Di Kediaman Ali, telah berkumpul seluruh anggota keluarga Lasantu. Rapat keluarga sudah digelar. Sandiaga duduk berdampingan dengan Rosemary yang menekuk wajah penuh rasa takut. Inayah sendiri duduk di sisi ibunya, menatap sinis ke arah selirnya.
Trias menceritakan latar belakang terselenggaranya pernikahan politik tersebut sesuai dengan penuturan dari Sandiaga kepadanya di pertemuan beberapa hari yang lalu. Kenzie dan Azkiya hanya diam, sementara Adnan mengangguk-angguk pelan, meresapi kisah yang diceritakan oleh pimpinan kepolisian daerah itu. Trias menatap seluruh anggota keluarganya.
“Segalanya telah terungkap. Jadi, sekarang adalah bagaimana mencari titik penyelesaiannya. Namun, pada kasus ini, kita tak bisa mencampuri terlalu jauh, karena sebenarnya kunci permasalahan ini ada pada ketiga anak-anak ini.” tutur Trias dengan tenang. Saripah men-dengus.
“San! Kamu mau mempermainkan kami?!” todong wanita paruh baya itu sembari melipat tangannya di dada.
“Saya tak pernah punya niat sedikitpun untuk mempermainkan rumah tangga saya.” tangkis Sandiaga.
“Lalu?!” tuntut Saripah.
“Tapi, ini berjalan di luar kehendak saya.” ujar Sandiaga.
“Di luar kehendak macam mana?!” tukas Saripah dengan tajam. “Kamu kan sudah tahu konsekuensi macam apa yang akan terjadi dari hubungan jarak jauh! Bagaimana bisa kau melakukan hal ini kepada Iyun?!”
“Umma, tenanglah.” tegur Trias.
“Tenang bagaimana?!” Saripah menguak. “Aku rela saat Abah memberitahu tentang perjodohan ini. Tapi ,kalau akhirnya jadi begini, Memangnya aku rela?!”
Azkiya memicingkan mata menatap Saripah, wanita itu selalu menghindar tatapan sahabatnya dengan melengos kesana-kemari.
“Bukankah sudah ku beritahu bahwa pernikahan yang terselenggara antara keduanya adalah pernikahan politik? Sandiaga sendiri tidak bisa melawan perintah tuannya. Kau semestinya tahu, sejak dulu keluarga besan kita adalah keluarga samurai kuno yang terikat tata adat lama?! Pernikahan politik itu adalah hal yang lumrah bagi mereka.” tangkis Trias berupaya menetralisir suasana yang mulai memanas.
“Tapi, ini keterlaluan!” sergah Saripah tanpa sadar. Wanita itu menatap menantunya. “Bukankah kau bilang pernikahanmu dengan perempuan ini adalah perjanjian politik. Mengapa kau tidak menolaknya? Toh, Takagi dan keluarganya tetap saja terbunuh!”
“Umma!” tegur Trias agak keras.
Saripah hanya mendengus. Adnan kemudian mendehem lalu bicara. “Kami dari pihak keluarga Lasantu, memohon maaf atas peristiwa yang tak disangka ini. Terus terang, secara pribadi, saya marah atas cucu saya…”
“Tentu saja Om harus marah kepada anak ini!” sela Saripah kembali menuding Sandiaga yang menundukkan wajah. “Dia telah merusak hubungan yang terjalin baik diantara keluarga kita, hanya gara-gara mau menikahi perempuan itu!”
“Umma!” tegur Trias lagi mulai marah.
“Mengapa Abah malah menegurku?!” protes wanita paruh baya itu. “Abah khawatir? Masih banyak lelaki di luaran sana yang menginginkan Inayah sebagai istrinya!”
“Ipah!” sergah Azkiya tiba-tiba. “Jaga mulutmu!”
Saripah terdiam menyadari kesalahannya. Namun, rasa egonya sebagai seorang Ibu masih menguasai. Wanita itu melengos. Sementara Inayah sendiri terhenyak dengan pernyataan ibunya. Azkiya memicingkan mata.
“Benarkah pernyataanmu itu?” tuntut Azkiya.
Saripah tetap bungkam. Azkiya kembali menukas. “Apa kau menginginkan perpisahan, Ipah?!” pancing Azkiya.
