KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendung Di Benteng Otanaha Bab 3

    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 3

    BY 25 Agu 2024 Dilihat: 21 kali
    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 3_alineaku

    PERTEMUAN DI BANDARA

    “Kamu akan dijemput oleh seorang polisi…” ujar Kenzie, kepada putranya saat Saburo baru saja take offi dari Bandar Udara Internasional Kansai di Osaka. 

    “Itu atas perintah Abahmu.” sambung Kenzie.

    “Memangnya aku ini pejabat kedutaan besar, nanti dijemput oleh aparat hukum? Jangan-jangan, petugas tersebut malah berpikir, aku ini buronan negara…” tukas Saburo dengan alis berkerut.

    “Mau bagaimana lagi?” sahut Kenzie. “Papa nggak bisa menolak permintaan seorang pejabat tinggi…” kilahnya.

    Saburo melengos ke jendela menatap hamparan samudera Pasifik yang terpampang disana. Sejenak kemudian, pemuda itu meng-hela napas. 

    “Ya, sudahlah… “ pungkas Saburo dengan pasrah. “Ketangkap, pasrah… dah…”

    Sementara diseberang sana, Kenzie tertawa mendengar celetuk-an pasrah putranya.

    * * *

     

    Inayah menatap arloji dipergelangan tangannya. Waktu telah menunjukkan pukul 8 malam. Gadis itu duduk dibangku tunggu bersama para pengunjung lainnya, menanti orang yang akan dijemputnya, menurut permintaan ayahnya kala itu. Sebagai seorang petugas negara, Inayah sudah membaca data tentang lelaki yang diamanatkan oleh Trias.

    Kedua alis si gadis sejenak mencuat saat membaca status kewarganegaraan orang itu. dia seorang avvidavit yang dua bulan lagi harus menetapkan status kependudukannya. Bagaimanapun, akibat pernikahan Kenzie dan Azkiya (Chiyome Mochizuki) yang dulunya berbeda kewarganegaraan menyebabkan status dari anak pertamanya terpaksa memiliki kewarganegaraan ganda.

    Sekarang, istri dari direktur utama PT. Buana Asparaga, Tbk itu sudah beralih status menjadi WNI dan mengganti nama beserta marganya mengikuti marga suaminya. Inayah sendiri menimba ilmu beladiri secara langsung dari Azkiya, atas permintaan wanita itu terhadap Trias. Motifnya sendiri masih dirahasiakan oleh kedua orang tua tersebut.

    Inayah kembali menghela napas. Tak lama kemudian terdengar pengumuman dari resepsionis bandara, bahwa pesawat dari maskapai Japan Air Lines akan segera landing setengah jam lagi. Gadis itu menghela napas lega dan bersiap-siap.

    Setengah jam kemudian, nampak pesawat berlogo maskapai Japan Airlines mendarat dengan apiknya pada landasan. Inayah bangkit sejenak merapikan pakaiannya, lalu duduk kembali dan mengarahkan pandangannya ke pintu terminal, tanpa menoleh sedikitpun ke arah lainnya.

    Diantara penumpang pesawat yang memasuki ruang departure, nampak seorang pemuda mengenakan kemeja lengan panjang yang digulung sedikit, menampakkan sedikit rajahan irezumi pada lengannya. Langkahnya terayun santai menjejaki lantai terminal. Inayah bangkit dan melangkah mendekati pemuda yang melangkah mendekatinya.

    “Saburo Mochizuki?” tebak Inayah.

    Pemuda dihadapannya terhenyak sejenak, tak lama senyum dibibirnya terbit. Gadis itu mengenal nama jepangnya. Dia pasti putrinya Trias, Abahnya.

    “Iyun?” tebaknya pula.

    “Kok bisa tahu?” tukasnya kaget.

    “Yang tahu namaku jepangku, kan hanya segelintir orang.” tutur Sandiaga. “Selain Papa sama Mama, Abah sama Umma yang tahu. Nah, kalau kamu bisa nyebut namaku, berarti kamu pasti anaknya Abah. Iya, kan?!” tukasnya.

    “Kalau namaku, tahu dari mana?” tanya Inayah.

