KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendung Di Benteng Otanaha Bab 7

    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 7

    BY 05 Sep 2024 Dilihat: 14 kali
    COYOTE COBRONE_alineaku

    COYOTE COBRONE

    “Bismillah… semoga kita berhasil kali ini.” ujar Inayah kepada anak buahnya. Kali ini mereka menggelar penyergapan sindikat pe-nyelundupan satwa langka. Jilbaber itu mengenakan jaket parasut dan mendekatkan handy-talky ke mulutnya.

    “Semua segera standby di posisi masing-masing.” seru Inayah. “Sudah standby, nggak?”

    “Lapor… posisi target berada di A1…” sahut suara seorang informan diseberang.

    “Arahkan ke tempat jebakan…” timpal Inayah. Jilbaber itu me-natap rekan sejawatnya. 

    “Jalan!” pintanya.

    Jip Cherokee 448 HE milik Satuan Buru Sergap Coyote Cobrone segera melaju. Kendaraan berbahan bakar dry Electric Batteries itu tak lama tiba di lokasi yang disepakati. Ada sebuah gubuk kecil di sisi jalan, dan dua orang lelaki sedang asyik menikmati sajian kopi hangat. Inayah keluar dari Jip itu dan melangkah mendekati kedua lelaki itu. 

    “Wuih, senang benar ya?” komentarnya menyindir.

    “Sabar Bos… nih, kami sisain jatahnya Bos.” bujuk salah satunya menyodorkan gelas besar berisi minuman kopi hangat. “Godaan besar saat melakukan pengintaian ya… ngantuk ini Bos…” tambahnya.

    “Sudah hubungi informan kita?” tanya Inayah duduk dan menyeruput kopi itu. Sementara lainnya keluar pula dan bergabung bersama menikmati sajian kopi hangat.

    “Bos…ubi kayunya dibawa, kan?” pancing Hadi. Ubi kayu adalah password untuk senjata. Emil menyela.

    “Aman… semua terkendali.” jawabnya. Inayah menggerataki semua wajah anak buahnya. 

    “Kalau kita berhasil meringkus penyelundup itu, aku akan mentraktir kalian makan enak! Pesan apapun! Aku yang bayar!” tandas jilbaber itu dengan semangat.

    “Beneran, Bos?!” seru Anton dengan gembira. Dia sudah punya rencana untuk itu. Inayah mengangguk mantap.

    “Makanya, selesaikan Pe-Er kita…” sambut Inayah lalu menyuruh. “Sudah gih, hubungi si Heri. Tanya bagaimana perkembangannya?”

    Anton langsung menghubungi Heri dengan Handy-Talky. “Woi, Putetewololo (bagaimana)?” tanya  lelaki itu.

    “Aman… kita bergerak sekarang?” pancing Heri. Inayah yang mendengarnya langsung bereaksi. 

    “Berangkat sekarang!” serunya sembari meletakkan gelas besar di meja dan berlari menuju jip. Lainnya langsung mengikuti. Jip Cherokee 448 HE itu kembali melaju meninggalkan gubuk dan menyusuri jalanan. Namun ditengah perjalanan, mereka mendapati informasi tak terduga.

    “Kamu gimana sih?! Katanya tadi sudah di A1, kok berubah lagi?!” sembur Inayah yang jengkel luar biasa. Anak buahnya langsung cemas menatap wajah jilbaber itu.

    “Sori, Bos…” jawab Heri dengan canggung. “Masalahnya itu cicak bingkarung dipole ta’e to bulotu, for makan itu malu’o…” jawab Heri dengan kalimat campuran bahasa Gorontalo bercampur melayu non verbal. “Kong tu parao blum manyebrang. Tu ayam blum ba singga kong ba kukuyu’u disana…”

    “Gerakkan dua gerobak kesana! Sekarang!” sembur Inayah yang muntab langsung memutuskan pembicaraan.

    “Bos, kayaknya tolor bili (kesialan) yang kita dapat.” komentar Anton membuat Inayah terhasut kemarahannya.

    Dirasuk murka, Inayah berseru. “Mil, menepi sejenak!”

    Briptu Emil B. Balo langsung membelokkan kendaraan itu menepi di sisi jalanan dan Inayah langsung keluar sambil menarik napas panang berupaya meredakan kemarahannya. Namun karena tak mampu, terpaksa jilbaber itu melampiaskan kekesalannya kepada sebatang pohon ramping.

    HHEEEIYYYAAAAHHHH….

    BRAKKK!!!!

    KRAKKK!!!!

    Pohon itu rengkah, akibat tendangan mawashi geri yang diarahkan Inayah penuh tenaga. Didalam jip Cherokee 448HE itu, mereka menatap cemas. Emil keluar membawa handy-talky dan menyodorkannya kepada Inayah.