Melihat suasana yang mulai memanas, Adnan kembali berdehem lalu berkata, “Intinya, kita hanya tinggal memperbaiki letak kesalahan ini.”
Kakek itu kemudian menatap Sandiaga. “Jawablah dengan jujur… Apakah kau mencintai Inayah?”
“Jauh di lubuk hatiku, dia tetaplah permaisuriku. Semuanya tak berubah sedikitpun!” tandas Sandiaga. Tentunya hal itu melegakan perasaan Inayah dan mengakui bahwa Rosemary tidak berdusta.
“Dan, bagaimana dengan Rosemary? Apakah kau mencintainya?” pancing Adnan.
“Meskipun Rosemary terikat padaku karena perjanjian politik, sebagai laki-laki, aku wajib melaksanakan tanggung jawabku.” jawab Sandiaga pula.
“Bisakah kau melepaskan Rosemary dan kembali bersatu dengan Inayah?” pancing Adnan.
“Jika sekiranya semudah itu, tentu sejak dulu saya melakukannya.” tangkis Sandiaga.
“Lalu?” tukas Adnan.
“Jika itu terjadi, jika saya memulangkan Rosemary kepada keluarganya, maka imbas yang terjadi adalah retaknya hubungan politik antara dua keluarga besar dalam lingkungan kekaisaran. Jadi, saya memutuskan menolak permintaan Bapu dan tetap mempertahankan Rosemary di sisi saya.” tandas Sandiaga.
“Kau!!!” sergah Saripah dengan emosi.
“Mengapa?!” tanya Adnan penuh tekanan.
“Sebagai ogashira kelompok Koga, dan pendukung utama dari salah satu pilar Klan Shigeno. Saya tidak boleh mengutamakan hasrat pribadi diatas kepentingan golongan,” jawab Sandiaga kemudian mengerling ke arah Trias. “Abah tentu tahu, bagaimana tugas dan kewajiban seseorang yang berada dibawah sumpah.”
Trias seketika mengangguk paham. Sandiaga kemudian menatap Inayah. “Kamu pun pasti paham karena profesimu sangat menekankan hal tersebut. Kepentingan Negara lebih penting, di atas kepentingan pribadi dan golongan…”
“Tapi, Ayang bukan petugas negara!” tangkis Inayah.
Sandiaga kemudian tersenyum. “Rupanya, kamu belum mengetahui sejarah keluarga kami. Untuk itu, aku tidak menuntut dan juga paham atas protesmu.” Lelaki itu kemudian menegakkan tubuhnya dan duduk lebih tegak, layaknya seorang jenderal pemimpin sebuah pasukan.
“Secara hukum, aku memang warga biasa… Tapi, aku juga tetap diikat oleh hukum klan! Adat lama itu tetap ada dan tidak akan pernah luntur. Sebagai pemimpin sayap militer klan Shigeno, aku dituntut siap menerima keadaan yang ada, tanpa bertanya!” ujar Sandiaga.
Lelaki itu lalu menatap Inayah. “Bukankah di malam itu, aku bertanya kepadamu… apakah kau berkenan dengan perjodohan ini? Jika tidak, dengan senang hati aku akan membatalkannya secara sepihak!”
Inayah terhenyak, begitu juga dengan Trias dan Saripah saat mendengar lelaki itu mengungkit soal lamaran di malam itu. Sandiaga lalu menuntut.
“Dan apa yang kau jawab?!” tuntut.
“Aku… aku…aku menerima…” ujar Inayah pada akhirnya.
“Aku bertanya demikian padamu, dengan tujuan agar kau memahami, bahwa kau menikahi seorang yang diikat dengan hukum klan! Kau menerimaku, berarti mau tak mau kau harus menerima konsekuensi dari apa yang kau ucapkan…” tandas Sandiaga.
“Tapi… tapi bukan untuk…” protes Inayah.
“Kaulah satu-satunya cintaku, Inayah!!!” sergah Sandiaga. “Harus dengan apa lagi kubuktikan?!”
“Kegilaan macam apa ini?!” sela Saripah sambil tertawa dan menatap suaminya.
“Berarti Abah setuju kalau Iyun di madu? Kalau aku sih, nggak mau!” todong Saripah kembali menekankan suaranya. Kenzie kembali menghela napas lalu menatap Trias.
