Kediaman Williams, pukul 08.00 p.m WIB…
Kevin Williams menikmati hidangannya ditemani Syafira, istrinya. Lelaki paruh baya itu menatap istrinya.
“Umi…” panggilnya. Syafira mengangkat wajah menatap suaminya dengan tatapan datar.
“Akram kok nggak ada? Apa dia di kediaman al-Katiri?” tanya Kevin mengerutkan alis.
Syafira menggeleng, “Anak itu sibuk dengan urusannya.”
Kevin menghela napas. “Sudah saatnya anak itu berumah tangga…” ujarnya, “Abi punya kenalan…”
“Biarkan dia mencari jodohnya.” sela Syafira dengan datar.
“Tapi…” sanggah Kevin.
“Anak itu bukan Ikram yang penurut. Jiwa pemberontak Mas Kevin ada dalam dirinya. Semakin Mas memaksa, dia pasti akan semakin melawan.” ujar Syafira.
“Tapi, dia sudah mulai berpikir ke arah sana, kan?” pancing Kevin mengamati raut wajah istrinya.
“Ya, tapi dia belum menemukan apa yang dicarinya.” jawab Syafira sambil mengangguk-angguk.
“Itu sebabnya Abi hendak menjodohkannya dengan…” usul Kevin mencondongkan sedikit wajahnya ke depan.
“Sekarang dia sedang melakukan penjajakan.” jawab Syafira, membuat Kevin sedikit terkejut dan menatap istrinya penuh minat.
“Dengan siapa?” pancing Kevin.
“Anak perempuannya Kenzie Lasantu.” jawab Syafira.
“Oh, ya?” respon Kevin dengan gembira. “Kalau begitu, aku akan menghubungi Kenzie untuk…”
“Nggak usah… Urusan dia jangan diganggu.” sela Syafira. Kevin hanya terdiam mendengar kalimat istrinya.
* * *
Kediaman Lasantu, pukul 8.25 p.m. WITA.
Akram sedang sibuk membuat pola armor terbaru lewat gawai-nya ketika terdengar ketukan di pintu. Jemarinya menari lincah di layar sentuh gawai itu.
“Masuk…” seru Akram. Pintu membuka dan masuklah Airina.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya gadis itu.
“Lagi mendesain armor.” jawab Akram yang sibuk kembali. Airina mengangguk-angguk. Akram kemudian menatapnya.
“Kamu sendiri?” tanya pemuda itu.
“Hanya mau bilang kalau makan malam sudah siap.” kata Airina.
“Jam berapa sih, ini?” tanya Akram yang sedang mencari-cari jam dinding di ruangan itu.
“Setengah delapan kurang lima menit…” jawab Airina. Akram menampar keningnya.
“Astaghfirullah… Kok kamu nggak ngasih tahu? Aku melewatkan waktu Maghrib!” tegurnya.
“Bodooo!!” balas Airina kesal. Gadis itu menatap tampilan layar holografis. Minatnya langsung terbit.
“Armor model apa lagi?’ tanya Airina. Akram dapat melihat gairah yang muncul dalam binar kornea gadis itu. Dia tersenyum.
“Kau mau membantuku, kan?” pancing Akram dengan sorot penuh binar gairah. Tanpa sadar, Airina mengangguk dan tersenyum.
“Yuk, sholat Isya bareng.” ajak Akram.
“Ih, kenapa harus bareng kamu?” protes Airina.
“Supaya banyak pahalanya…” kilah Akram.
Airina akhirnya mengangguk. Setelah berwudhu, keduanya melaksanakan sholat Isya berjamaah. Bacaan-bacaan merdu yang di-lantunkan Akram saat membaca ayat-ayat pendek sempat membius pendengaran Airina. Kegiatan kedua anak muda itu sempat diperhatikan secara sembunyi-sembunyi oleh Azkiya. Akram menyelesaikan ritual sholat, lalu berbalik menghadap Airina.
“Kamu terlihat cantik dengan mukena itu.” pujinya lalu mengulurkan tangan.
“Untuk apa, nih?” tanya Airina.
“Cium dong! Itu aturannya, kan?” ujar Akram menjebak gadis itu.
Airina termakan jebakan dan menyambut uluran tangan Akram lalu membawa jemari pemuda itu ke keningnya dengan takzim. Akram terkekeh senang.
