Faris bingung bukan main, terjepit dalam dua pilihan. Romin Bulotio yang baru tiba dari lawatan bisnisnya di Australia, memerintahkan Faris untuk segera berumah tangga. Yang membuat masygul lelaki itu adalah jodoh yang dipilihkan Romin untuk putranya, bukanlah perempuan yang diinginkannya. Lelaki itu, dalam gundahnya langsung mengajukan keberatan.
“Aku sudah punya tambatan hati, Pa!” tandas Faris.
“Siapa perempuan yang telah menarik hatimu? Jika Papa berkenan, Papa akan menyetujuinya. Jika tidak, maka keluarga kita yang akan menolaknya.” jawab Romin dengan tenang.
“Nama kekasihku adalah… Airina Yuki Lasantu…” jawab Faris dengan tegas, layaknya seorang perwira yang mengajukan misi.
“Anaknya Azkiya Zahra?!” tebak Romin. Faris mengangguk.
“Papa menolak!” tandas Romin. “Kau tahu, Ibunya itu residivis. Lima tahun mendekam dalam bui. Aku nggak mau ber-menantu-kan anak seorang kriminal!”
“Tapi, Ayah…” pinta Faris.
“Apa?! Kau mau membantahku?!” sergah Romin dengan berang.
“Bukankah keluarga kita dengan keluarga mereka masih berkerabat? Bukankah percintaan kami akan merekatkan dua keluarga ini? bisakah Papa pertimbangkan?” pinta Faris lagi berupaya membujuk.
“Harus kau tahu, Faris! Memang benar kita masih berkerabat dengan mereka. Tapi, dua hal yang membuatku tidak bisa mengabulkan keinginanmu.” ujar Romin lalu mendengus kesal.
“Apa itu, Pah?’ tuntut Faris.
“Hal pertama sudah kukatakan padamu. Yang kedua, aku dan papanya Airina itu musuhan! Kami sama-sama petarung! Aku nggak sudi takluk di bawah kakinya. Dia pasti menggunakan putrinya untuk mengendalikanmu, sehingga aku tidak bisa melakukan apa yang semestinya ku lakukan.” ujar Romin lagi.
“Pah! Jangan sejelek itu berprasangka kepada seseorang!” tegur Faris mulai berang.
“Ini fakta, Faris!” tandas Romin lagi.
“Tapi…” protes Faris.
“Tidak ada tapi-tapian!!” tandas Romin lagi. “Kau akan menikahi Priscilla Bilondatu, anaknya Abdul Rahim Bilondatu!”
“Pa! setega itu kau pada anakmu?!” sergah Faris tanpa sadar.
“Faris! Dalam dunia bisnis tidak ada yang namanya persaudaraan dan itu sudah sejak jaman silam berlaku. Aku menjodohkanmu dengan dengan anaknya Abdul Rahim karena dia adalah salah satu investor kita. Lagipula, ini sangat penting demi mempertahankan wilayah kita agar tidak dikuasai dominasi Kelompok Sembilan! Kau sudah tahu itu, kan?” tandas Romin membalas dengan tegas.
“Tapi, haruskah kebahagiaanku akan kau korbankan demi ambisi sepele itu?” sergah Faris memprotes.
“Faris, bukan hanya kau yang ku perlakukan seperti ini. Winda juga pasti akan kunikahkan dengan seseorang yang layak untuk berjuang bersamaku dalam dunia bisnis!” sanggah Romin.
“Bukankah Om Kenzie lebih cocok untuk itu, Pa? dengan bersatunya kami, perusahaan kalian akan mendominasi Gorontalo, bahkan mungkin seluruh Sulawesi ini akan bisa kalian kangkangi. Mengapa Papa tidak melihat dari sisi itu?” bujuk Faris sedikit memelas.
“Faris! Bagaimana pun, Buana Asparaga dan Atma Jaya tidak akan bisa merger. Kami sama-sama memiliki ambisi dan tidak boleh ada dua penguasa di muka bumi ini. Hanya itulah saat ini keputusanku! Mau tak mau, kau harus mau melakukannya! Itu baktimu!” tandas Romin.
Lelaki paruh baya itu berdiri dan melangkah meninggalkan Faris. Lelaki itu menoleh menatap ibunya, seakan meminta sang Ibu untuk berjuang membujuk keinginan keras suaminya. Faris memelas.
Namun harapannya sirna ketika sang Ibu hanya menghela nafas lalu bangkit dan melangkah meninggalkan putranya dengan ayunan langkah yang berat. Tak ada lagi yang bisa dilakukan pemuda itu. Faris akhirnya menyembunyikan wajahnya, menekur dalam sambil menjambak rambutnya dengan gemas.
