KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendung di Benteng Otanaha Bab 4

    Mendung di Benteng Otanaha Bab 4

    BY 29 Agu 2024 Dilihat: 18 kali
    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 4_alineaku

    KEJUTAN YANG MENGHARUKAN

    Airina Yuki Lasantu, anak kedua pasangan Kenzie dan Azkiya itu sedang asyik melakukan aerobik tunggal di halaman samping kediaman-nya. Tubuh langsing gadis itu bergerak sesuai dengan irama musik yang terlantun keras dari audio speaker type Polytron PMA 9889, paling canggih dan mahal.

    Tak lama kemudian muncul Sandiaga di beranda samping tersebut. Mulai saat ini, pemuda itu menggunakan lagi identitasnya sebagai Sandiaga Hermawan Lasantu, anak pertama dari seorang direktur perusahaan transnasional yang sudah banyak menempatkan cabangnya di beberapa daerah di Indonesia.

    “Pagi-pagi sudah berisik, nggak sekolah kau?” tanya Sandiaga yang muncul menggenggam sebuah gelas besar berisi tonik. Airina sejenak menghentikan gerakannya, membiarkan musik bergaya techno itu mengalun. Ditatapinya sang kakak.

    “Kamu tahu nggak, kalau ini hari apa?” tukas Airina sambil bercakak pinggang. Pakaian aerobik itu melekat ketat di tubuh langsing-nya, mencetak lekak-lekuk tubuh gadis tersebut. Sandiaga hanya meng-hela napas. Hari itu adalah hari Sabtu. 

    “Ya, aku tahu…” ujarnya dengan malas.

    Airina mengambil handuk yang menggeletak di tangga lalu mengelap tubuhnya yang berkeringat. Gadis itu kemudian menekan tombol dan alat itu berhenti mengalunkan musik. Airina kemudian duduk di undakan tangga.

    “Pagi-pagi berdandan apik begini, memangnya Ni-Chan mau kemana?” selidik gadis itu memicingkan matanya.

    “Mau tahu saja, kau…” komentar Sandiaga sambil duduk di sisi adiknya dan menyesap minuman tonik itu sedikit-sedikit.

    “Bagaimana tampangnya Tata Iyun?” pancing Airina. “Cantik kan dia?” ujarnya sembari mengamati wajah kakaknya.

    “Cantik sih cantik…” komentar Sandiaga. “Tapi rada bar-bar.” ujarnya sembari meletakkan gelas berisi minuman tonik yang tinggal separuhnya di lantai.

    “Namanya juga polisi…” sahutnya. “Polisi, mana ada yang santun sih? Apalagi kalau di hadapan para pelanggar hukum, memang harus mejeng wajah kemayu dihadapan mereka?”

    “Abah nggak bilang padaku, selama ini Iyun tuh jadi polisi.” tukas pemuda itu. “Sejak kapan sih dia masuk Sepolwan?!”

    “Ya, sejak lulus madrasah aliyah, laah…” jawab Airina.

    “Kenapa nggak masuk Akpol saja sekalian?” tukas Sandiaga.

    “Dianya yang nggak mau…” jawab Airina.

    “Kenapa?” tanya Sandiaga penuh minat.

    “Yeee… kok nanyanya ke aku? Nanya saja sama dia langsung. Begitu saja kok repot.” jawab Airina sedikit mengomel. Gadis itu menatap minuman tonik yang tinggal separuhnya di lantai.

    “Sini minuman itu. aku haus…” pinta Airina mengulurkan tangan-nya. Sandiaga menepisnya.

    “Bikin sendiri saja sana…” omel Sandiaga. “Itu ada sisa ludahku…”

    Airina berdecak kesal lalu meraih gelas itu dan menegak sisa minuman itu hingga habis. Sandiaga hanya menggeleng-geleng melihat tingkah adiknya.

    “Kamu ini, biarpun sudah jadi wakil direktur… masih juga kayak anak-anak…” komentar Sandiaga dengan wajah keruh.

    “Eh, aku memang masih anak-anak…” tangkis Airina.

    “Anak-anak apanya yang tubuhnya sudah mekar begini?” tukas Sandiaga memelototi adiknya lalu melengos.

    “Aku kan baru berusia 18 tahun… itu masih anak-anak toh?” tangkis Airina lagi.

    “Malas aku berdebat sama kamu…” ujar Sandiaga sembari bangkit berdiri dan melangkah menuruni tangga.

    “Eh, Ni-Chan mau kemana?” tanya Airina.