“Persis benar kita sudah jadi suami-istri…” komentarnya. Airina langsung mencampakkan tangan Akram.
“Ih, amit-amit deh!” omelnya.
“Serius, beneran…” ujar Akram. “Aku mau jadikan kamu istriku.”
“Nggak sudi!” sembur Airina.
Akram mendekatkan wajahnya. “Kamu itu inspirasiku, Yuki…”
TAP!!!!
Airina langsung menampar wajah pemuda itu dengan telapak tangannya.
“Sudah waktu makan malam!” gerutu Airina. “Kerjanya gombal terus!”
Akram tertawa, sedang Airina langsung bangkit dengan wajah memerah dan pergi keluar dari kamar. Pemuda itu menyusulnya.
* * *
Airina sengaja mengerjai Akram. Dia menyajikan hidangan yang sangat asin untuk pemuda itu dan Akram tak menyadarinya. Keganjilan itu dirasakan saat ia mencicipi hidangannya. Mulut pemuda itu sejenak terkunci dan menatap ketiga orang yang makan dengan tenangnya. Kenzie menatapnya lalu tersenyum.
“Bagaimana? Enak, kan? Ini buatan Yuki, lho.” ujarnya.
Akram hanya tersenyum miring dan berupaya menelan dengan susah payah.
“Enak… Enak, Apak…” jawab Akram mengerjap-ngerjapkan kedua matanya.
Namun, Azkiya dapat merasakan keganjilan itu sebab melihat Airina yang susah payah menahan tawa. Dengan menahan penderitaannya, pemuda itu menghabiskan hidangan karena menghormati kedua orang tua itu. Pemuda itu bangkit setelah menyorongkan piring kosong ke tengah meja.
“Maaf Apak, etek…ambo permisi duluan ke kamar.” ujar Akram dengan senyum. “Ada proyek yang masih sementara ambo kerjakan.”
“Oh, ya. Silahkan.” Jawab Kenzie dengan ramah.
Akram pamit dan berlalu. Sepeninggal pemuda itu, Azkiya langsung mencolek sisa dalam piring Akram lalu mengecapnya. Sejenak wanita paruh baya itu mendecap lalu menatap putrinya.
“Jika kamu membencinya, bencilah seperlunya. Jangan berlaku tidak adil.” tegur wanita berkhimar itu.
“Kenapa Kanai-Chan menjilati sisa piring anak muda itu?” tanya Kenzie dengan heran.
“Putri Salju kita sengaja menjahili anak itu, Hubby…” jawab Azkiya lalu mencolek lagi piring milik Akram dan menyodorkan jemarinya kepada Kenzie. Laki-laki paruh baya itu menjilati jemari istrinya dan langsung meludah. Wajah Kenzie langsung memerah dan gusar.
“Jangan sampai rasa bencimu merubahmu ke titik ekstrim dan akhirnya justru menjadi cinta.” tegur Azkiya lagi.
“Ih, Mama…” tukas Airina. “Memang Mama lihat Yuki suka sama dia? Ih, amit-amit…” desis gadis itu.
“Gejalanya sudah terlihat, Yuki…” tandas Azkiya membuat Airina terdiam. “Kamu tahu? Negatif yang kuat, sesungguhnya adalah positif. Penyangkalan yang begitu nampak, justru mencerminkan sisi gelap dari perasaan cintamu terhadapnya.”
“Ih. Masa sih, Ma?” tukas Airina dengan cemas.
Azkiya tersenyum. “Nak, tanpa kau akui, kau sebenarnya telah terperangkap oleh perasaan gelap itu. kau sudah jatuh cinta kepadanya! Percayalah pada Mama.”
“Tapi…” elak Airina.
Kenzie langsung mendengus pelan dan menatap putrinya dengan sorot lembut namun kukuh. Airina menelan ludah. Raut wajah sang Ayah menyiratkan kemarahan yang ditahan.
“Tebus kesalahanmu!” titah Kenzie dengan tegas.
Dengan lesu akhirnya Airina mengangguk dan bangkit menuju dapur, kembali memasak. Keduanya menatap gadis itu.
“Yuki-Onna kita…nggak nyangka, ada juga orang jauh yang suka sama dia.” komentar Kenzie dengan lirih sambil tersenyum.
“Aku juga putri salju, ya kan, Hubby?” pancing Azkiya memamerkan senyum seringai gingsulnya. Kenzie menggeleng.