“Jadi?” pancingnya.
“Aku tak punya wewenang untuk itu… kasus ini bukan kasus kekerasan dalam rumah tangga! Ini hanya kasus poligami yang tidak direstui oleh anakku… kalau bicara keputusan… semua terserah Iyun. Bukan aku!” tandas Trias sedikit ketus.
“Tapi…” protes Saripah.
“Kita boleh saja marah dan kecewa! Tapi kita tidak punya hak menentukan takdir rumah tangga mereka! Paham kau?!” sergah Trias membuat Saripah terhenyak kaget. Baru sekali ini dirinya dibentak suaminya segitu rupa. Keheningan sejenak merambati ruangan itu. setelah mengatur nafasnya, Trias menatap putrinya.
“No’u… wololo menurut pendapatmu?” tanya Trias dengan lembut. Saripah kembali menguak.
“Apanya yang mau diputuskan?! Sudah jelas! Pengkhianat tidak akan mendapat tempat dihati keluarga Ali!” tandas Saripah.
“Umma! Hentikan bicaramu!” sergah Trias lagi. Azkiya tiba-tiba mendehem lalu berkata.
“Jika memang Keluarga Ali tidak ingin lagi berbesanan dengan keluarga kami… apa mau dikata…” ujarnya dengan datar.
“Jangan asal berkata!” sahut Trias menatap Azkiya. “Siapa yang mau memutuskan silaturrahim?! ujarnya dengan marah.
Azkiya tersenyum datar. “Saya paham. Kami tak sepenuhnya menceritakan latar belakang keluarga Mochizuki kepadamu… dan kami mengaku salah, telah lalai mendidik Saburo. Untuk itu, saya memintakan maaf yang sebesar-besarnya.”
Tiba-tiba wanita paruh baya berkhimar itu langsung mem-praktikkan sikap dogeza, yaitu duduk bersimpuh dan langsung bersujud.
“Ma!” seru Sandiaga tercekat.
Rosemary sendiri langsung menangis melihat mertuanya merendahkan diri hanya untuk membela dirinya yang menyebabkan keretakan rumah tangga lelaki yang dicintainya.
Sementara Kenzie akhirnya ikut berlutut, meski tak bersujud meniru sikap istrinya. Dengan berurai air mata, lelaki paruh baya itu memegang bahu Azkiya dan memintanya untuk bangkit. Adnan melengos berupaya menahan air matanya yang hendak bobol.
“Sudah cukup, Kanai-Chan…” tegur Kenzie dengan suara gemetar. “Sudah cukup… bangkitlah…” pinta Kenzie dengan lirih dan tercekat-cekat.
Ketika Azkiya menegakkan duduknya, nampak benar wajahnya telah basah dengan air mata. Tatapan paling tajam diarahkannya kepada Saripah yang akhirnya justru melengos dan berupaya menyusut airmata-nya pula yang sempat mengalir.
Adapun Trias hanya bisa menghela napas dan menundukkan wajahnya, malu menatap Azkiya. Inayah justru terguguk menangis sambil menundukkan wajahnya.
“Akan tetapi, pernyataan Ipah yang mengecap Saburo sebagai pengkhianat, telah secara langsung menjatuhkan prestise keluarga Lasantu… juga Keluarga Mochizuki” tukas Azkiya dengan nada tercekat.
“Dan itu artinya, pihak keluarga Ali memang tidak lagi mempercayai kami sebagai bagian dari keluarga besar… jika memang seperti itu, apa mau dikata…” sambungnya.
“Umma… aku nggak mau pisah dengan Ayank…” sedu Inayah pada akhirnya.
“Dan membiarkan pengkhianatan ini?” tukas Saripah yang juga sudah tersedu-sedan. “Kau taruh dimana harga dirimu?!”
“Aku mencintai Sandiaga! Aku mencintainya!!!” pekik Inayah lagi meluapkan emosinya. Buru-buru Trias bangkit dan memeluk putrinya. Inayah yang tersedu-sedu dibawanya ke sisinya lalu Trias menatapi Saripah.
“Umma… inikah yang kau mau?” tukas lelaki paruh baya itu.
“JIka memang seperti itu… Iyun harus menerima konsekuensi sebagai istri yang di madu!” tandas Saripah meninggikan suaranya. Wanita parobaya itu lalu menukas.