* * *
Romin menatap tajam Airina, membuat gadis itu risih kehilangan respek terhadap pengusaha tua itu. Entah kenapa insting Airina memberikan sinyal bahwa kedatangan direktur utama PT. Atma Jaya itu membawa pertanda yang tidak baik. Keduanya duduk di lobi ditemani dua cangkir minuman dan sepiring kudapan yang telah disuguhkan salah satu office boy atas perintah Dewinta Basumbul.
Suasana hening menggerataki ruangan itu. memang di sekitarnya terlihat rutinitas para pegawai yang berseliweran, namun tetap saja aura yang tertangkap oleh mereka membuat suasana di sekitarnya sangat hening seperti berada di kawasan vakum udara. Setelah menikmati suguhan sahibul bait, lelaki paruh baya itu mendehem sejenak lalu menatap Airina Yuki dengan tatapan memicing.
“Sejak kapan kau mengenal Faris?” selidik lelaki paruh baya itu. Keduanya duduk di sofa, saling berhadapan. Airina menghela napas.
“Di Sidang BP4R… Secara tak sengaja, aku bertemu dengan Bang Faris di sana…” jawab Airina Yuki dengan jujur.
“Terus?” cecar Romin lagi.
“Bang Faris dicomblangi oleh Tata Iyun padaku. Kami bertemu dua kali. Yang kedua adalah kedatangannya di rumahku, mengajakku datang ke pesta pernikahan itu…” sahut Airina lagi. Romin sejenak mengangguk-angguk lalu menggerataki seluruh ruangan lobi itu dan kembali memandangi sang deputi direktur PT. Buana Asparaga, Tbk.
“Tentunya kamu sudah tahu maksud kedatanganku kemari?” pancing Romin. Airina hanya diam saja menunggu kalimat dari lelaki itu.
“Aku ingin kau memutuskan hubunganmu dengan putraku! Dia telah ku jodohkan dengan Priscilla Bilondatu. Ssepuluh hari lagi mereka akan menikah.” ujar Romin dengan sikap angkuh.
Sejenak Airina Yuki terkejut. Gadis itu tanpa sadar mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan.
“Bang Faris nggak bilang itu padaku, Om…” tukas Airina.
“Memang! Karena aku yang memutuskan. Bagaimana pun, dia harus mematuhinya! Itu adalah baktinya sebagai putraku.” sahut Romin dengan tatapan angkuh. Airina Yuki kembali menyandarkan punggungnya di sofa dan menarik nafas sejenak, lalu memprotes dalam nada-nada katanya yang masih dilemah lembutkan.
“Bukankah Om Romin sudah tahu tentang hubungan kami?” pancing Airina dengan lembut.
“Ya, aku tahu… Justru itulah, aku harus bertindak cepat!” jawab Romin dengan tegas. Sekedup, alis Airina Yuki bertautan lalu kembali datar dan gadis itu mendehem kecil, kemudian berkata lagi.
“Kenapa Om? Bisakah saya tahu alasan yang sebenarnya?” pinta Airina dengan lembut masih tetap menahan kesabarannya.
“Aku nggak suka Ibumu… Aku nggak mau ada seorang residivis dalam keluargaku…” ungkap Romin membuat Airina terdiam. Sejenak kemudian, gadis itu tersenyum kaku.
“Hanya… itukah?” pancing Airina.
“Ya! hanya itu!” tandas Romin lalu mencondongkan tubuhnya ke depan dan menatap Airina dengan tajam. “Sekarang, maukah kau melepaskan anakku untuk menikahi gadis pilihan keluarga kami?!”
Setelah menanyakan hal itu, Romin kembali menegakkan tubuh dan menyandarkan punggungnya di sofa. Lelaki itu tersenyum sinis kembali sambil menatapi deputi direktur yang belia itu.
“Tanpa kau setuju pun, aku akan tetap menikahkan Faris dengan Priscilla Bilondatu.” sambung Romin.
Airina masih diam memejamkan matanya beberapa lama, kemudian membukanya. Gadis itu kemudian melepaskan cincin pemberian Faris di jari manis kirinya dan meletakkan benda itu di meja.
“Kalau begitu, pulangkan benda itu kepada anak anda.” sambut Airina dengan datar. “Saya nggak perlu menyimpan benda itu lagi.”
Romin hanya tersenyum sinis menatap cincin batu akik itu lalu meraihnya dan menyimpannya dalam saku.
“Ternyata, kamu paham juga.” komentarnya.
“Silahkan tinggalkan tempat ini.” pinta Airina dengan datar.