“Bukan.” sanggahnya. “Kanai-Chan bukanlah putri salju…” jawab Kenzie dengan senyum nakal. Azkiya langsung bermanja-manja.
“Terus? Aku apanya Hubby, dong?” rengek Azkiya lirih, takut kedengaran putrinya yang sementara memasak di dapur. Kenzie sejenak mencium pipi istrinya dan kembali tersenyum nakal.
“Kanai-Chan itu… es krim… enak diemut …” bisiknya. Azkiya tersipu dan memukul lembut lengan suaminya.
“Monduhu…” balasnya berbisik pula. Kenzie hanya tertawa.
* * *
Akram sementara sibuk mengutak-atik rancangan armornya saat pintu membuka dan Airina masuk membawa baki berisi sepiring ganmo-dokki dan empat buah teh botol kemasan plastik. Gadis itu meletakkan baki itu di lantai.
“Kamu pikir dengan menjamuku pakai hidangan asin itu membuatku menyerah dan pulang ke Padang? Begitu?” pancing Akram.
“Maaf…” ujar Airina dengan wajah bersalah. Akram menjeda pekerjaannya, lalu merubah posisi duduknya menghadap ke arah Airina.
“Aku tahu, kamu membenciku. Aku paham bahwa kita belum sedekat itu. Aku memang pemuda jahil dan menjengkelkan di matamu.” ujar Akram sambil memutar-mutar jemarinya dan sesekali menutup mata.
“Namun setidaknya, bersikaplah adil padaku…” pintanya. Airina menekurkan wajah. Akram meraih dagu gadis itu dan menegakkannya.
“Tatap aku…” pintanya.
Tatapan mata Airina bertumbukan dengan tatapan mata Akram yang teduh. Gadis itu menghela napas gugup namun tidak juga menundukkan wajahnya. Airina membiarkan netra indahnya dipandangi sepuasnya oleh pemuda dari Padang itu. Akram melanjutkan kata-katanya.
“Jika hubungan kita hanya bisa jadi teman, fine, It’s okay. I will be your friend. Just your friend…” ucapnya kemudian. Airina, pada akhirnya, hanya bisa menghela nafas kembali dan menghembuskannya dengan lembut. Akram lalu mendekatkan wajahnya.
“Will you be my friend?” tanya pemuda itu dengan lirih.
Airina akhirnya mengangguk-angguk. Akram tersenyum lalu me-ngangguk-angguk pula meski nampak benar kekecewaan diwajahnya. Pemuda itu sebisanya melapurnya dengan senyum.
“Okay, sekarang bantu aku menyelesaikan proyek ini.” pinta Akram, sebisa mungkin tak memikirkan lagi kekecewaannya. Airina mengangguk lagi. Kali ini gadis itu tersenyum manis.
* * *
POLDA Gorontalo, Ruang Piket, Pukul 10 p.m. WITA…
Inayah, sementara menjalani tugas piketnya. Polwan itu menguap, membekap mulutnya yang menganga lebar dengan tangannya, lalu menggeliat sejenak melemaskan otot-ototnya yang kaku. Rasa kantuk sejenak menyelinap membuai kelopak matanya agar mengatup sejenak. Inayah baru saja mencoba tidur singkat ketika…
TUUUT…TUUUT…TUUUT…
Dering ponsel membuat kelopak matanya yang layu membuka dan berhasil menendang kantuk. Diraihnya ponsel di meja dan melihat layar. Senyumnya langsung merekah melihat siapa sedang yang menghubunginya. Segera polwan jilbaber itu mengaktifkan video call. Di layar gawai itu, muncul seraut wajah Sandiaga yang mengenakan kemeja gakuran putih. Lelaki itu menyunggingkan senyumnya.
“Halo, Ayang!” sapa Inayah dengan riang. “Kok lama banget di sana?! Iyun sudah rindu berat nih!” rajuknya dengan manja.
“Sedikit urusan lagi… Setelah itu aku akan pulang kepadamu.” jawab Sandiaga tersenyum nampak dari layar.
“Sedikit itu berapa lama?” tagih Inayah dengan sewot. “Ayang sengaja bikin Iyun tersiksa, ya?!” jilbaber itu membulatkan matanya yang lentik.
“Awas ya?! Pokoknya kalau pulang, itu burung-nya diistirahatkan dalam sangkarku dulu! Jangan kemana-mana sebelum diperintahkan! Mengerti?!” ujarnya setengah mengancam.
