Menulis adalah salah satu ciri yang dimiliki makhluk cerdas, manusia. Sepanjang Sejarah kehidupan di bumi, sampai saat ini baru manusia yang menunjukkan kemampuan keahlian ini. Dengan kata lain, jika kita dapat menorehkan tulisan, artinya kita meneruskan atau mentransfer pikiran kita kepada orang lain. Jika tidak dapat mentransfer pikiran kepada orang lain, maka kita sama saja dengan makhluk lainnya yang akan meninggal tanpa jejak. Pikirannya tidak dapat dibaca oleh orang lain, tidak menjadi inspirasi bagi orang lain. Itulah mengapa manusia senantiasa semakin hari semakin maju, karena kita meneruskan pikiran-pikiran orang-orang yang telah hidup lebih dahulu, kemudian meningkatkan kualitas pemikiran menjadi lebih maju dan diteruskan terus menerus dari generasi ke generasi.
Transfer pengetahuan memang bisa dilakukan dari mulut ke mulut, tetapi itu tidak abadi dan bisa hilang ditelan waktu. Para raja zaman dahulu rupanya memahami hal ini, sehingga ribuan tahun kemudian setelah sang raja menuliskan pesannya kita masih menemukan prasasti itu walaupun sebagai masyarakat awam tidak dapat membacanya. Produk tulisan manusia berupa prasasti itu pasti merupakan pesan penting yang dimaksudkan untuk manusia-manusia di masa depan, manusia yang mungkin tidak akan pernah mengenali raja yang menuliskan prasasti itu. Untuk mengabadikan pesan raja seabadi-abadinya, sang raja tidak menuliskan pesan di atas daun lontar, atau di atas tulang belulang, tetapi dituliskan di atas batu. Kita tahu bahwa batu tidak akan hancur apabila dibakar dengan tingkat panas yang sangat tinggi. Artinya pesan raja tersebut dimaksudkan agar dapat dibaca sampai ratusan bahkan ribuan tahun mendatang, suatu visi yang sangat panjang.
Demikianlah keunggulan manusia dibanding makhluk Allah lainnya. Kekuatan mengikat pikiran, meneruskan pikiran dari generasi-ke generasi mengantarkan kita pada zaman yang semakin hari semakin canggih. Bayangkan jika pikiran Edisson tidak ditransfer kepada orang lain, kita masih berada dalam zaman tanpa lampu. Jika Einstein tidak menuliskan pikirannya untuk dibaca orang lain, tidak akan ditemukan berbagai teknologi yang berdasar pada rumusan yang disampaikannya. Jika para nabi tidak menuliskan firman-Nya maka kita tidak mengenal pesan-pesan spiritual mereka. Jika Allah tidak menjaga firman-Nya (dalam hal ini Al-Quran) maka kita akan kehilangan pesan-pesan penting dari Tuhan semesta alam.
Maka sehebat dan sepintar apapun seorang manusia tetapi ia tidak menumpahkan pikirannya dalam bentuk tulisan, tidak mewariskan pikirannya kepada orang lain, maka pikiran hebat itu akan hilang seiring hilangnya orang itu dari muka bumi. Inilah kesadaran terdalam, yang menjadi motivasi bagi kita agar ide-ide, gagasan, visi, cita-cita, dan pengetahuan tidak menjadi hal yang hanya dikuasainya sendiri, tetapi penting dibagikan pada orang lain agar memiliki manfaat, supaya orang lain kemudian dapat memperbaiki ide atau gagasan tersebut menjadi lebih baik lagi. Inilah keistimewaan yang dalam agama Islam sangat dihargai, sebagai suatu amal jariyah yang akan diterima ganjarannya terus menerus sampai di alam ruhani, tanpa henti selama gagasan, ide, dan pengetahuan itu dimanfaatkan banyak orang.
Namun demikian, walaupun semua manusia dipastikan bisa menulis, atau paling tidak, menggambar simbol sebagai wujud penerjemahan pikirannya agar dapat dibaca orang lain, tetapi tidak semua manusia memiliki keterampilan atau keahlian menulis. Diperlukan perangkat pendukung untuk melakukannya. Untuk menerjemahkan pikiran dalam suatu tulisan, perlu latihan terus menerus, agar semakin hari semakin lihai menumpahkan pikiran itu sehingga pembacanya tidak berbeda pemahaman dengan penulis saat menelusuri kata demi kata. Perbedaan pemahaman antara penulis dan pembaca bisa terjadi karena ada yang kurang dalam melukiskan pikiran. Pikiran yang sebenarnya hanya bermain-main dalam otak penulis, dan hanya tumpah sebagian dalam bentuk kata-kata.
Selain motivasi dari dalam diri sendiri yang menggerakkan tangan secara kuat untuk segera memijit tuts keyboard, apapun huruf yang dirangkai menjadi kata, juga dorongan dan dukungan dari pihak lain di luar diri. Namun demikian sekuat apapun dorongan dari luar diri penulis, dorongan paling penting adalah dari dalam diri sendiri. Walau Bagaimanapun perlu ada sesuatu yang memaksa hingga terwujud tulisan. Terima kasih atas paksaan dan dorongan kalian yang tak bisa disebutkan satu persatu, agar penulis menjadi manusia yang berbeda dengan makhluk Allah lainnya, berusaha menyatakan bahwa aku ini ada.
Kreator : Lis roidah
Comment Closed: MENGAPA HARUS MENULIS?
Sorry, comment are closed for this post.