Romin mendengus lalu bangkit dan melangkah pergi meninggalkan ruangan itu. Sepeninggal lelaki itu, Airina menumpahkan emosinya. Air mata gadis itu membanjir deras.
Penolakan dan penghinaan itu sangat menyakiti hatinya, terlebih membawa-bawa riwayat hidup ibunya. Luka lama Keluarga Lasantu terkoyak lagi dan perlahan tapi pasti, jantung dan hati Airina membeku kembali, selayaknya seorang putri salju.
* * *
Azkiya Zahra tersenyum saat Syafira al-Katiri mengungkit pertemuan perdana mereka berdua. Wanita berpakaian batabue itu memang selalu mengagumi wanita berkhimar yang duduk di hadapan. Kebersamaan mereka di beranda samping dekat Dojo ditemani sepoci kaca berisi teh chamomile dan dua gelas tinggi serta sepiring kue kering khas Padang.
Syafira menyayangkan tak ada diantara anak-anaknya yang mendalami Silek Tuo al-Katiri dan justru mengejar hasratnya sebagai cendekiawan. Satunya mendalami virologi, satunya mendalami alutsista.
“Kemarin Akram baru saja menang tender 100 unit armor WM 01 untuk Dephankam…” pungkas Syafira menutup kisahnya.
“Saya sudah melihatnya. Keduanya sibuk mendesain sebuah armor…” sahut Azkiya. “Kurasa Yuki jadi ketularan gara-gara Akram…”
“Apakah Akram tidak melakukan sesuatu yang memalukan di sini?” pancing Syafira. Azkiya tersenyum dan menggeleng.
“Soalnya, selain cerdas… sifat nakal dan jahilnya itu, menurun dari Kevin.” ujar Syafira kembali mencomot sebuah kue dan memakannya.
“Tak ada yang sempurna di dunia ini, Uni…” sahut Azkiya dengan lembut. Syafira mengangguk-angguk sejenak lalu menarik napas.
“Bagaimana kalau keduanya kita jodohkan?” pancing Syafira, mengamati wajah sahabat lamanya. Azkiya sejenak tersenyum lalu me-narik napas pelan.
“Sudah mantapkah? Saya pribadi nggak mau Yuki mempermalukan Uni dengan kelakuannya…” sahut Azkiya.
“Aku percaya pada Akram!” tandas Syafira. “Dan aku menyukai anak perempuan adiek, seperti anakku sendiri…”
“Tapi, aku tak yakin…” sela Azkiya dengan senyum ragu. “Bagaimana pun, Yuki adalah cerminan diriku. Aku takut kalau dia…”
“Tak ada yang sempurna di dunia ini, adiek…” balas Syafira. “Tugas kita hanya berikhtiar memilihkan jodoh yang baik untuk anak-anak kita kelak.”
* * *
Airina duduk menyesap cocktail dalam gelas, kemudian meletakkan minuman itu di meja. Gadis itu sedang patah hati. Sejenak diperhatikannya beberapa muda-mudi yang sementara asyik dugem diiringi alunan musik house dance yang di remix oleh seorang disc jockey kawakan. Alunan musik yang di deejaying lewat salah satu aplikasi media massa membuat suasana bar itu hingar bingar.
Airina kembali meneguk cocktail nyaris habis. Rasa panas alkohol menghangatkan kerongkongan dan rongga dadanya yang masih terasa sakit akibat penghinaan dari ayah bekas kekasihnya. Mata gadis itu mulai sayu. Beberapa pemuda menghampirinya.
“Halo, cantik? Lagi ngapain?” goda salah satu pemuda. “Boleh gabung, nggak?”
“Setidaknya… jangan ganggu aku…” sahut Airina dengan pelan. Salah satu pemuda yang jahil hendak menjamah dada Airina. Tiba-tiba…
KREK!!!
AAAAAUCCCH…
SSSSHHH…
Pergelangan tangan pemuda itu langsung dicengkeram oleh Airina tanpa menoleh, sibuk menikmati minumannya. Teman-teman pemuda itu terkejut. Airina menatap pemuda yang dicengkeram lengan tangannya.
“Kamu duduk di sini…bukan berarti boleh disentuh…” tukas Airina mengancam.
“Kamu nggak sayang ibumu…???” cengkraman pada pergelangan tangan itu diperkuat membuat pemuda itu terbungkuk-bungkuk kesakitan.
Salah satu pemuda yang gemas langsung meraih salah satu botol di meja dan menghantamkan benda itu ke kepala Airina.
PRANGGGG!!!!
EH???