    “Lho? Kan anaknya Abah hanya satu orang, Inayah Amalia Ali! Panggilannya Iyun! Ya, kan?!” tukas Sandiaga mengerutkan alis. “Masa sih, kamu nggak kenal aku?”

    “Hah? Memang… kamu siapa?” tanya Inayah.

    “Astaghfirullah!!! Abah nggak ngasih tahu, kalau kamu mau jemput aku?” seru Sandiaga sambil menunjuk wajahnya dan memelotot-kan kedua matanya. Inayah sontak mengangkat kedua tangannya ke depan dada untuk meminta perhatian.

    “Sebentar, sebentar! Abah hanya bilang kalau aku punya tugas menjemput salah satu anggota keluarga Papa Kenzie dari Jepang. Memang kenapa? Nah, kamu sendiri siapa?” tanya Inayah dengan alis berkerut.

    “Jadi kamu nggak tahu? Ini aku lho! Sandiaga!” seru Sandiaga dengan kesal. Seketika Inayah langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.

    Oh My God!!! Seriusan?! Ini kamu?!” seru Inayah lalu tertawa dan menampar lengan Sandiaga, sementara pemuda itu sejenak me-nepuk dahinya dan kembali beristighfar.

    “Masa kakakmu sendiri kau lupa, Yun?!” ujar Sandiaga memelas.

    “Beneran aku nggak tahu, Njir!!!” seru Inayah sungguh-sungguh.

    “Begini nih, kalau nggak pernah kirim foto.” Sesal Sandiaga.

    “Eh, Abah ngelarang tahu?! Kan sama juga kamu nggak pernah ngirim foto!” seru Inayah pula.

    “Eh, aku juga dilarang Papa!” seru Sandiaga. Inayah tersenyum dan mengangguk-angguk dengan wajah yang merona.

    “Kamu makin lama di Jepang, malah makin tampan ya?” ujarnya membuat Sandiaga langsung tertawa dan menggeleng-geleng takjub.

    “Sudah lama?” tanya Sandiaga.

    “Lumayan… sejam aku nunggu…” jawab gadis itu. keduanya melangkah menyusuri lantai terminal itu.

    “Aneh ya? kok kita berdua dilarang saling kirim foto?” celetuk Inayah membuat Sandiaga sejenak tertegun. Gadis itu menatapi si pemuda yang terdiam. Dicoleknya lengan Sandiaga.

    “Kenapa ente? Ngelamun pacar ditinggal disana?” tukas Inayah.

    Sandiaga langsung mendorong kening Inayah dengan telunjuk-nya. “Enak saja bacotmu kalau ngomong ya?”

    Inayah tertawa pelan. “Habisnya, kita nggak pernah saling kabar. Abah, Papa Kenzie, Sensei juga nggak pernah sekalipun memberikan alamat surat maupun surelmu.”

    “Sama, aku juga begitu! Tiap kali tanya sama Abah, beliau hanya bilang kalau kau sekolah di Jawa. Itu saja.” Sahut Sandiaga menggerutu. Keduanya akhirnya tiba didepan selasar. 

    Sandiaga menautkan alisnya saat melihat Inayah melangkah mendekati sebuah mobil Toyota Fortuner milik divisi patwal sabhara. Gadis itu membuka pintunya lalu menatap Sandiaga yang masih berdiri diserambi gedung tersebut.

    “Ayo masuk…” ajaknya.

    “Kamu?…” tukas Sandiaga tak meneruskan kata-katanya.

    “Abah juga nggak bilang sama kamu, tentang pekerjaanku saat ini?” tanya Inayah dengan heran. Sandiaga langsung menggeleng polos.

    “Papa hanya bilang kalau aku akan dijemput oleh opsir polisi. Ternyata…” ujar Sandiaga dengan pelan.

    “Keterlaluan ya, Papa Kenzie sama Abah…” komentar Inayah dengan senyum lalu menganggukkan kepala dengan isyarat menyuruh Sandiaga untuk masuk ke dalam mobil tersebut.

