KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mendung Di Benteng Otanaha Bab 9

    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 9

    BY 10 Sep 2024 Dilihat: 8 kali
    Mendung Di Benteng Otanaha Bab 9_alineaku

    MENGUNGKAP SEBUAH PERJODOHAN

    Sesuai dengan pesan yang disampaikan, keluarga Lasantu tanpa Airina, menyambangi Kediaman Ali. Disana sudah menunggu sepasang suami istri, Trias dan Saripah. Tuan rumah menyambut sahabat karib mereka itu dengan ramah.

    Trias memeluk erat Kenzie sebelum melepaskannya, begitu juga dengan Saripah yang memeluk erat sahabat sekaligus gurunya itu. setelah ramah tamah itu selesai, Kenzie dan Azkiya duduk ditemani oleh Sandiaga. Sementara Trias dan Saripah duduk berhadapan dengan ketiga tamunya.

    “Sudah lama kita nggak ketemuan begini, bro…” ujar Trias ber-basa-basi. Kenzie tertawa.

    “Kita masih sibuk dengan urusan kita masing-masing.” Sahut Kenzie. “Nantilah, suatu saat tongkat estafet pembangunan akan kita serahkan kepada generasi muda keluarga ini… dan kita tinggal ber-istirahat menikmati masa pensiun kita… oke, bro?”

    “Pastilah, Brooo….” seru Trias langsung melayangkan toss. Kedua lelaki itu melakukan lagi toss gaya mereka.

    Sandiaga mencibir. “Dasar tukang pamer.” gerutunya.

    Trias yang mendengar gerutuan pemuda itu tertawa lalu mengungkit tentang keinginan anak tersebut mempelajari gaya toss mereka. Sandiaga melengos, mengingat kembali sepenggal kisah dari masa kecilnya itu.

    “Langsung kutolak. Kau masih ingat? Kubilang… gaya toss kita ada hak patennya…” pungkas Trias membuat Kenzie hanya tertawa dan mengangguk-angguk.

    Tak lama kemudian, muncul Inayah membawa baki berisi enam gelas minuman dan sepiring cemilan. Hidangan itu diletakkan di meja. Inayah kemudian duduk disisi ibunya. Sejenak Kenzie mendehem, lalu menatap Azkiya penuh arti. Wanita berkhimar panjang itu mengangguk pelan. Kenzie kembali mendehem.

    “Kenapa bro? gugup ya?” goda Trias membuat Kenzie tertawa lagi. Sementara Sandiaga dan Inayah sama-sama menatap orang tua itu dengan raut keheranan.

    “Ya, namanya mau menyambung tali silaturahim yang teguh antar dua keluarga… ini nggak sembarangan, coy…” ujar Kenzie.

    “Ah, santai saja, Ken… ini hanya formalitas saja, kan?” ujar Trias lagi. Saripah ikut mengangguk mengamini pendapat suaminya. Kenzie mengangguk lagi lalu menghela napas dan akhirnya lelaki itu mulai berbicara.

    “Sebagaimana yang kita berempat ketahui bersama…” tutur Kenzie memulai pembicaraannya. Sejenak lelaki parosenja itu menarik napas lalu menghembuskannya kemudian menyambung lagi. 

    “Bahwa kamu pernah mengungkapkan hasratmu untuk men-jadikan Saburo menjadi bagian penuh dari kehidupanmu…” lelaki parobaya itu menatap Trias. Kepala kepolisian Daerah itu tersenyum saja dan mengangguk-angguk. Kenzie kembali melanjutkan.

    “Maka dengan ini, kami… keluarga Lasantu juga telah bersedia menjadikan Iyun sebagai bagian penuh dalam keluarga kami.” ujar Kenzie. “Maka untuk menyempurnakan hal ini, maka kami berdua datang kepada kalian untuk mewakili putra kami hendak melamarkan putrimu nantinya akan menjadi menantu keluarga Lasantu…”

    “APA?!” seru Sandiaga dan Inayah bersama-sama dengan wajah yang kaget dan tubuh terlonjak hebat. Keempat orang parobaya itu menatap Sandiaga dan Inayah yang menjadi pias wajahnya.

    “Kamu kenapa, San?” tanya Trias.

