Laboratorium pribadi, lantai bawah tingkat 3, Kediaman al-Katiri, pukul 10. a.m. WIB..
Akram sibuk membenahi beberapa kecacatan program pada armor buatannya. Purwarupa itu masih jauh dari sempurna. Bagaimana-pun, pemuda itu berharap kedepan karya akan berguna bagi Negara Indonesia. Dengan aplikasi berbasis holografis, Akram menemukan beberapa kecacatan pada memori disk mesin tersebut. Pemuda itu mengenakan headset mobile dan mulai merekam kegiatannya.
“Hari Selasa, Tanggal 10 Agustus 2051, jam 10 pagi. Saat ini program revital untuk Wijayawarman akan diuji ulang…” tuturnya kemudian menatap super komputernya, “Arkham… bagaimana statusnya?”
“WM 01 hampir selesai… 95 persen proses caching rampung…” jawab kecerdasan buatan tersebut.
“Bagus…” jawab Akram lalu menegakkan tubuhnya. “Aku akan coba mengendalikannya sendiri…”
“Sebaiknya jangan dulu…” usul kecerdasan buatan itu. “Sebaiknya tetap menggunakan aplikasi autopilot… anggap saja karya anda masih berupa drone humanoid.”
Akram tertawa pelan. “Tidak ada kesuksesan tanpa pengorbanan, Akram.” ujarnya. “Aku ingin memastikan apakah proyek WM 01 berhasil, atau aku harus merakit ulang dari awal?”
Pemuda itu berdiri menuju panggung kecil. Dia lalu menatap langit-langit laboratoriumnya. “Lakukan protokol 33, Arkham.”
“Protokol 33, dilaksanakan…” sahut kecerdasan buatan itu.
Mendadak muncul dinding tebal dari lantai dan mengurung sekitaran laboratorium. Tak lama kemudian, langit-langit laboratorium mulai membuka.
“Proses rematching WM 01 dimulai…” sambung kecerdasan buatan itu lagi.
Akram merentangkan tangannya. Lengan-lengan robotik di ruangan itu kemudian bekerja memecah bagian tubuh armor itu dan memasangkannya ke tubuh Arkham. Terakhir adalah helm. Bagian sekat-sekat fiber itu lalu menyambung dan menutup. Klep di bagian helm turun dan seketika bagian kacanya memancarkan cahaya. Armor itu sekarang aktif.
“Lakukan sesuai protokol sebelumnya…” perintah Akram.
“Protokol 41, dilaksanakan….” sahut kecerdasan buatan itu. Layar di bagian dalam helm muncul sehingga Akram bisa melihat citra ruangan laboratoriumnya melalui visualisasi holografis itu.
“Aku coba, manual drive…” pinta Akram.
“Akses diberikan…” jawab kecerdasan buatan itu.
“Take Off…” seru Akram.
Tak lama kemudian bagian pada kaki armor mengembang, memunculkan mesin pendorong. Tak lama kemudian sebentuk area vakum tercipta di bagian kaki menyebabkan armor tersebut mengambang makin lama makin ke atas.
Akhirnya, armor WM 01 itu mengangkasa hingga 10.000 meter tingginya. Akram langsung melakukan pengendalian penuh terhadap armor itu. Mengandalkan fitur cerebro disk dalam helm, pemuda itu mengendalikan semua pergerakan armor melalui otaknya.
Armor itu melaju menyusuri bentangan dirgantara Sumatera Barat. Benda itu diupayakan tidak terbang di bawah ketinggian 10.000 meter sebab perangkat roketnya menggunakan jet hipersonik yang bisa memicu ledakan yang dapat menyebabkan kaca-kaca gedung hancur dan makhluk-makhluk bernyawa akan mengalami disorientasi mekanisme karena besaran gelombang suara mencapai 170 desibel dengan jarak rambat 8 MHz. Akram tersenyum gembira.
Kurasa sudah cukup uji cobanya. Persoalan alutsista pada tubuh armor ini belakangan saja kupikir…
Akram berniat untuk mendaratkan armornya. Namun ternyata, pemuda itu kaget ketika peranti dalam cerebro disk mengalami malfungsi dan gagal menanggapi perintah otaknya. Armor itu mengalami stall dan meluncur dengan cepat bagai meteorid besar menuju bumi.