Botol itu pecah berhamburan saat menghantam kepala Airina. Segalanya menjadi hening seketika saat peristiwa itu terjadi. Semua pengunjung menatap Airina. Para pemuda itu pias menyaksikan kepala gadis itu tak pecah oleh hantaman botol minuman.
KREK!!!
AAAHHH…
Airina mematahkan jemari lengan lawan. Pemuda itu berteriak kesakitan dan bergulingan di lantai, memegangi pergelangannya yang dipatahkan.
Airina bangkit memandangi teman-teman si pemuda itu. Dengan sekali terjang dia melesat menghadiahkan beberapa teknik pukulan dan tendangan yang membuat sekelompok pemuda itu terkapar kesakitan dan tak mampu bangkit lagi.
Dengan langkah gontai, Airina melangkah hendak meninggalkan tempat tersebut. Langkahnya tertahan karena dihadang sekelompok lelaki kekar berkaos hitam. Mereka adalah preman-preman pengaman lokasi tersebut.
“Bayar ganti ruginya, Nak.” tegur salah satu lelaki berkaos hitam. “Jangan cari masalah di sini!”
KRAAKKKK!!!!
AAAAKHHH…
Kembali lelaki berteriak kesakitan katika telunjuknya digenggam dan dipatahkan Airina dengan enteng. Lelaki itu terduduk memegangi telunjuknya yang bengkok keluar sambil memekik-mekik kesakitan.
“Lonte!!!” umpat salah satu pria maju mengayunkan tinjunya.
Tidak sulit bagi seorang renshi sekelas Airina menaklukkan preman-preman itu. Dalam sekejap, lima orang preman terkapar tak berdaya di bawah kaki gadis itu.
Semua pengunjung Bar Tiara gempar karenanya. Dengan sempoyongan, Airina meninggalkan bar tersebut. Langkahnya pelan dan terseret-seret sambil memegangi kepalanya yang terasa pening. Rasa pening itu makin menyengat dan akhirnya Airina tak mampu menahannya lagi. Tubuhnya limbung dan menggeloyor jatuh.
BLUGH…
UHM…
Beruntung sesosok pemuda muncul dan menyangga tubuh gadis itu, memapahnya dan memasukkannya ke sebuah mobil. Kendaraan itu melaju kemudian ketika waktu menunjukkan pukul 11 malam.
“Aku nggak bisa membawamu ke rumah dalam keadaan seperti ini. Kita berdua bisa dimarahi habis-habisan oleh kedua orang tua kita.” gumam pemuda itu yang tak lain adalah Akram Williams al-Katiri.
Kendaraan itu dibelokkan Akram menuju Hotel TC. Damhill, penginapan berbintang tiga yang berlokasi di bagian timur Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Akram memapah Airina yang mabuk berat menuju resepsionis dan langsung memesan kamar VIP.
Dipandu seorang office room, Akram menemukan kamarnya dan langsung membuka pintu kamar menggunakan kartu elektronik. Akram membaringkan gadis itu di ranjang. Ditatapnya Airina yang tergolek mabuk. Pemuda itu mendesah.
Yuki… kalau nggak kuat minum, jangan maksa. Pasti kamu lagi punya masalah dengan laki-laki itu, makanya kamu jadi begini… mana pakaianmu sudah bau…
Akram akhirnya membuka semua pakaian Airina. sejenak lelaki itu meneguk ludah menatap pemandangan tubuh sang Deputi Direktur yang polos telanjang. Setiap lekukan tubuhnya mengundang selera birahi yang membuat bagian selangkang Akram langsung memberikan reaksi biologis.
PLAK!!! Astaghfirullah….
Akram menampar pipinya sendiri untuk menyadarkan sebagian sisi jiwanya yang nyaris tersihir oleh kemolekan tubuh Airina. Pemuda itu meraih selimut dan langsung menyelimuti tubuh Airina Yuki.
Astaga… Yuki… untung saja Ambo masih dilindungi Allah…
Akram menghela napas sejenak dan menghembuskannya dengan keras kemudian beranjak ke tepian ranjang. Namun, baru saja hendak turun dari ranjang itu, tiba-tiba tubuhnya ditarik Airina hingga jatuh ke pelukan gadis yang masih tenggelam dalam mabuknya itu.
“Jangan tinggalkan aku…” igau Airina memeluk Akram dengan erat. Akram mendesah lalu memperbaiki tubuhnya tidur memeluk gadis itu. Senyumnya tersungging lembut.
“Aku tak sedikit pun meninggalkanmu.” bisik pemuda itu dengan pelan. “Tidurlah…”
Airina tersenyum dalam tidurnya dan terlelap kemudian dalam pelukan pemuda itu. []
Kreator : Kartono
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 33
Sorry, comment are closed for this post.