Akram menjalani perawatan intensif di bilik VVIP yang ditanggung sepenuhnya oleh Kenzie. Sementara itu Airina tak bosan menunggu kekasihnya di kamar itu. Akram menatap gadis yang duduk di sisi ranjangnya.
“Bagaimana kabarmu, sayangku?” tanya Akram dengan suara lemah. Tubuhnya belum sepenuhnya fit.
“Aku belum jadi istrimu, Akram..” tegur Airina meski sesungging senyumnya tetap bertengger dibibir sensualnya.
“Sedikit lagi…” ujar Akram. “Setelah resmi, kita main lagi seperti malam di Hotel Damhill itu…” goda pemuda itu membuat wajah Airina bersemu merah.
“Dasar monduhu, maniso, garida… kamu memang dasarnya begitu ya?” tukas Airina menggerutu.
“Eh, aku jadi begini gara-gara kamu, lho.” balas Akram memelototkan matanya.
“Kapan kita nikah?!” todong Airina.
“Tenang, sayang… Ini juga lagi mau dibicarakan…” balas Akram sambil senyum. “Nafsu benar, nih cewek…”
CUT!!! ADOOOH!!!
Seketika Airina mencubit dada Akram membuat pemuda itu mengaduh dan menggelinjang.
* * *
Dua hari kemudian, luka-luka fisik Akram sembuh. Pemuda itu sudah baikan, saat Keluarga Lasantu menjenguknya di bilik VVIP saat itu. disaksikan oleh Adnan, Akram melamar Airina secara resmi kepada Kenzie dan istrinya.
Kedua suami istri itu menyetujui lamaran tersebut dan menuntut Keluarga Williams al-Katiri untuk segera bertemu dengan pihak keluarga Lasantu. Jangka waktu yang diberikan hanyalah seminggu. Jika dalam seminggu pihak keluarga Williams tak memenuhi panggilan, maka dengan sendirinya hubungan cinta antara Akram dan Airina berakhir.
“Deal!” seru Akram menyanggupi membuat Adnan makin merasa kagum dengan karakter pemuda tersebut.
“Esok, saya akan kembali ke Padang untuk menyampaikan permintaan anda sekalian. Sekalian saya kembali meminta izin untuk memboyong Airina sekali lagi ke sana…” pungkasnya.
Adnan mengerutkan alisnya. “Mengapa?”
“Permintaan Ibu saya secara pribadi, Datuk…” jawab Akram.
“Berapa lama Airina di sana?” tanya Adnan lagi.
“Tiga hari. Itu sudah lebih dari cukup.” ujar Akram.
Adnan mengangguk-angguk lalu menyetujui permintaan pemuda tersebut. Setelah itu, keluarga Lasantu kemudian beranjak meninggalkan bilik VVIP tersebut, terkecuali Airina.
“Kamu kenapa masih di sini?” tukas Akram.
Airina maju memeluk kekasihnya. Setelah menegakkan tubuhnya kembali, Airina berkata. “Kamu memang hebat, bisa menaklukkan keluargaku.” pujinya.
“Itu karena pertolongan Allah. Dia tahu, apa yang kuinginkan…” jawab Akram. “Sekarang, persiapkan dirimu… Lusa nanti, kita berangkat ke Padang.”
* * *
Syafira telah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan Airina dan Akram. Semua penghuni Kediaman Al-Katiri sudah tahu dan bersiap-siap menunggu pesawat jet khusus yang menjemput mereka di Gorontalo.
Waktu telah menunjukkan pukul 9.45 WIB. Sebentar lagi jet pribadi itu akan mendarat di pekarangan kediaman Al-Katiri. Disana juga sudah hadir Ikram dan Hayati, Rudi dan Diva, begitu juga dengan Reyhan dan Airin yang merupakan orang tua asuh dari Ikram.
Tak lama kemudian terdengarlah deru suara pesawat mendekat. Mereka semua keluar dari kediaman menatap ke arah pekarangan luas dimana pesawat itu akan mendarat. Tampak lah sebuah pesawat yang dilengkapi roket penyeimbang sedang turun pelan secara vertikal dan akhirnya mendarat dengan baik di pekarangan tersebut.