BUAGHHHH!!!!
BRUK!!! BRUK!!! BRUKK!!! BRAKKK…
Armor itu menghantam tanah pekarangan kediaman al-Katiri dan terbanting-banting hingga akhirnya menghantam pohon besar. Posisinya kini terlentang tanpa daya. Untung saja Akram tidak mengalami cedera, dan perangkat cerebro disk itu tidak sepenuhnya mengalami malfungsi.
“Arkham… protokol 41b…” erang Akram.
“Protokol 41b… proses rejecting dilaksanakan…” sahut kecerdasan buatan itu.
Sekat-sekat penyambung armor dari fiber langsung melepas diri. Armor itu membuka, menampilkan Akram yang bagai keluar dari kepompong cyber organik. Pemuda itu berguling ke samping lalu duduk dan menatap armor tersebut.
“Sedikit lagi…” gumam Akram.
Pemuda itu bangkit dan berjalan terpincang-pincang. “Kelihatannya, aku harus belajar cara terjun payung HALO, nih…” pemuda itu meninggalkan armornya di sana.
* * *
Kediaman al-Katiri, pukul 08. p.m. WIB…
Syafira al-Katiri sengaja menginap di kediaman itu untuk mene-mani putranya. Keduanya sedang makan malam bersama. Biasanya, Syafira selalu mengajak para bujangnya makan bersama-sama, namun kali ini tidak. Wanita itu ingin berdiskusi dengan putranya secara pribadi.
“Abi titip salam…” ungkap Syafira memulai percakapan di meja makan itu. “Dia tanya, kamu berapa hari ini kok nggak ngantor?” tanya wanita berkerudung itu.
“Ambo lagi sibuk menuntaskan proyek Wijayawarman, Umi.” jawab Akram. Pemuda itu lalu memutar-mutar jemarinya yang penuh sisa-sisa cairan gulai.
“Kemarin di IGE 2051, pihak Menhankam tertarik setelah melihat armor yang Ambo tampilkan di stan Kemenristek. Jika proyek ini berhasil, mereka akan mengucurkan dana dan meminta pengadaan 100 unit armor perang.” sambungnya.
“Tapi, urusan kantor juga penting, Nak.” sahut Syafira. “Nggak mungkin Abi serahkan urusan MLT. Group ke Ikram. Dia sudah pasti menolaknya.”
Akram tersenyum lalu menatap ibunya. “Ambo janji ka Umi… Keduanya akan tertangani dengan baik.”
“Bagaimana dengan perempuan yang bernama… Aina?” pancing Syafira. Akram tersedak lalu cepat-cepat meraih gelas dan meneguk isinya. Setelah itu pemuda tersebut tertawa.
“Namo dia tu Airina Yuki Lasantu, Umi…” jawab Akram mengoreksi pengucapan nama Airina.
“Bagaimana perkembanganmu dengan Airina?” tanya Syafira, berupaya menjajaki perasaan putranya.
“Umi kok nanyanya kesitu?” balas Akram sambil senyum.
Syafira tersenyum. “Karena kamu sekarang menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis.” ungkap wanita paruh baya itu.
“Benarkah? Umi tajam juga intuisinya, ya?” goda Akram. Sang ibu hanya mendesah lalu menyambung.
“Dulunya kamu kan nggak begitu. Kamu itu nggak seperti Ikram yang langsung oke-oke saja ketika dijodohkan Abi dengan anaknya Om Rudi…” lanjut Syafira.
“Kembar identik juga nggak sama seleranya, Umi.” kilah Akram. “Ikram kan dari kecilnya dididik penurut sama Papa Reyhan dan Mama Airin.”
“Ooo… berarti kamu kami didik jadi anak pembangkang? Begitu?” tohok Syafira dengan berang. Akram justru tertawa mendengar kemarahan ibunya.
“Umi… jangan memutar-mutar logika…” olok Akram. Syafira lalu mencondongkan wajahnya ke depan.
“Apa perlu Umi temui kedua orang tua perempuan itu dan membicarakan perjodohan kalian?” pancingnya.
“Ah, Umi… kayak Ambo idak laku saja.” tolak Akram menggerutu. Syafira menegakkan tubuhnya dan tersenyum.
