Saya adalah seseorang yang tidak mengenal sosok ibu, yang tidak sempat memanggil ibu. Sejak usia kurang lebih 2 tahun, ibu saya telah meninggal dunia. Kala itu saya belum memahami makna kehilangan. Seiring bergulirnya waktu, bertambahnya usiaku membuatku memahami arti kehilangan. Sejak aku memahami makna kehilangan, hidupku serasa bak layangan putus. Hari-hari bergulir demikian tanpa merasa bahwa ada yang kuperjuangkan.
Hingga akhirnya aku bertemu sosok pria yakni yang menjadi suamiku, aku merasa hidup itu berwarna. Pertama kali mengenalnya adalah dijembati oleh abangnya (iparku sekarang) yang notabenenya adalah seniorku disaat study S1 dan juniorku disaat study S2. Tak butuh waktu lama bagi kami untuk saling memahami satu sama lain. Awalnya dia (suamiku/ yang pada saat itu masih pacarku) bekerja di kota Bogor dan saya bekerja di kota Medan. Hingga akhirnya dia memutuskan pulang kekampung halamannya dan bertemu dengan ku di kota Medan. Surprise pastinya iya, bahagia sudah pasti. Sejak saat itu, hubungan kami semakin serius. Tak butuh waktunya lama bagi kami untuk melangkah kepelaminan. Saat itu hubungan kami kurang lebih masih 1 tahun, tetapi kami memutuskan untuk menikah dan tentunya karena ridho Tuhan, sehingga mempersatukan kami dalam ikatan suci pernikahan.
Walau banyak rintangan dari pihak keluarga angkatku, yang notabenenya tak merestui pernikahan kami karena alasan klasik semata. Saat dia melamarku pada orangtuaku, aku menyadari keseriusannya sungguh sudah bulat, akhirnya sayapun merespon dengan kesunguhan hati dan meminta agar dia juga melamarku ke orangtua angkatku setelah melamarku keorangtua kandungku. Singkat cerita, karena begitu besar cintanya dan keseriusannya padaku, diapun melaksanakan permintaanku. Sesampai dirumah orangtua angkatku, lamarannya ditolak. Pedih? pasti, kecewa? Sangat. Tapi apa daya, pemikiran orangtua angkatku masih sebatas itu.
Namun niat kami tak urung, kami tetap melanjutkan pernikahan dengan dihadiri oleh orangtua kandungku dan sanak saudaraku yang pro padaku. Dalam masa masa pelik seperti itu, dia (suamiku) yang senantiasa memberiku semangat, dukungan dan motivasi serta keberanian menghadapi dunia dan masalah. Dia selalu berkata, Ketika kamu benar maka tak satu halpun yang perlu kamu takutkan.
Pernikahan kami berjalan dengan baik dan lancar. Puji Tuhan mertuaku bagaikan ibu dan ayah bagiku, mereka begitu baik dan menganggapku seperti anak kandung mereka. Dan yang lebih menggembirakan adalah iparku semua menganggapku bagaikan saudara kandung. Merekalah tempatku bercerita dan berbagi.
Suamiku adalah sosok yang tidak romantis, demikian juga denganku. Hanya saja jiwa manja wanitaku meronta ronta setiap kali melihat suami orang lain begitu romantis hehehe. Bukan tidak bersyukur, tapi alangkah perlunya keromantisan itu dilakukan disaat saat tertentu guna menjaga keharmonisan rumah tangga. Hal inilah yang sedang kulatih dalam diriku. Semoga berhasil
Sejak aku bertemu dengan suamiku, sejak itu aku merasa bagaikan menemukan yang hilang selama ini dalam diriku. Dia mampu menenangkanku disaat aku khawatir, dia menguatkanku disaat aku lemah dan dialah menjadi sumber keberanianku dalam menghadapi pergolakan hidup.
Sebait puisi untuk kekasih hatiku, suamiku
Suamiku,
Terimakasih buat kasih sayangmu, ketulusanmu dan dukungamu
Engkau bagaikan air yang sejuk, menyirami dahagaku
Kau bagai alunan musik, yang menemani tidurku
Dan engkaulah tempatku pulang
Suamiku,
Jika kelak aku lalai, jika aku lupa
Ingatkan aku akan masa masa yang tlah kita lalui bersama
Ingatkan aku akan banyak hal yang kita perjuangkan
Hingga nanti memutih rambutku, hanya namamulah yang bertahta dihatiku
Suamiku,
Bilamana aku lupa akan janji suci kita
Gengam erat tanganku, pandang dalam mataku
Ingatkan aku akan masa suka duka yang kita arungi bersama
Hingga tiada satu hal yang mampu menggoyahkan janji suci kita
(By. Istrimu, sariayu sibarani)
Kini, aku tlah menemukan bagian yang hilang dari diriku yaitu kamu suamiku. Sejak bertemu denganmu, aku merasa menemukan yang hilang dari diriku. Tetaplah menjadi suami yang kukenal, yang menerimaku apa adanya, dan yang senantiasa setia hingga hitam rambutku telah menjadi uban, dan keriput tangan tak dapat ditutupi.
– SEKIAN –
2 Komentar Pada Menemukan Yang Hilang
Keren, Kak. Semangat buat Kakak, memang tidak mudah menjalani kehidupan tampa didampingi sosok hebat bernama “Ibu”.
Keren, ada puisinya juga.