Pintu pesawat membuka dan keluarlah Hussein al-Katiri bersama pilot pribadinya menuruni tangga dan menyeberangi pekarangan itu menuju ke rumah. Tak lama kemudian keluarlah Akram yang meng-gandeng Airina menuruni tangga pesawat dan melangkah menyeberangi pekarangan.
Syafira yang kadung disergap rindu langsung berlari ke pekarangan menyambut keduanya. Wanita paruh baya itu memeluk Akram dan menumpahkan tangisnya.
“Umi, usahlah menangis.” pinta Akram. “Aden datang membawa anak perempuan Umi…”
Syafira melepaskan pelukannya dan beralih mendekati Airina. Gadis itu dipeluknya dengan erat dan diciuminya berkali-kali. Airina sendiri tumpah air matanya disambut sedemikian rupa.
Akram meninggalkan kedua wanita yang saling melepas rindu itu. dia menyeberangi pekarangan dan mendapati saudara kembarnya. Keduanya lalu saling menyapa dan melakukan toss gaya mereka sendiri.
“Selamat, kamu dapatkan pasangan kentutmu…” olok Ikram menebarkan senyum lebarnya dan memperbaiki letak kacamatanya yang sempat melorot. Akram tertawa dan menggandeng bahu kembarannya, lalu keduanya masuk ke dalam rumah.
Mereka masuk bersama-sama dan duduk di ruang keluarga. Rudi tersenyum, “Sudah lama ya kita nggak ngumpul-ngumpul begini?” celetuknya.
“Kenapa Heru sama Aldo nggak diajak?” tukas Diva.
“Kupikir, ini hanya acara keluarga…” kilah Rudi.
“Aku kemari hendak memberitahukan sesuatu…” ujar Akram membuat penghuni kediaman itu langsung diam mendengarkan.
“Katakan, Nak…” pinta Syafira.
“Keluarga Lasantu hanya memberikan jangka waktu sepekan bagi keluarga kita untuk melakukan pinangan resmi. Jika lewat dari tujuh hari itu, mereka akan menolak sama sekali kedatangan kita.” tutur Akram dengan wajah serius.
“Jadi?” pancing Hussein al-Katiri.
“Abi dan Umi harus mengunjungi Gorontalo untuk mengajukan lamaran itu…” pungkas Akram.
“Umi sudah pasti mau…” ujar Ikram. “Tinggal Abi…”
Akram menatapi kakek buyutnya. “Datuk bisa membujuk Abi untuk itu?” tanya pemuda itu.
“Susah… bukan berarti mustahil” jawab Hussein al-Katiri.
“Mengapa harus meminta bantuan Paman Hussein untuk membujukku?!” seru seseorang di depan pintu, membuat mereka semua menoleh. Syafira bangkit mendapati suaminya yang berdiri tegap didepan pintu.
“Mari masuk, Mas…” ajak Syafira.
Kevin menatapi semua penghuni kediaman tersebut. Tatapan paling tajam diarahkannya kepada Airina. Gadis itu pun tak mau lagi mengalah. Dibalasnya tatapan lelaki paruh baya itu membuat Kevin terhenyak.
“Hei, perempuan muda! Tundukkan pandanganmu!” tegur Kevin menghardik. “Begitukah caramu menatap calon mertuamu?”
“Mas…” tegur Syafira. “Kau jangan berkata begit…”
Wanita paruh baya itu terdiam sejenak, lalu menatap suaminya,
“Coba ulangi kata-katamu, Mas?”
“Apanya?” tanya Kevin dengan wajah keruh.
“Yang tadi…” tuntut Syafira.
“Perempuan muda itu berani mengangkat pandang terhadapku! Begitukah cara seorang calon menantu kepada calon mertuanya?!” sergah Kevin lagi. Tiba-tiba Syafira menubruk suaminya dan memeluk sambil menumpahkan tangis bahagia.
“Hei, ada apa denganmu?” tegur Kevin lagi. “Sejak kehadiran Airina, banyak kusaksikan keanehan di sekitarku.”