    Sandiaga menghela napas sejenak lalu melangkah menuju mobil patwal tersebut dan masuk ke dalamnya. Inayah menutup pintu lalu melangkah memutari kendaraan itu dan masuk lewat pintu satunya, diposisi kemudi. Tak lama kemudian, kendaraan patroli itu bergerak meninggalkan kawasan bandara tersebut, melaju dijalanan. Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam.

    “Kira-kira kita tiba jam berapa ya?” gumam Sandiaga.

    Inayah tersenyum dan tiba-tiba menginjak pedal gas lebih dalam. Sontak kendaraan itu melaju lebih kencang, membuat Sandiaga kembali terkesiap dan duduk lebih tegak. Wajahnya terlihat mulai memucat. Jarum spedometer kendaraan itu benar-benar berbaring ke sisi kanan.

    Sejenak Inayah mengerling ke arah pemuda yang duduk disisinya lalu tersenyum geli. Kembali gadis itu menginjak pedal gas lebih dalam membuat kendaraan melaju dan meliuk-liuk, menyalip kendaraan-kendaraan lainnya yang hilir mudik dijalanan utama tersebut.

    Perjalanan dari Isimu hingga kota Gorontalo itu dilalui tanpa adanya percakapan. Sementara Inayah berkonsentrasi mengemudikan mobil patwal tersebut, Sandiaga berpura-pura tidur sekedar menenang-kan gejolak aneh yang mulai menjalari perutnya.

    Inayah kemudian membunyikan sirene, agar kendaraan-kendara-an lainnya sedikit memberikan ruang, saat dia melaju membelah jalanan utama yang sedikit lagi tiba di Kota Gorontalo. Tak berapa lama ter-lihatlah tugu Perlimaan Telaga yang dilengkapi dengan layar televisi yang aktif menayangkan acara-acara bertajuk kebudayaan rakyat Gorontalo dan diisi dengan suara berbahasa daerah.

    “Sedikit lagi, sampai…” ujar Inayah memecahkan kesunyian.

    Sandiaga tak menjawab apa-apa melainkan memejamkan mata saja dan terus duduk dengan tegak. Inayah kembali tersenyum geli dan kembali melajukan kendaraan menyusuri jalan dua arah di kawasan Andalas hingga terus menyusuri arah timur.

    Akhirnya mobil patwal yang dikemudikan Inayah memasuki desa Toto dan sejenak kemudian tiba didepan Kediaman Lasantu. Inayah membelokkan kendaraan itu menyusuri taman dan berhenti didepan beranda rumah.

    “Nah, sampai deh…” ujar Inayah sembari mematikan mesin mobil lalu menarik setang rem tangan. 

    “Ayo turun…” ajaknya sembari membuka pintu.

    Sandiaga membuka matanya. Perutnya terasa melilit, dan tatap-annya terasa berkunang-kunang. Pemuda itu mual. Dibukanya perlahan pintu mobil itu dan keluar dari sana. Namun baru saja dia menjejak tanah, seketika gejolak dalam perutnya mendesak hendak keluar. Pemuda itu langsung membungkuk dan…

    HOEEEKKKK!!!!

    Sandiaga memuntahkan lendir bening bersama sedikit cairan kekuningan yang berasa pahit dari rongga mulutnya. Napas lelaki itu tersengal-sengal. Inayah yang menatap dari sisi mobil kembali tersenyum geli dan melangkah acuh menaiki undakan tangga dan masuk ke dalam rumah.

    Sementara Sandiaga masih berupaya mengatur napasnya dan berdiri menyandarkan pinggulnya pada bagian depan mobil. Tak lama kemudian muncul lagi seorang gadis berkulit seputih salju menuruni tangga dan mendapati pemuda itu disana.

    Ni-Chan nggak apa-apa?” sambut gadis itu lalu tertawa cekiki-kan. Sandiaga menatap gadis itu.

    Mailongola ma ilo tu’o? (Kenapa muntah?” tanya gadis itu menjajari Sandiaga. Pemuda itu menatapnya.

    “Dia itu bekas pembalap ya?” komentar Sandiaga ditengah napasnya yang tersengal.

    “Kenapa?” tanya gadis itu susah payah menahan tawanya.

    Bangganga da’a ey, Bar-bar betul caranya mengemudikan mobil…” komentar Sandiaga lalu menegakkan tubuhnya. Gadis itu terkekeh.