    “Bos, dari Bripka Ayyub Daeng Passa… Pol Airud…” ujarnya.

    Inayah meraih handy-talky dan menyahut. “Coyote Cobrone disini…” sahutnya dengan datar.

    “Bripka Inayah, kami sementara melakukan penyisiran. Kami akan memberikan informasi terbaru jika target kami temukan…” ujar suara diseberang.

    “Makasih Bang…” jawab Inayah lalu menyerahkan handy talky kepada Emil. Jilbaber itu kembali masuk kedalam mobil dan tak lama kemudian jip itu melaju menyusuri jalan Sapta Marga terus menuju timur, ke kawasan Botupingge.

    Menjelang jam 04.25 pagi, jip itu tiba di Kelurahan Timbuolo Timur. Inayah meminta Emil menepikan kendaraan di depan Masjid Al-Jama’ah. Jilbaber itu keluar membawa mukena. Adzan baru saja selesai dilantunkan oleh seorang bilal. Sejenak ditatapinya wajah-wajah capek anak buahnya dalam mobil. Anton yang paling ceriwis diantara mereka justru tertidur lelap.

    “Kalau kau mau istirahat, silahkan saja dulu. Kita hemat tenaga…” kata Inayah kepada Emil. Lelaki itu hanya mengangguk patuh kepada pimpinan regunya.

    Jilbaber itu melangkah menuju masjid melaksanakan ritual sholat subuh. Ritual itu selesai saat waktu menunjukkan pukul 05.10 pagi. Jilbaber itu melangkah santai kembali ke jip. Ditatapi oleh beberapa orang jama’ah yang kepo.

    “Cari kedai terdekat!” pinta Inayah.

    Emil mengangguk lalu kembali melajukan kendaraan itu me-ninggalkan masjid dan melewati dua persimpangan hingga kahirnya membelok ke kiri. Jip itu berhenti didepan kedai kecil yang sudah buka sejak subuh.

    Inayah langsung membangunkan anak buahnya. “Wei, wei, wei…bangun woi.”

    Anton, Hadi dan Usman gelagapan bangun dan mengucek-ucek matanya. “Gawat! Kita ketiduran nih!” pekiknya kuatir.

    “Lebay…” olok Inayah tertawa lalu menunjuk kedai yang buka. “Itu, sarapan dulu…” sambungnya.

    “Bos, nggak turun?” tanya Hadi.

    Inayah menggeleng. Jilbaber itu menggenggam handy-talky. Mereka bertiga mengangkat bahu lalu turun dari mobil dan melangkah ke kedai. Emil sendiri menemani atasannya menghubungi Heri.

    “Gimana Her?” tanya Inayah didepan handy talky.

    Emil sejenak mengerling kepada dua gadis pemilik kedai yang cekikikan merayu tiga opsir itu agar membeli rokok dagangan mereka.

    “Bos, A1 sudah memasuki kawasan…” seru Hei.

    “Oke! Tunggu disana!” sahut Inayah. Jilbaber itu langsung melongok keluar jendela, berseru kepada tiga anak buahnya. “Woy, masih lama nggak?! Ayam sudah masuk ke popotilo (perangkap). Nanti kita terlambat sarapan pagi pake ayam!”

    Tiga orang opsir itu langsung menghabiskan minuman mereka dan membayar pesanan. Setelah itu ketiganya pontang-panting lari memasuki mobil. Emil langsung melajukan jip meninggalkan lokasi menuju persimpangan jalan. Disana berdiri seorang lelaki yang asyik merokok. Jip berhenti didepan lelaki itu.

    “Her, mana orangnya?” tanya Inayah dengan lirih.

    “Tuh, yang bawa kardus…” jawab Heru mengangguk ke satu arah. Setelah itu dia melangkah meninggalkan lokasi itu. Inayah menatap ketiga bawahannya.

    “Sergap!” serunya.

    Ketiga opsir itu keluar dari jip mendekati tiga orang yang asyik mengetuk kaca sebuah mobil. Tiba-tiba dari arah lain, muncul sebuah mobil jenis SUV yang berhenti memalang sisi jalan.

    Beberapa personil bersenjata Heckler & Koch 461 dan pistol SIG Sauer P229, berseragam taktis lengkap dengan rompi berisi amunisi menyeruak dari pintu mobil SUV yang terbuka. Inayah tak menyangka mendapatkan kejutan seperti itu. ternyata sejak tadi, mereka sudah dibuntuti oleh Tim Sabhara Raimas Punisher yang dipimpin seorang opsir bertubuh kekar, sangat dikenal oleh Inayah.