“Alhamdulillah… Makasih, Mas…” desis Syafira dengan lirih.
“Kamu menerimanya, Vin?” pancing Rudi dengan senyum dikulum. Kevin mendengus kesal.
“Bagaimana tidak kuterima? Anak Bengal ini, berniat hendak meruntuhkan MLT. Group!” tuding Kevin lalu menatap sahabat sekaligus besannya.
“Kau sudah tahu kemampuannya, kan?!” tukasnya lagi.
Akram tertawa lalu bangkit dan ikut memeluk ayahnya. “Ashkarak eala qubulik zawjat al mustaqbal, Abi. (Terima kasih, telah menerimanya, Abi)” ujar pemuda itu dengan haru.
“Alaaahhh… anak dan ibunya sama saja…” omel Kevin melepaskan pelukannya. “Selalu saja memojokkan aku!”
Penghuni lainnya mendesah lega. Hussein al-Katiri ikut tersenyum pula di pagi itu. Kevin kemudian mendatangi Airina.
“Selamat datang di Kediaman al-Katiri, Nak…” ujar Kevin dengan datar. “Kita langsung ke pokok masalahnya saja… suruh orang tuamu untuk datang melamar putraku!” tuntut lelaki paruh baya itu.
“Maaaassss…” tegur Syafira lagi.
“Baiklah, baiklah… aku nggak akan bicara lagi.” omel Kevin langsung mengalah. Lelaki itu kemudian duduk di sisi istrinya. Syafira kemudian menatap Airina.
“Sebagaimana adat yang terbawa dalam alam minangkabau, bahwa kami disini menganut budaya matriarkhi… jadi, jika Yuki tidak keberatan, bolehkah Umi berdiskusi tentang hal ini dengan kedua orang tuamu? Kami janji akan membahas hal ini sebaik-baiknya…” tutur Syafira.
Airina tidak keberatan dan langsung menghubungi kedua orang tuanya untuk menyampaikan permintaan dari pihak calon pengantin lelaki. Di layar Smart-TV itu kemudian muncul notifikasi panggilan konferensi jarak jauh. Tak lama kemudian muncul dilayar tampilan Kenzie dan Azkiya beserta Adnan yang duduk berdampingan di sebuah sofa panjang.
“Yuki? Bagaimana kabarmu, Nak?” sapa Kenzie.
“Alhamdulillah, baik Papa…” jawab Airina. “Umi Fira sekeluarga mau berdiskusi dengan Papa.”
Airina kemudian bangkit dan meninggalkan tempat itu, diganti oleh Syafira dan Kevin. Wanita paruh baya itu menyapa.
“Assalam alaikum, Uda…” sapa Syafira.
Kenzie dan Azkiya sontak membalas salam yang terucap itu. Syafira kembali melanjutkan bahwa dia telah menerima pesan dari Kenzie dan Azkiya perihal jangka waktu pelamaran itu.
“Hanya saja, kita berselisih adat. Maka marilah kita berunding untuk mencari jalan tengah dari hal ini…” pinta Syafira dengan nada lembut.
“Tentang apa, Uni?” tanya Azkiya.
“Seperti kita tahu, bahwa di Padang ini, adat yang kami anut adalah matriarkhi, sejak dari maresek (meminang) hingga akad nikah, pihak perempuanlah yang banyak berperan…” pungkas Syafira sambil tersenyum. Tak lama dari belakang Kenzie dan Azkiya, berdiri Adnan, menatap datar ke layar televisi.
“Kalau begitu, biar kami yang akan mengajukan pelamaran.” sela Adnan tiba-tiba. “Sebutkan apa-apa saja yang mesti dipersiapkan?”
Syafira tersenyum. “Sebelumnya denai menyapa, assalam alaikum datuk…” dengan santun wanita paruh baya itu menjelaskan segala tata adatnya. Adnan mengangguk-angguk.
“Bagaimanapun, putra saya akan menjadi urang sumando di keluarga Lasantu, maka tentu hal ini patut dirundingkan dengan benar…” pungkas Syafira.