Sandiaga tertawa. “Iya, aku manut saja deh. Jangan marah lagi, ya?” pinta lelaki itu. Inayah tersenyum lalu mengangguk.
“I Love You, Ayang…” sahut Inayah.
“I Love You, too, Schnucky…” balas Sandiaga.
Percakapan seluler itu berakhir, namun kedua kelopak mata Inayah sudah kehilangan minat untuk mengantuk. Polwan jilbaber itu kembali menjalankan tugas piketnya dengan penuh semangat.
* * *
Atas permintaan Kenzie, Airina terpaksa mengajak Akram mengunjungi kantor pusat PT. Buana Asparaga, Tbk. Mereka dijemput Lexus LM 566H Silver milik perusahaan. Airina mengenakan pakaian resminya, sementara Akram hanya mengenakan pakaian kasual. Keberadaan Akram disana langsung membuat kehebohan sebab para karyawan langsung bersikap hormat saat Dewinta Basumbul memberitahu siapa dirinya yang sedang mendampingi wakil presdir perusahaan itu.
“Sudah kubilang, kan? Kamu itu biangnya masalah.” gerutu Airina. “Nggak di rumah, nggak di kantor, selalu saja menimbulkan kehebohan.”
“Manusiawi…” tanggap Akram dengan tenang sambil sesekali membalas sapaan hormat tiap karyawan yang berpapasan dengan mereka. “Mereka memandangku sebagai Deputi Direktur MLT. Group, bukan sebagai Akram Williams al-Katiri.”
“Mereka harus ditatar lagi supaya tidak sembarangan membungkuk…” tukas Airina dengan ketus. Dewinta Basumbul berpapasan dengan dua anak muda itu. Dia langsung menegur.
“Apa Tuan Muda ada janji bertemu dengan Nona?” tanya sekretaris tersebut. Akram tersenyum dan menggeleng.
“Nggak. Kebetulan saja bertandan dan menginap di sana.” jawab Akram sekenanya. Dewinta tersenyum-senyum.
“Oh… berarti…” tukas Dewinta Basumbul.
“Jangan salah sangka!” sela Airina. “Ini hanyalah lawatan biasa!” kilah Airina. Dewinta tetap saja tersenyum. Airina menatapnya.
“Ada yang mau diberitahu?” tanya gadis itu.
”Pak Faris ada di ruangan Nona.” bisik Dewinta.
Airina tercekat namun cepat-cepat disembunyikannya. Ketiga orang itu tiba di ruang Presdir dan masuk. Di sofa, nampak Faris duduk menoleh melihat kemunculan Airina yang didampingi Dewinta dan Akram.
“Bang, kok datang nggak ngasih kabar?” tegur Airina.
“Sengaja…” jawab Faris lalu menatap Akram. “Sayangnya, ada gangguan…”
Akram tertawa, “Silahkan urusi percintaan kalian…” pemuda itu menatap Dewinta. “Bisa temani saya menikmati suasana kota?” pintanya. Dewinta mengangguk.
“Mari, silahkan…” ajaknya.
Keduanya melangkah meninggalkan ruangan itu. Faris memastikan keadaan lalu menatap Airina.
“Yuki… aku meminta penjelasan untuk…” pinta Faris.
Airina tak menggubris pertanyaan itu, justru langsung maju memeluk dan menyandarkan dirinya ditubuh perwira itu.
“Abang, segera lamar aku…” pinta Airina.
Faris terhenyak mendengar permintaan gadis itu.
“Kenapa begitu tiba-tiba?” tanya Faris terlonjak.
“Abang nggak mau melamarku?!” rajuk Airina dengan ketus. Wajahnya memberengut.
Seketika luapan kegembiraan nampak dalam wajah Perwira tersebut. Senyumnya tersungging. Penuh semangat, Faris berkata,
“Baik! Aku akan melamarmu besok! Aku pastikan kedua orang tuaku datang ke Kediaman Lasantu untuk memboyongmu menjadi permaisuriku!” tandasnya dengan semangat.
“Janji?” tuntut Airina dengan senyum menggoda.
“Pasti!” sahut Faris sekali lagi menegaskan.
Namun, lelaki itu tak mengetahui bahwa takdir sekali lagi menguji tekadnya.[]
Kreator : Kartono
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 32
Sorry, comment are closed for this post.