“Ingat Abah! Cinta yang terbelah itu tidak akan bertahan lama!” tandasnya lagi penuh tekanan.
“Berarti, kau telah melupakan masa laluku…” tukas Trias dengan lirih, membuat Saripah terbungkam telak.
“Siapa aku… kau sudah tahu…” ujar Trias lagi.
“Tapi aku menikahimu setelah Iyun wafat!” tandas Saripah mempertahankan pendapatnya. Trias melengos dengan kesal. Lelaki paruh-baya itu kemudian menatap putrinya. Sambil membelai-belai jilbab putrinya, Trias bertanya.
“Bagaimana denganmu, Nak? Berpikirlah dengan penuh per-timbangan. Jangan kesusu, jangan terburu-buru…” nasihat Trias kepada putrinya. Inayah menunduk dalam memikirkan ucapan ayahnya.
“Ingat… segala keputusanmu ini akan berdampak pada kehidupan ku yang mendatang…” pesan Trias lagi.
Inayah menatap ayahnya, lalu ibunya kemudian menatap kedua mertuanya. Sejenak jilbaber itu memejamkan matanya dan menarik napas.
“Bismillahirrahmanirrahim…” gumamnya lalu membuka mata dan akhirnya mengucap dengan tegas. “Dengan ini, saya memutuskan… akan tetap mempertahankan biduk rumah tangga saya!”
Saripah baru saja hendak protes saat Inayah kemudian menyambung. “Namun saya menuntut perjanjian, sebagaimana perjanjian antara Sandiaga dengan Rosemary!”
Kenzie dan Azkiya saling tatap sejenak lalu kembali menatap menantunya. Sementara Sandiaga memicingkan mata sejenak lalu menegakkan duduknya.
“Kalau begitu, katakan!” pinta lelaki bermata satu itu.
Sambil menatap Rosemary dengan sinis, Inayah menuntut, “Jika Rosemary melahirkan anak, maka keturunan darinya tidak berhak memakai marga keluarga Lasantu, atau Mochizuki!”
Tanpa diduga, Rosemary malah tanggap menjawab. “Aku bersedia menanggung keputusan itu!” tandasnya.
Mendengar tanggapan Rosemary, wanita berkhimar panjang itu justru kembali menangis tertunduk dan membekap mulutnya agar sebisanya tak mengeluarkan isakan. Kenzie sendiri hanya bisa mendesah, sedangkan Adnan menundukkan wajah dan mengencangkan rahangnya menahan kemarahan.
“Tahu juga kau membalas budi…” sindir Saripah.
“Umma!” hardik Trias sekali lagi.
“Hanya itu?” tantang Sandiaga dengan alis berkerut.
“Yang kedua! Rosemary tidak berhak atas aset kekayaan suamiku.” tuntut Inayah.
“Sekalian saja kau bunuh dia, Inayah!” sela Azkiya menegur menantunya. “Dengan senang hati, kuberikan kau pisau dan gorok lehernya sekarang! Itu lebih baik, ketimbang kau membiarkannya hidup tapi tak memberinya makan. Itukah yang kuajarkan padamu, tentang akhlak terhadap lawan?!” tukasnya.
“Apakah Mama sanggup jika Papa memiliki istri lain?” todong Inayah menatap ibu mertuanya dengan tajam, menentangnya.
“Jika bicara tentang hatiku, aku pun sependapat denganmu, juga sependapat dengan ibumu!” tandas Azkiya membuat Saripah kembali terbungkam.
“Tapi, sebagai seorang genyosha, aku juga memiliki kode etik, bahwa membunuh lawan, sekalian tikam jantungnya! Membunuhnya dengan pelan, akan menambah daftar dosamu. Ingat Inayah, karma itu berlaku!” jawab Azkiya dengan lugas.
Trias tersenyum dan mengangguk-angguk. Lelaki itu paham dan mengakui perkataan Azkiya.
“Lalu, bagaimana menurut Mama?” tukas Inayah. Sejenak Azkiya tersenyum sinis, kemudian mengucap.
“Buana Asparaga bukanlah milikku, apalagi milik suamiku. Itu sepenuhnya adalah milik Papa dan beliau tidak mewariskan aset itu kepada kami!” tandas wanita berkhimar tersebut.
