Setahun berlalu sejak meninggalkan tanah kelahiran, dan berpisah dengan cinta pertamanya yang membuat Yuni menyibukkan diri dalam kegiatan di kampus, dia ingin melupakan semua kenangan indah bersama mantan kekasihnya. Seperti malam ini, dia sedang mengikuti kegiatan pecinta alam di puncak gunung Panderman.
“Auuww!” Yuni terjatuh.
“Hati-hati, kita sedang di atas ketinggian nih. Tinggalkan semua beban dan tetap konsentrasi,” cicit Johan sahabat karibnya, sambil mengulurkan tangan membantu Yuni bangun.
“Terima kasih, Han! Maaf kurang berhati-hati,” kata Yuni lirih, sambil mengibas celananya yang penuh debu.
Kerlip headlamp dari kepala Yuni dan kawan-kawan laksana kunang-kunang, memenuhi Puncak Panderman. Dari jam tangan yang melingkar, Yuni melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.00. Hawa dingin mulai menggigit.
“Dirikan tenda kalian masing-masing. Kita mulai survival. Manfaatkan dengan sebaik-baiknya natura yang kalian bawa!” perintah panitia pendamping.
Puluhan tenda dome telah terpasang. Kerlip lampu portable terpancar di depan tenda. Di depan tenda, mereka menggelar matras. Peralatan masak portable pun disiapkan. Begitu juga dengan Yuni, dari tasnya dikeluarkan snack high-energy (biskuit, kacang mete, almon, oatmeal, dan telur). Jari lentiknya mulai menghidupkan kompor dan menjerang air untuk menyiapkan makan malam.
Hawa dingin Puncak Panderman makin menusuk. Usai kegiatan malam semua masuk tenda. Yuni mulai merebahkan tubuh, meringkuk di dalam sleeping bag. Matanya susah terpejam. Tetiba bayangan mantan kekasihnya melintas dalam benak. Mengapa tetiba dia hadir ya? tanya Yuni dalam hati.
Ditutup rapat kepalanya. Bukan hilang, bayangan mantan kekasih malah makin nyata.
Ya Allah, mengapa Engkau hadirkan bayangan dia, ya Allah? Batin Yuni.
Karena makin susah terpejam, Yuni bangun. Dia ambil buku hariannya, meluapkan semua rasa dalam lembar kertas putih itu.
Sudah kucoba sebisaku melupakanmu
Mengikis semua kenangan tentangmu
Kusibukkan diriku, kutenggelamkan rasaku
Sejauh ini aku melangkah, hingga di puncak
gunung ini
Namun, kenapa tiba-tiba bayangmu
menggodaku?
Kurasakan jauh di lubuk hatiku
Rasamu sama dengan rasaku
Namun, kenapa mulutmu bisu
Apa ada jurang pemisah
Yang tak mungkin satukan rasa kita, Mas Boy ….
Butiran bening lolos begitu saja, saat mengakhiri keluh hati dalam buku hariannya. Dipeluk erat buku harian dalam dekapnya. Isak tangis mengguncang tubuh yang terbungkus rapat sleeping bag. Dinginnya Puncak Panderman menjadi saksi bisu, betapa gadis itu sedang merindu.
Kreator : Niken Nuruwati
Comment Closed: MENEPIS BAYANGMU
Sorry, comment are closed for this post.