“Habis?” pancing Syafira.
“Ambo janji ka Umi.” tandas Akram. “Anak perempuan Om Kenzie itu akan jadi mantunya Umi!”
Syafira tersenyum dan mengangguk-angguk. “Bagus… Awas kalau nggak jadi.” ancamnya dengan wajah jenaka.
“Yeee… ngancam.” sindir Akram. “Mestinya Umi doakan… bukan mengancam.”
“Merambahi perasaan perempuan itu ibarat menyelami Palung Mariana tanpa alat bantu aqualung. Kamu sanggup?” tantang Syafira.
“Umi saja sanggup bertahan dengan lelaki playboy cap kecoa itu…” tukas Akram menyindir ayahnya. “Masa anakmu ini nggak bisa merebut hati perempuan?”
“Bagus…” puji Syafira. “Jika kau ingin menderita, maka menderita lah untuk seorang wanita yang kau cintai. Jangan putus asa untuk berdoa… Allah akan mengabulkan permintaanmu.”
“Insya Allah, Umi…” sahut Akram.
* * *
Dojo Keluarga Lasantu, pukul 10 p.m. WITA…
Airina sedang berlatih kenjutsu di Dojo. Sozuku hitamnya mengeluarkan bunyi deru keras setiap dia mengayunkan pedang. Gadis itu sedang melakukan praktek menggunakan dua pedang, sesuai kurikulum Perguruan Hyoho Niten Ichi.
Sekian lama gadis itu menerapkan semua jurus yang terdapat pada kitab Go Rin no Sho, hingga akhirnya dia mengakhirinya dengan sabetan dua pedang membuka lalu kembali ke sikap shizentai dan menyarungkan kedua pedangnya dengan gerakan anggun.
TUUUT…TUUUTT…
Bunyi gawai terdengar. Airina menatap ponselnya yang tergeletak diatas kamiza lalu meletakkan kedua pedang pada katanakake setelah itu berjongkok meraih ponsel itu dan menjawab panggilan tanpa sempat melihat layar.
“Halo?” lengkingnya dengan nafas memburu.
“Kamu lagi ngapain? Lari marathon, ya?” olok suara pemuda di seberang.
“Ini siapa?!” tanya Airina dengan ketus.
“Masa nggak kenal suaraku, sayang?” tukas suara laki-laki itu. Airina langsung melihat layar ponsel dan terkejut. Gadis itu langsung merubah tampilan dari audio call ke video call. Nampak wajah Akram terlihat cengengesan.
“Akram?! Dari mana kamu dapat nomorku?!” tukas Airina galak. Kedua mata sipit gadis itu sontak melotot.
“Kamu lagi dimana, nih?” tanya Akram.
“Ngapain tanya-tanya? Bukan urusanmu!” sergah Airina mulai jengkel. Bayangan Akram menggerayangi payudaranya di kolam itu terlintas lagi. Mendengar bentakan gadis itu, Akram hanya tertawa saja sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kamu kalau galak begitu, kelihatan seksi deh…” gombal Akram memamerkan cengiran khasnya.
“Aku nggak main-main!” ancam Airina. “Kututup teleponnya sekarang!”
“Eit, eit, eit.. kok ditutup?” protes Akram mengerutkan alisnya.
“Lantas kenapa? Suka-suka aku, dong!” balas Airina tersenyum jahat. Akram hanya mendesah lalu menghiba.
“Eh, malam juga belum larut…” ujar Akram memelas.
“Aku tutup teleponnya, ya?!” seru Airina lagi.
“Eh, kamu kok sensi sekali sama aku?” protes Akram lagi. “Aku hanya pengen nanya kabar kamu gimana? Masa nggak boleh?”
“Bodoooo!!! Lagian kamu nelpon nggak bawa nama MLT. Group, kan? Jadi ku anggap ini pembicaraan pribadi yang nggak penting! Aku nggak tertarik!”
Airina langsung memutuskan pembicaraan seluler dan menon-aktifkan gawainya lalu mendengus kesal.
Ngapain sih si kumbang air itu nelpon malam-malam begini?! Cari-cari masalah!
Airina mendecak kesal lalu melangkah cepat meninggalkan ruangan Dojo. []
Kreator : Kartono
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 26
Sorry, comment are closed for this post.