    “Ab-ab-abah… ini b-b-bener-beneran?” tanya Sandiaga dengan gagap. Sementara Inayah justru tertunduk dan menyembunyikan senyumnya.

    Trias mengangkat alis dan mengangguk. Sandiaga meneguk ludahnya. Kenzie mengangkat dagunya dan menatap putranya dengan sorot tajam.

    “Kenapa? Kau keberatan?” tukas Kenzie langsung pada pokok-nya. Sandiaga gelagapan, langsung menggeleng cepat.

    “B-bukan itu…” tangkis Sandiaga dengan gagap. Ditatapnya keempat orang tua itu, dan sejenak mengerling ke arah Inayah yang menundukkan wajahnya begitu dalam.

    “Kalian semua nggak membicarakannya dengan kami berdua sebelumnya…” tangkis Sandiaga dengan gugup.

    “Nah, makanya kami bicarakan sekarang…” ujar Kenzie. “Sekarang ku ungkap saja. Dulu, sewaktu mama kamu hamil, Abah pernah sesumbar kepada seluruh anggota keluarga kita akan men-jadikan kamu sebagai menantunya… nah setelah kamu lahir, Abahmu ini paling getol mengingatkan papa! Itulah sebabnya, mamamu kemudian mengajukan persyaratan, yaitu menjadikan Iyun sebagai muridnya!”

    Sandiaga terdiam sementara Inayah manggut-manggut dan kini memahami mengapa Azkiya begitu serius mengajarkannya seni kuno Koga Koryu Bujutsu sejak usia tujuh tahun. Inayah adalah satu-satunya praktisi ninjutsu aliran Koga dari luar golongan 53 keluarga ninja yang berasal dari Shiga itu. 

    Sebagai Kanto-Kusha organisasi Kunoichi, Azkiya dilarang keras oleh organisasi tersebut mengajarkan kecakapan kunoichijutsu kepada siapapun, diluar keanggotaan 53 keluarga Koga. Sempat terjadi ketega-ngan didalam organisasi dan keluarga. Untuk mempertahankan prinsip, Azkiya memilih melepaskan jabatannya sebagai pimpinan Kunoichi dan mempersilahkan 53 keluarga Koga untuk memilih kandidatnya.

    Kini setelah melepaskan jabatan itu, Azkiya dapat dengan bebas dan tak terikat mewariskan seni kuno itu kepada Inayah sebagai per-syaratan dari permintaan Trias terhadapnya.

    “Kenapa, San?” tanya Trias dengan lembut. “Kamu… tak setuju dengan perjodohan ini?” 

    “Nggak kok! Nggak!” jawab Sandiaga dengan spontan.

    “Nah!” seru Kenzie langsung berbinar wajahnya. “Berarti kamu setuju, kan?” tohok lelaki itu. Sandiaga masih bungkam.

    “Nggak ada orang tua yang menginginkan hal yang jelek terhadap anak-anaknya.” sambung Azkiya dengan datar sembari menatap putra-nya dengan tatapan yang lembut.

    “Saya kan nggak bilang menolak, Ma…” elak Sandiaga membuat Trias dan Saripah mendesah lega serta membuat Inayah memegang pipinya yang terasa panas.

    “Tapi…” ujar Sandiaga sejenak terdiam lagi. 

    Akhirnya pemuda itu bangkit, memutari meja dan langsung meraih lengan Inayah. Gadis itu terkejut saat pergelangannya di-genggam Sandiaga dan ditarik bangkit dari duduknya. Namun gadis itu membiarkan saja, Sandiaga menyeretnya menjauh.

    “Eh, kalian mau apa?!” tanya Kenzie dengan heran campur gusar. Sementara Trias dan Saripah tak berkomentar apapun. Sejenak Sandiaga berhenti dan menatap ayahnya. 

    “Ini pembicaraan penting mengenai nasib kami ke depan… Papa nggak usah campur dulu!” pinta Sandiaga dengan datar.

    “Eh, kamu mau melawan, ya?!” sembur Kenzie sembari berdiri dengan sikap tegak, menatap Sandiaga dengan tatapan tajam.

    “Ken… biarkan keduanya bicara…” lerai Trias membuat Kenzie menatap sahabat karibnya.

    “Tapi…” protes Kenzie.