    “Mau ke rumah Umma…” jawab Sandiaga tanpa menoleh menuju sepeda motor Honda CB19-V5 miliknya. Pemuda itu menaiki kendaraan kesayangannya. Tak lama kemudian terdengar suara mesin berat men-derum. Kendaraan itu lalu melaju meninggalkan kediaman Lasantu.

    Tak lama kemudian, Azkiya muncul di beranda tersebut. Ditatapi-nya putrinya yang masih duduk di undakan tangga.

    “Yuki, ayo kerja! Papamu sudah pergi subuh tadi…” tegur Azkiya. Wanita berkhimar itu mengamati sekitarnya lalu menatap lagi anaknya yang sudah bangkit dan melangkah ke beranda sambil menenteng gelas kosong.

    “Eh, kakakmu kemana?” tanya Azkiya.

    “Ke rumah Umma…” jawab Airina dengan singkat dan me-langkah masuk ke dalam rumah, membiarkan ibunya mengomel pelan.

    “Anak itu… ngapain pagi-pagi dia mengganggu Ipah?” omel Azkiya sejenak lalu kembali masuk kedalam rumah.

    * * *

     

    Trias dan Saripah sedang asyik menikmati sajian kopi dan beberapa kue di meja ketika melihat Sandiaga masuk mengendarai Honda CB19-V5 kesayangannya dan berhenti di depan beranda rumah.

    “Aduuuh… anak kesayangan Umma baru datang…” sambut Saripah sembari berdiri dan menyambut Sandiaga yang turun dari sepeda motornya, kemudian bergegas menaiki tangga. Pemuda itu mencium tangan wanita paruhbaya tersebut dan masuk diiringi oleh Saripah.

    “Bagaimana perjalanannya? Menegangkan nggak?” tukas Trias tiba-tiba sambil terkekeh geli. “Iyun sudah cerita tadi malam.”

    “Ah… perempuan itu…” omel Sandiaga. “Aku dibuatnya muntah-muntah… dia menyetir dengan kecepatan diatas rata-rata…”

    “Masa seorang praktisi seni kuno Koga Koryu Bujutsu, muntah-muntah? Kamu kan sudah pernah praktek terjun dari gedung pencakar langit pakai flying squirell suits?” tukas Trias.

    “Ya, beda Abah…” tangkis Sandiaga.

    Trias tertawa lagi lalu mempersilahkan Sandiaga duduk. Saripah sejenak masuk kedalam. Setelah mengamati wanita paruh baya yang masuk kedalam rumah itu, pemuda tersebut menatapi Trias.

    “Abah curang ya?!” tukas Sandiaga tiba-tiba.

    “Lho? Kok Abah dibilang curang?” protes Trias tapi tetap saja tersenyum simpul.

    “Iya, Abah curang!” tandas Sandiaga. 

    “Kenapa Abah dibilang curang? Sembarangan bicara kau…” elak Trias dengan senyum namun memelototkan matanya.

    “Abah pasti sekongkol sama Papa kan? Bilang kalau aku mau dijemput sama polisi segala?!” seru Sandiaga menuduh membuat Trias langsung tertawa dan mengaku.

    “Iya. Itu idenya Abah…” jawab lelaki paruh baya tersebut.

    “Abah juga nggak bilang kalau Iyun ngambil profesi yang sama seperti Abah!” protes Sandiaga lagi.

    “Memangnya kenapa kalau Iyun itu polisi?” pancing Trias sambil mengangkat alis kirinya. Sandiaga mendengus pelan.

    “Abah saja yang polisi. Kok malah nyuruh anaknya juga ikut jejak karir ayahnya?” protes Sandiaga lagi.

    “Eh, itu dia yang mau.” jawab Trias. “Bukan keinginan Abah. Enak saja…” lelaki parobaya itu sejenak menyeruput kopinya. Tak lama kemudian Saripah muncul membawa segelas kopi dan meletakkannya di depan Sandiaga. 

    “Nih… minum dulu… pasti kamu belum sarapan dari rumah… iya, kan?” tebak wanita itu sembari duduk lagi di kursinya.

    “Mama yang bilang ya?” tebak Sandiaga dengan senyum.

    “Nggak! Ini murni firasat seorang ketua Kemala Bhayangkari…” jawab Saripah dengan tenang dan tersenyum. Sandiaga memalingkan tatapannya ke meja dan meraih gelas kopi itu dan menyeruput isinya seteguk kemudian meletakkan lagi gelas tersebut di atas meja.

    “Bagaimana? Kamu sudah siap menempati posisi direktur utama Buana Asparaga?” pancing Saripah. Sandiaga menggeleng spontan.

    “Saya nggak begitu tertarik dengan jabatan itu… kelihatannya, Papa akan menyerahkannya kepada Yuki…” jawab Sandiaga.