    Tiga orang itu kaget dan seorangnya berhasil meloloskan diri menerobos rimbunan pepohonan dan semak belukar yang tinggi, tak memperdulikan goresan luka yang dideritanya karena menerobos tanaman berduri itu.

    “Kejar! Kejar!” seru lelaki bertubuh kekar itu menunjuk ke arah rimbunan semak belukar yang tinggi.

    Dengan sigap tim tersebut berlari mengejar dan menerjang rimbunan tersebut menjejaki para penyelundup yang melarikan diri. Sementara Tim Buser Coyote Cobrone berhasil menciduk dua orang yang tak sempat melarikan diri. 

    “Cukup!” seru Inayah melangkah diikuti empat orang bawahan-nya. Setelah memasukkan para penyelundup ke Jip Cherokee 448 HE, Inayah mendatangi pimpinan regu Raimas Punisher tersebut.

    “Kamu kenapa disini?!” sergahnya dengan lirih. Pimpinan per-sonil taktis itu menatap Inayah.

    “Aku mendapat laporan masyarakat sini tentang keberadaan kalian. Instingku menebak, pasti ada yang seru… makanya aku me-mimpin mereka kemari…” jawab lelaki itu kemudian menjabarkan bagaimana dia mengendus dan membuntuti Tim Buser Coyote Cobrone hingga ke tempat penyergapan.

    “Mereka urusanku!” usul lelaki itu dengan datar. “Biarkan aku bermain-main dengan mereka… sedikit saja…”

    “Seinchi kau tembuskan proyektilmu ke tubuh mereka, kau benar-benar berhadapan denganku!” balas Inayah dengan lirih, men-delikkan matanya.

    Lelaki itu, Bripka Rudianto Abas, dipanggil Dodit, hanya men-desah dan melengos sejenak lalu kembali menatap Inayah. Lelaki itu mengalungkan kembali senapannya ke belakang. 

    “Kenapa sih kita selalu saja nggak sepaham?!” dengus Dodit geram. Kedua mata lelaki itu memelototi Inayah. Namun jillbaber itu ternyata tak terpengaruh oleh tatapan mencorong opsir itu.

    “Ada tempat dan waktunya kamu boleh menyemprotkan proyektilmu. Tapi bukan disini!” sahut Inayah lagi.

    Dodit mengangguk, “Baiklah… terserah kamu saja.” ujarnya lalu menghubungi rekan-rekannya. “Monitor… monitor…”

    “Orangnya lolos Bang… kita nggak tahu lagi…” jawab salah satu personil melalui handy-talky.

    “Kembali ke mobil…” ujar Dodit, kemudian menatap Inayah yang masih berdiri bercakak pinggang. Revolver Raging Bull 454 yang ter-sarung di holster kanan pinggangnya membuat penampilan polwan itu terlihat keren.

    “Aku akan kembali melakukan patroli, menyisir wilayah ini. Siapa tahu ketiga penyelundup itu masih bersembunyi disekitaran sini… kalau kami temukan mereka, aku akan mengabari kamu…” ujar Dodit sembari menegakkan tubuhnya.

    “Oke deh…” jawab Inayah sembari menganggukkan kepala. Polwan itu kemudian bergerak kembali menuju Jip Cherokee 448HE. Setelah menutup pintu, dia menatap Emil yang mengemudikan kendaraan tersebut. sementara personil-personil berpakaian mirip kostum taktis yang digunakan tokoh Marvel, Frank Castle (The Punisher) sudah berkumpul kembali dan masuk ke dalam kendaraan mereka.

    “Ke POLDA, Mil…” suruh Inayah lalu menatap jalanan dengan tatapan datar. Emil dengan sigap menyalakan mesin jip tersebut. Tak lama kemudian kedua kendaraan itu meninggalkan lokasi.

    Jip Cherokee 448HE yang membawa dua penyelundup itu bergerak cepat menuju utara kota dan membelok ke jalanan utama di kampung Telaga Biru. Sesampainya di POLDA, pimpinan Tim Buser Coyote Cobrone itu menemui Kanit Reserse, Aipda Toni Mulyana, SH. untuk menyerahkan barang tangkapannya.

    Inayah kemudian membuat laporan secara lisan yang diaplikasi-kan salah satu operator dikantor tentang proses penyergapan. Kedua pelaku itu dijerat dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, pasal 21 ayat 2. 

    Tim Buser Coyote Cobrone kemudian membubarkan diri. Inayah menatap jarum arloji dipergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Seketika polwan itu tanpa sadar menguap lalu mendesah.

    “Ah… istirahat dulu, ahhhh…” desahnya. Meski terasa penat dan lesu, jilbaber itu gembira karena berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Dengan langkah santai yang lemas, Inayah menyusuri koridor kantor tersebut. []

     

     

    Kreator : Kartono

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 7

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021