    “Aku yakin, Saburo tahu apa yang terbaik…” ujar Trias. “Kita berempat telah mengajarinya dengan baik… tenangkan dirimu.”

    Akhirnya Kenzie duduk lagi, namun nyata dari wajahnya ter-pancar raut cemas. Sementara itu Sandiaga berdiri menatap Inayah yang masih menunduk.

    “Yun… tatap aku.” pinta Sandiaga dengan pelan.

    Sejenak Inayah mengangkat wajah, menatap Sandiaga. Namun sedetik kemudian dia menunduk lagi. Sandiaga menghela napas lalu berujar.

    “Kita berdua kini tahu… kedua orang tua kita telah menetapkan takdir terhadap masa depan kita, tanpa setahu kita berdua.” ujar Sandiaga. “Aku tak mempermasalahkannya… namun… aku ingin men-dengarnya langsung darimu….”

    Inayah masih menunduk. Dengan kesal Sandiaga meraih dagu gadis itu dan memaksanya menatap ke arahnya.

    “Yun… ini masalah krusial dan menyangkut masa depan kita berdua… jika kau tak setuju dengan perjodohan ini, dengan senang hati, aku akan membatalkannya!” tandas Sandiaga.

    Inayah justru tersenyum. “Berarti kau telah berlaku durhaka kepada mereka berdua…”

    “Eh, ini bukan perkara durhaka atau nggak!” tukas Sandiaga dengan kesal. Inayah melepaskan jemari pemuda itu pada dagunya.

    “Aku sejak kecil diajar patuh terhadap perintah orang tuaku, selama hal itu tidak berefek negatif terhadap kehidupanku…” tandas Inayah kemudian menatap tajam Sandiaga. “Hal itu juga, berlaku pada jodohku…”

    Sandiaga menegakkan wajahnya. Inayah mencecar lagi. “Apakah diluaran sana, kau sudah punya tambatan hati?” selidik gadis itu. “Kau nggak akan bisa membohongiku, San… aku seorang polisi, aku bisa mendeteksi kebohongan hanya dari …”

    “Enak saja bacotmu kalau ngomong ya?!” sembur Sandiaga sambil mendorong dahi Inayah pelan dengan telunjuknya. “Aku mana ada punya cewek? Kamu kalau menuduh, yang beradab sedikit dong!” sambungnya.

    “Terus? Apa yang menghalangimu untuk taat?” pancing gadis itu. Lama kemudian, akhirnya Sandiaga mengangguk-angguk.

    “Jadi kamu setuju nih? Nikah sama aku?” tohok Sandiaga. 

    Inayah kembali menunduk lalu mengangguk mantap. Sandiaga mendesah lega dan menatap kedua orangtuanya yang sedang menatap keduanya. Sandiaga kemudian membawa Inayah kembali dihadapan keempat orang parobaya itu. setelah menarik napas untuk menenang-kan diri, pemuda itu akhirnya berujar.

    “Setelah kami mengadakan perundingan berdua… dan Inayah menunjukkan persetujuannya, maka dengan ini, saya pun bersedia men-jalani perjodohan ini dengan rela…” ujar Sandiaga.

    Alhamdulillah….” seru keempat orang parobaya itu dengan penuh kelegaan. Bahkan Kenzie langsung menyalami sahabat karibnya yang sedikit lagi menjadi calon besannya. Saripah langsung mencibir, mengolok tingkah konyol kedua lelaki parosenja itu, dibarengi tawa lirih Azkiya yang menampakkan kebahagiaannya.

    Sementara Inayah tersenyum malu ditengah wajahnya yang menunduk itu. Sejenak Sandiaga mengerling ke arah Inayah yang me-nunduk, pemuda itu kembali menatap ke dua pasang orang tuanya. 

    “Dan dikarenakan kami berdua telah rela, maka segeralah per-nikahan tersebut dilaksanakan!” pintanya.

    Kenzie mengerutkan alisnya. “Maksudmu, apa Saburo?”

    Sandiaga mengerutkan alisnya. “Masa Papa nggak paham juga?!” ujarnya setengah menyergah.

    “Bilang, ayo… bilang…” ujar Trias masih dengan senyum.