    “Lho? Semestinya kamu yang menduduki jabatan itu, seperti tradisi yang berlaku…” tukas Saripah.

    “Yang ada malah kudeta, Umma…” ujar Sandiaga membuat Saripah terkekeh. “Papa kan masih aktif, kok malah digantiin?”

    “Terus? Kamu maunya apa? Menggelandang saja?” tukas Trias memelototkan mata sambil tersenyum.

    “Ya, kerja apa kek…” tangkis Sandiaga kemudian menatap Saripah dengan senyum jahilnya. “Kerja di ladangnya Umma, juga nggak apa-apa…”

    “Hush! Sembarangan kamu bicara!” sergah Saripah sambil tersenyum, mengibaskan tangannya ke arah pemuda itu. “Umma nggak bakal rela, anak Umma ini jadi gosong kulitnya…”

    “Lha? Di Shiga juga, saya kerja di ladang…” tangkis Sandiaga. “Nggak bakal gosong deh kulit saya….”

    “Cuacanya beda, nak…” ujar Trias mendukung istrinya. “Aku tak mau dimarahi papamu, gara-gara membiarkanmu mengerjakan ladang… masih banyak pekerjaan lain…”

    “Jadi mandor saja, Umma… boleh, kan?” Pinta Sandiaga lagi. Saripah terdiam lalu menatapi suaminya. Wanita itu kemudian kembali menatap anak itu.

    “Kamu yakin, mau kerja di ladang?” tanya Saripah.

    “Kamu sudah ketemu Iyun?” tanya Trias tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Sandiaga menatap pria paruh baya itu.

    “Nggak… memang kenapa, Abah?” tanya Sandiaga.

    “Lho? Dia sekarang ke rumahmu… disuruh Umma, mengantarkan sesuatu…” ujar Trias. “Kau melihat mobil yang dikendarainya?”

    Sandiaga menggeleng. Trias mendesah. 

    “Wah, berarti kalian berselisih jalan kalau begitu.” komentarnya lalu menatap Saripah.

    “Terus?” tukas Saripah.

    “Ya, susul sana…” suruh Trias.

    “Jadi disuruh susul nih?” pancing pemuda itu lagi sambil meng-angkat alisnya berkali-kali, menerbitkan tawa dibibir Saripah.

    Trias mengangguk. Sandiaga menarik napas panjang lalu hendak bangkit saat Saripah menyuruhnya menghabiskan dulu kopi dalam cangkir. Sandiaga menuruti permintaan wanita paruh baya itu lalu pamit meninggalkan Kediaman Ali.

    * * *

     

    Azkiya yang duduk santai diberanda depan, menikmati asinan gohu pepaya buatan Airina, menatap heran saat Daihatsu Sigra 443 V memasuki kediamannya. Apakah Kenzie melupakan sesuatu sehingga buru-buru pulang?

    Pintu mobil itu membuka keduanya dan keluarlah Kenzie dan Inayah. Gadis itu terlihat menenteng sebuah tupperware. Dia me-langkah di samping Kenzie. Azkiya berdiri menyambut. 

    “Kok Iyun datang sama-sama Hubby?” tanya wanita berkhimar panjang itu dengan heran.

    Kenzie terkekeh dan mengiringi istrinya duduk kembali. Inayah sendiri duduk di sofa, berseberangan dengan mereka lalu meletakkan tupperware itu di meja.

    “Apa ini?” tanya Azkiya menatap tupperware di meja.

    “Pesan dari Abah sama Umma, Sensei…” jawab Inayah dibarengi senyum santun.

    “Tebak… apa isinya?” pancing Kenzie dengan senyum sumringah. Azkiya mengangkat alisnya dan menggeleng.

    “Bukalah…” pinta Kenzie dengan lembut.

    Azkiya sedikit merunduk, meraih tupperware kemudian mem-buka penutupnya. Azkiya tercekat dan mulutnya terbungkam menatap isi hidangan yang tersaji dalam tupperware tersebut.

    Hidangan dalam Tupperware itu adalah sesuatu yang sudah lama tak disentuhnya lagi sejak kematian Aisyah dan Bakrie. Hidangan itu dulunya merupakan kegemarannya, dimasakkan selalu oleh mendiang ibunya. Mendiang kakaknya, Aisyah pernah mengajarinya cara membuat hidangan itu.

    “P-pi…pilitode…” gumam Azkiya pada akhirnya.

    Inayah menjadi canggung melihat tatapan wanita itu pada hidangan di tupperware itu. 

