Jatuh hingga pada titik nol pernah kurasakan dan alami. Betapa sakitnya hati ini Ketika menjadi seorang fresh graduate yang ditolak berkali – kali melamar pekerjaan. Terbersit pertanyaan dalam benakku, padahal aku lulusan sarjana teknik di salah satu Universitas Negeri terbaik di Jawa Tengah. Tapi, kenapa tidak ada perusahaan yang melirikku sama sekali. Betapa susahnya mendapatkan pekerjaan di saat aku benar – benar membutuhkan uang untuk menyambung hidupku di Semarang. Beribu doa telah kulayangkan kepada sang pencipta langit dan bumi, namun belum satupun doa dikabulkan.
Hingga suatu Ketika datang seorang sahabat membawa kabar gembira. Dia memberi info, kalau di pabrik garmen tempat dia bekerja ada lowongan follow up manager. Aku segera melamar di pabrik tersebut. Tidak sampai seminggu aku pun dipanggil untuk wawancara. Dari hasil wawancara, aku dinyatakan lolos. Betapa bahagianya aku saat itu karena berhasil mendapatkan pekerjaan. Walaupun pabriknya kecil, tapi aku sudah bahagia walau diberi gaji yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikanku.
Tidak sampai seminggu bekerja, ternyata aku sudah dipecat tanpa diberi imbalan gaji dan pesangon. Aku Kembali jatuh menangisi nasibku. Apakah kualifikasi pendidikanku tidak ada harganya sama sekali? Pertanyaan itu yang terus melintas di dalam benakku. Aku menangis diatas sajadah yang ku gelar. Mengadu pada Tuhanku yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Memohon diangkat derajat dan dimudahkan dalam mendapatkan pekerjaan.
Aku tidak mau berlama – lama terpuruk dalam keputusasaan. Aku mencoba bangkit dan mendaftar S2 lewat jalur beasiswa unggulan yang diselenggarakan oleh kemendikbud. Setelah melewati tahapan demi tahapan, hasilnya pun diumumkan oleh staf akademik lewat sms. Pengumuman yang ditunggu – tunggu pun tiba. Notifikasi sms dari benda pipih disampingku berbunyi. Dengan perasaan berdebar aku membaca pesan dari akademik. Aku lolos, tapi lewat jalur umum yang artinya aku belum lolos beasiswa. Air mata dipipi menganak sungai, karena kegalauan ku harus mencari kemana uang untuk membayar rincian biaya yang tertera di surat pengumuman.
Di Tengah kegalauan ku mau lanjut tidaknya kuliah S2. Tiba – tiba HP ku berbunyi lagi. Aku buka dengan perasaan hampa yang mendera. Betapa kagetnya aku setelah membuka pesan yang tertera di layar. Aku dinyatakan lolos beasiswa unggulan. Aku baca berkali – kali, betul – betul tidak percaya dengan keajaiban yang terjadi. Aku langsung bersujud syukur kepada sang Maha Kuasa.
Ternyata perjalananku melanjutkan Pendidikan pascasarjana berujung pada sebuah penantian panjang yang manis. Penantianku untuk mendapatkan sebuah pekerjaan yang mentereng sesuai background pendidikanku. Berawal dari sebuah lowongan pekerjaan di perusahaan tambang yang diinfokan oleh seorang kakak angkatanku. Banyak yang tidak berminat karena gaji yang ditawarkan kecil untuk ukuran pekerjaan di tambang yang remote di ujung timur Indonesia. Tapi semua itu tidak menyurutkan langkahku untuk mencoba, siapa tahu itu menjadi rezekiku. Dengan jumlah pelamar yang sedikit malah akan semakin mempermudah jalanku untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.
Disinilah aku sekarang, di kota Tembagapura, Mimika, Papua. Kota nan megah, tempat tinggal para pekerja tambang PT. Freeport Indonesia. Berada pada ketinggian 2500 mdpl membuat kota ini selalu diselimuti kabut, sehingga pantas kota ini dijuluki “negeri diatas awan”. Kota ini sangat dijaga ketat dan tidak sembarang orang bisa masuk kesini. Selain itu, Kota ini dilengkapi dengan fasilitas yang sangat lengkap. Mulai dari barak dan rumah bagi tempat tinggal karyawan yang bergaya Amerika-Eropa. Fasilitas umum yang semuanya gratis diperuntukkan untuk karyawan dan keluarganya, seperti Messhall untuk tempat makan karyawan, sekolah, rumah sakit, gym, supermarket, transportasi dll.
Setiap pagi sebelum subuh aku sudah bangun untuk persiapan menuju tempat kerjaku di mil 74 dan Grasberg. Perjalanan ke tempat kerjaku tidaklah mudah. Dari barakku di mil 68, aku harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 45 menit dengan menggunakan bus karyawan khusus yang dilengkapi lapisan anti peluru yang melapisi hampir seluruh badan bus bagian kanan dan kiri. Pakaian kerja yang kukenakan juga harus tebal paling tidak memakai tiga lapis dengan jaket tebal di bagian paling luar karena suhu udara di pagi hari bisa mencapai 50 celcius. Jalan yang dilalui juga sangat tinggi dan terjal dengan sisi kanan dan kiri lembah dan jurang.
Dalam dunia tambang, Perempuan merupakan pekerja yang kecil jumlahnya dibandingkan kaum lelaki. Aku menjadi satu – satunya perempuan di bagian Environmental Section. sehari – hari sudah terbiasa bekerja dengan kaum Adam membuatku lebih kuat dan tangguh serta tidak mudah merengek manja. Pekerjaanku lumayan berat seperti inspeksi HSE masuk ke dalam tambang bawah tanah (underground) dan area concentrating mile dengan conveyor dan peralatan super giant. Seringkali bergelut dengan limbah-limbah B3 dan peralatan berat seperti loader, dozer dan excavator tidak membuatku gentar. Bahkan dump truck dengan ukuran raksasa, Dimana rodanya saja sebesar mobil SUV, sudah menjadi pemandangan sehari-hari ketika naik ke Grasberg.
Memang lah benar apa yang dikatakan ayahku, untuk menggapai kesuksesan, harus dilalui dengan laku prihatin, penuh perjuangan dan pengorbanan. Berkat kerja kerasku bekerja di tambang aku bisa menunaikan satu demi cita – citaku. Bisa memberangkatkan umroh ibuku, kakak perempuanku dan bapak ibu mertua. Memiliki rumah dan kendaraan roda empat serta beberapa areal persawahan. Aku sangat puas dengan pencapaian hidupku. Semua ini tidak lepas dari kekuasaan Allah yang telah menjalankan takdirnya untukku.
Kreator : Roro Nawang Wulan
Comment Closed: Menembus Asa Dinginnya Kota Tembagapura
Sorry, comment are closed for this post.