“Kami hanya dipercaya mengelola, begitu juga Yuki, begitu juga dengan Sandiaga… tapi… jika kau mau mengklaim hak kamu, maka dua puluh lima persen stok saham milik Abah Endi, itulah milikmu!” pungkas Azkiya dengan tegas, membuat Adnan akhirnya tersenyum dan mengangguk-angguk menyadari betapa bijaknya sang menantu memanajemen aset keluarganya. Semua yang ada di ruangan itu bungkam. Azkiya kembali meneruskan kata-katanya.
“Apa yang kau takutkan Inayah? Semua ini hanya permasalahan dunia! Kenapa harus serius seperti itu?” tukasnya lalu tertawa receh, dan kembali menohok.
“Sepertinya, arah pembicaraan ini malah mengarah kepada pembagian harta warisan… kalian ingin kami semua mati?!” seru Azkiya me-nohok dengan nada tinggi.
“Adeeek…” tegur Adnan.
Teguran Adnan membuat wanita berkhimar itu tersadar lalu akhirnya melengos sambil menyusut air matanya. Sandiaga mendengus kesal. Kelelakiannya tersinggung.
“Baik! Jika itu tuntutanmu, aku terima!” tandas Sandiaga.
“Ambil semua yang ada di Buana Asparaga…” ujarnya dengan datar. “Tapi… hanya satu yang aku ingatkan padamu…”
Inayah menantang tatapan suaminya, meskipun dalam hatinya terpancar rasa takut.
“Jangan buat hatiku berbelok darimu!!!” tandas Sandiaga dengan nada menekan. Terlihat jelas matanya berkaca-kaca karena tersinggung melihat ibunya merendahkan diri dihadapan mertuanya.
“Bagus! Bagus sekali!” sela Saripah.
“Berarti secara langsung kau mengakui bahwa pemegang kendali Buana Asparaga ke depan adalah keturunanmu dari Inayah. Begitu, kan?” sambungnya menuntut.
“Terserah pendapat Umma tentang itu.” jawab Sandiaga. “Lagi-pula, keluarga Mochizuki masih punya saham di Kikuchiyo. Itu bukan milikku, melainkan milik seluruh anggota klan… dan, Rosemary akan mendapatkan haknya dari aset Kikuchiyo!” tandasnya dengan tegas.
Sandiaga kemudian menatap kedua orang tuanya. “Mama dan Papa menjadi saksi atas keputusanku ini!”
Demikianlah kesepakatan yang telah dikabulkan pada malam itu, di Kediaman Ali. Sandiaga akan melaksanakan apapun yang menjadi kesepakatan tersebut. Jika Inayah menginginkan demikian, maka itulah yang akan terjadi dan berlangsung selamanya.
Rosemary sendiri dengan lapang menerima keputusan rapat keluarga itu. mungkin ayahnya perlu diberitahu, bahwa kelak ada keturunannya dari seberang lautan yang akan menyandang marga Hasegawa.
* * *
Kesepakatan pertama dari baris kedua perjanjian itu lalu dilaksanakan. Kenzie menggelar rapat direksi dan mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Direktur Utama PT. Buana Asparaga, Tbk. Atas saran dari Adnan dan Sandiaga, maka diangkatlah Dewinta Basumbul sebagai direktur utama perusahaan itu. meski dengan berat hati, terpaksa mantan sekretaris umum menyanggupi hasil keputusan rapat direksi.
“Aku harap, kau bisa berkarya dengan lebih baik di jabatanmu yang sekarang ini.” ujar Kenzie, mengakhiri petuahnya dan melangkah tenang meninggalkan ruang kerja direksi itu, membiarkan Dewinta yang termenung sendirian di sana.[]
Kreator : Kartono
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]
Rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Soepomo memiliki peran sangat penting dalam pembentukan dasar negara Indonesia. Dalam sidang BPUPKI, Mr. Soepomo menjelaskan gagasan ini dengan jelas, menekankan pentingnya persatuan dan keadilan sosial. Dengan demikian, fokusnya pada teori negara integralistik membantu menyatukan pemerintah dan rakyat dalam satu kesatuan. Lebih lanjut, gagasan ini tidak hanya membentuk […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 42
Sorry, comment are closed for this post.