    Sensei nggak suka, ya?’ tanya Inayah hati-hati. Azkiya men-dehem sejenak lalu menatap Inayah. 

    “Ummah yang membuatnya?” tanya wanita berkhimar panjang itu. Inayah mengangguk canggung.

    Kenzie menyentuh lengan istrinya. Azkiya menatap suaminya. Lelaki itu tersenyum dan mengangguk pelan. Azkiya mengambil sendok disisi hidangan itu lalu menyendok sedikit pilitode tersebut dan men-cicipinya. Kedua mata Azkiya memejam lama dan dari sana mengalirlah dua titik airbening yang membasahi pipinya. Inayah makin canggung lalu menatap Kenzie. 

    Lelaki paruh baya itu mengangguk dan terkekeh pelan. Kedua mata lelaki itu juga berair namun tak luruh menjadi airmata. Tak lama kemudian, Azkiya membuka matanya dan menatap Inayah.

    Arigatoyooo… kono ryori wa totemo yoidesu (makasih ya? Hidangan ini sangat enak).” puji Azkiya tersenyum tipis. Inayah pun lega. Dia mengangguk semangat.

    “Makasih, Sensei sudah mau mencicipi hasil karya Umma.” ujar Inayah dengan santun.

    “Akulah yang harus berterima kasih, nak…” jawab Azkiya dengan cepat lalu tersenyum, tanpa sadar memperlihatkan seringai ginsulnya. Sementara Kenzie menyusut air mata yang nyaris bobol dari kelopak matanya.

    “Sampaikan salam kami kepada Abah dan Umma…” sahut Kenzie dengan senyum. Inayah kembali mengangguk santun. Kenzie kemudian berdiri dan melempar lagi seulas senyuman teduh. 

    “Kalau begitu, aku pergi dulu, Kanai-Chan…” ujarnya sembari membungkuk kembali mencium pipi istrinya. “Aku dan Inayah hanya ingin memberikan kejutan untukmu… itu saja.”

    “Ini kejutan yang paling membahagiakanku, Hubby… terima kasih…” jawab Azkiya dengan lirih.

    Kenzie mengangguk dan tersenyum lalu kembali menegakkan dirinya dan pamit sambil membawa serta Inayah ke mobil. Tak lama kendaraan itu meninggalkan kediaman, membiarkan Azkiya yang asyik menyantap hidangan pilitode itu pelan-pelan, menikmatinya dengan syahdu.

    Tak lama, Sandiaga muncul lagi dengan kendaraannya. Honda CB19-V5 itu berhenti didepan beranda. Sandiaga turun dari sepeda motor itu dan berlari menaiki tangga dengan cepat.

    “Kamu dari mana saja?” tegur Azkiya.

    “Iyun, mana Ma?” Tanya Sandiaga.

    Alis wanita paruh baya itu bertaut. “Kenapa kamu nanya-nanya tentang dia?” tukasnya.

    “Abah nyuruh saya untuk susul dia kesini.” jawab Sandiaga.

    “Dia memang kesini tadi… sama papamu…” jawab Azkiya.

    “Lho? Ngapain mereka berdua?” tanya Sandiaga.

    “Ngantar ini…” jawab Azkiya dengan santai memperlihatkan hidangan dalam tupperware itu. sejenak Sandiaga melongok menatapi makanan itu lalu menegakkan tubuhnya kembali.

    “Jadi, dia sudah pulang ke rumahnya?” tanya Sandiaga.

    “Nggak… dia ngantor hari ini… di POLDA…” jawab Azkiya. Sandiaga menarik napas panjang sejenak lalu mengangkat bahunya. 

    “Ya, sudah… kalau begitu, aku pergi dulu…” ujarnya hendak pamit. Azkiya langsung memanggilnya. Pemuda itu berhenti sejenak dan menatap ibunya.

    “Eh, kamu mau kemana lagi?” tukas Azkiya. “Kamu itu belum sarapan!” tegurnya.

    “Masih kenyang Ma…” kilah Saburo. “Kenko Cha buatan mama masih mendekam kuat di perut…” 

    Sandiaga berbalik menuruni tangga dan kembali menaiki kendaraannya. Dalam sekejap, Honda CB19-V5 itu melesat kembali meninggalkan Kediaman Lasantu, membawa pengendara menyusuri jalanan, menuju arah selatan. Azkiya kembali menarik napas panjang. 

    “Anak itu… sudah mau nikah, masih juga keluyuran nggak jelas!” omelnya dengan pelan, kemudian melanjutkan kembali kegiatannya menyantap hidangan yang paling digemarinya sejak dulu. []

     

     

    Kreator : Kartono

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendung di Benteng Otanaha Bab 4

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021