    “Baru tahu ya?” celetuknya lalu terkekeh lagi.

    “Bawa aku masuk…” pintanya.

    Gadis berkulit seputih salju itu tertawa kecil lalu memapah Sandiaga melangkah menaiki tangga dan masuk ke dalam rumah. Kedatangannya disambut oleh Kenzie yang berdiri dengan wajah yang tersenyum haru.

    Wololo habarimu, uyong? (Bagaimana kabarmu, nak?)” ujar lelaki parobaya tersebut. Sandiaga tersenyum lalu melepaskan pegang-an gadis berkulit seputih salju itu maju merengkuh lelaki parobaya di-hadapannya.

    “Alhamdulillah, Watiya piyo-piyohu (saya baik-baik,) Pa…” jawab Sandiaga dengan nada gemetar. Rasa harunya menyucuk sanubari. Pelukan pemuda itu begitu erat. Kenzie menyapu pelan dan menepuk-nepuk lembut punggung putranya.

    “Baguslah kalau begitu…” ujar Kenzie lalu melepaskan pelukan putranya. Dibimbingnya sang anak memasuki ruang keluarga. 

    “Temui mamamu… beliau sudah sangat kangen…” bisik Kenzie. Sandiaga langsung mengangguk. 

    Mereka memasuki ruangan keluarga. Disana nampak Inayah menemani seorang wanita yang mengenakan khimar panjang yang menyelimuti abaya panjang yang dikenakannya. Wanita itu mem-belakangi Sandiaga, menatapi sebuah figura besar berisikan semua anggota keluarga Lasantu yang diabadikan pada tahun 2024.

    “Mama…” sahut Sandiaga.

    Wanita berkhimar panjang itu kemudian membalikkan tubuhnya, menatap sang anak dengan senyum teduh. Langkah Sandiaga mengayun lebar tiba didepan wanita itu dan langsung berlutut dihadapan ibunya.

    “Saya datang, Mama…” ujar Sandiaga dengan lirih.

    Wanita itu tersenyum. Kedua matanya yang bening mengalirkan tirtanetra yang menyusuri pipinya. Lengan kanannya terulur dan me-nyentuh pundak pemuda itu.

    “Bangkitlah, Saburo… bangkit…” pinta wanita parobaya tersebut dengan lirih dan gemetar. Sandiaga kemudian bangkit dan menatap ibunya. Wanita itu kemudian membelai pipi pemuda tersebut.

    “Kau sedikit tirus…” komentar wanita itu. 

    Sandiaga hanya tertawa pelan. Sejenak wanita berkhimar panjang itu menoleh menatap Inayah.

    “Terima kasih, telah membawa pulang putraku…” ujarnya dengan lirih. Inayah mengangguk patuh.

    “Sama-sama Sensei…” jawab Inayah kemudian tersenyum. 

    “Kalau begitu, saya permisi dulu…” ujarnya kemudian.

    Azkiya Zahra Fatriyanti Lasantu, wanita berkhimar itu meng-angguk pelan dan tersenyum. Inayah membungkuk sejenak lalu me-negakkan tubuhnya.

    “Aku antar ya, Tata….” sahut gadis berkulit seputih salju itu.

    Inayah mengangguk lalu melangkah ditemani gadis itu me-ninggalkan ruangan tersebut. Sepeninggal mereka, Kenzie datang men-dekat dan membekap dua orang yang dicintainya sepenuh hati tersebut.

    “Sekarang, keluarga kita kembali lengkap berkumpul…” ujar lelaki parobaya itu dengan senyum gembira. “Tiada kegembiraan lain yang melampui kegembiraanku saat ini…”

    Azkiya dan Sandiaga tertawa pelan dan Kenzie mengangguk-angguk senang. Tak lama gadis berkulit seputih salju itu muncul lagi diruangan itu. dia ikut bergabung.

    “Kalian curang, tidak menungguku…” komentar gadis itu sambil merajuk. Kenzie menoleh dan tertawa lalu meraih gadis itu dalam dekapannya pula. Malam itu adalah malam paling membahagiakan bagi keluarga Lasantu. []

     

     

    Kreator : Kartono

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 3

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021