak melawan, membiarkan kedua paru-parunya diisi oksigen oleh Akram melalui hembusan pelan napasnya melalui pagutan bibir itu. Perlahan tubuh keduanya mengambang ke atas. Namun di sela itu, rupanya Akram kembali berlaku lancang memelorotkan bikini Airina hingga kedua payudaranya langsung mencelat keluar. Jemari pemuda itu menggerayangi kedua buah dada yang bulat itu membuat Airina meronta lagi.

    Begitu keduanya muncul ke permukaan, Akram langsung berenang ke sisi kolam dan cepat-cepat naik sementara Airina kelabakan memasukkan kedua payudaranya ke dalam bikininya. Gadis itu lalu menyumpah-nyumpah.

    “Brengsek!! Kau kira aku perempuan apaan?!” teriak Airina dengan emosi. Akram sudah berdiri di sisi kolam dengan pakaian basah kuyup, namun bibirnya tersungging senyuman nakal. 

    “Airina… kutitipkan ciumanku tadi.” serunya. “Aku akan menagihnya lagi saat kau resmi jadi istriku!” sambungnya lalu melambai dan melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut. Airina mencak-mencak di tengah kolam, menampar-nampar air dengan marah.

    “Najis, tahu! Beraninya kau meremasi dadaku! Kemari kau, kutu air! Aku bersumpah akan membunuhmu!” teriak Airina yang histeris sendirian.[]

     

     

    Kreator : Kartono

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 23

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021