Adnan kembali mengangguk-angguk saat Syafira menjelaskan adat-adat maresek beserta syarat-syaratnya. Setelah saling berdiskusi mengemukakan pendapat dan mencari jalan tengah, maka perundingan via konferensi itu berakhir dan masing-masing keluarga telah mendapat sepakat.
* * *
“Papa… apakah hal ini tidak rancu?” tukas Kenzie dengan ragu sembari menatap kedua orang tuanya.
“Itu karena kita menganut budaya patriarkhi yang meng-utamakan kedudukan lelaki daripada perempuan. Bagi mereka yang menganut budaya matriarkhi, justru berlaku sebaliknya.” jawab Adnan membuat Kenzie dan Azkiya seketika mengangguk-angguk meski tak sepenuhnya paham.
“Lagi pula, apa yang salah dengan itu?” tukas Adnan.
Kenzie dan Azkiya bertatapan kala Adnan kembali menyambung bicara, “Justru dalam pandangan mereka, keluarga kita akan sangat dimuliakan disebabkan status kelamin Yuki. Segala keputusan akan berada dibawah tangan Yuki sebagai pemegang hak pusaka keluarga… tentunya, Bapu tak akan menyandangkan gelar urang semenda kepada Akram, sebab bagaimanapun dalam budaya patriarkhi, posisi lelaki berada diatas wanita…” tuturnya.
Kenzie kembali manggut-manggut lalu tersenyum. Azkiya akhirnya mengikuti perilaku suaminya.
* * *
Selama berdiam di Kediaman al-Katiri, Yuki kerap berada di laboratorium sains terapan milik Akram, ikut mendesain armor yang nantinya dipersiapkan sebagai salah satu mahar dalam acara pernikahan mereka.
“Aku akan memajang solid armor ini dalam kotak kaca.” ungkap Akram. “Ini adalah hasil karya cinta kita… YUKI Couple.”
Airina hanya tersenyum. “Lebayyy!!” oloknya dengan lirih. Akram tiba-tiba meraba perut Airina membuat gadis itu terlonjak.
“Bagaimana kabarnya bayi kita, sayang?” goda pemuda itu diringi senyum nakal. Airina langsung menepis tangan Akram.
“Enak saja! Memangnya kamu mau aku hamil saat ini?” sergah Airina dengan lirih, “Tega benar kamu, ya.”
Akram mencebikkan bibirnya. “Wah, berarti efek benturan di Hotel Damhill itu belum terasa, ya?” komentarnya. “Aku jadi penasaran nih… kita coba lagi yuk?”
“Otakmu sudah konslet ya?!” umpat Airina. “Sedikit lagi aku jadi milikmu, kenapa nagihnya sekarang?!”
Akram hanya tertawa dan memeluk Airina. Gadis itu meronta. “Akraaam…. Lepasin dong!” rengeknya memelas.
“Kelak setelah kita menikah… aku ingin, ada di antara putri kita yang akan mewarisi kecantikanmu.” ujar Akram lagi.
“Lama-lama aku bisa gemuk karena gombalanmu ini.” tukas Airina dengan ketus namun bibirnya mengulas senyum.
“Meskipun kamu akhirnya akan sebundar bola bumi, aku akan tetap mencintaimu…” balas Akram.
Airina hanya mendesah dan memutar-mutar bola matanya mendengar ucapan-ucapan pemuda itu.
“Aku ini nggak pernah baperan, lho. Tapi kalau di hadapan kamu, aku jadi nggak bisa menahan hati…” sambung Akram lagi.
“Lebaaayyyy!!!” Sahut Airina lagi.
“Eh, aku beneran lho! Sumpah kesambar petir!” sahut Akram. Seketika Airina melepaskan pelukan pemuda itu dan mengumpatinya.
“Tapualemu, tinggolopumu!!! Kalau kau kesambar petir, aku jadi janda dong, Akram! Tega benar mulutmu nyerocos begituan ya?! Dasar, manusia bodoh!” sergah Airina dengan marah. Akram hanya tertawa saja mendengar umpatan calon istrinya itu. []
Kreator : Kartono
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 39
Sorry, comment are closed for this post.