    “Ya, saya mau… kami berdua dihalalin sekarang! Malam ini juga!” tandas Sandiaga, membuat semua penghuni ruangan itu seketika ter-lonjak kaget, termasuk Inayah yang langsung mengangkat wajahnya menatapi calon pengantinnya dengan mata membelalak.

    “San…” tegur Inayah.

    Sandiaga menatap calon istrinya. “Kenapa? Nggak mau?!” 

    “B-b-bukan begitu!” tangkis Inayah tergagap. Wajah gadis itu memerah malu, meski dalam hatinya sangat bahagia.

    “Ya, sudah… ayo kita malam ini ke penghulu…” ajak Sandiaga seketika membuat wajah Inayah yang memerah, makin memerah.

    Seketika meledaklah tawa Trias, membahana dalam ruangan itu. saking begitu tertawanya, sampai-sampai pria parobaya itu mengeluar-kan airmata.

    “Abah kenapa sih?” sahut Saripah menepuk paha suaminya. 

    “Woy! Kantor urusan nikah tutup malam begini, uyong! Kamu yang nggak-nggak saja idenya!” sembur Trias makin tertawa ngakak.

    Sandiaga terhenyak lalu menatap calon istrinya. “Iya ya? kok nggak kepikiran disitu ya?” gumamnya membuat Inayah tertawa dan memukul mesra dada calon suaminya. Suasana tawa diruangan itu makin riuh oleh kepolosan pemuda itu. Setelah sekian lama tertawa, Trias kemudian menatap Saripah dan dua calon besannya.

    “Aku jadi teringat masa lalu…” ungkap Trias. “Nyatanya, peristiwa itu terulang kembali melalui anak lelakiku ini…” ujarnya lalu tertawa lagi meski tak kencang seperti tadi. “Karma itu, ternyata ada…ya?”

    Sejenak Kenzie dan Azkiya terdiam. Semenit kemudian keduanya kini malah ikut tertawa bersama. Azkiya menutup mulutnya, malu telah melanggar kesantunan di rumah itu.

    “Kau masih ingat kan, Ken?” tukas Trias.

    Seketika Kenzie mengangguk-angguk sambil tertawa. Sementara Azkiya berupaya menahan tawanya lalu menunduk. Saripah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

    “Umma… nanti kita ke tempat Mimi ya?” ajak Trias. “Aku mau cerita sama dia soal anak kita berdua ini…”

    Saripah tersenyum dan mengangguk. “Tenang, nanti Umma temani…” jawabnya pula.

    Sandiaga dan Inayah hanya menatap orang tua mereka dengan sorot heran. Tak lama kemudian, getar gawai disaku gadis itu terasa. Inayah mengeluarkan benda itu dan melihat layar sentuh. Sejenak, gadis itu menarik napas. Ditatapinya, Sandiaga.

    “Ayank… aku cabut dulu ya?” ujarnya lirih meminta ijin. Sandiaga mendekatkan wajahnya. 

    “Kenapa?” bisiknya pula.

    “Teman-teman memanggil…” bisiknya lagi.

    Sandiaga menatap lama wajah calon istrinya. Tak lama, pemuda itu mengangguk. Inayah juga mengangguk lalu menatap orang tuanya.

    “Abah… Iyun pergi dulu. Ada panggilan teman-teman…” ujarnya memohon ijin kepada kedua orang tuanya.

    Trias langsung mengangguk. “HADIJA!!” pesannya.

    Inayah mengangguk lalu melangkah mendekat, dan mencium tangan ayah-ibunya serta tangan Kenzie dan Azkiya lalu berbalik lagi mendekati Sandiaga.

    “Aku pergi, Yank…” ujar Inayah.

    “HADIJA…” pesan Sandiaga kembali.

    Inayah mengangguk dan tiba-tiba maju mengecup bibir Sandiaga tanpa pemuda itu sempat mengelak kemudian pergi meninggalkan ruangan.

    Terdengar deheman penuh arti dari Trias, disusul tawa cekikikan oleh Saripah. Kenzie sendiri hanya mencibir, sedangkan Azkiya menatap tajam putranya.

    Sandiaga hanya bisa berdiri canggung ditempat itu.[]

     

     

    Kreator : Kartono

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mendung Di Benteng Otanaha Bab 9

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021