KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Mengenal Eunoia – Sebuah Pencarian Keindahan dalam Temaram seorang ibu

    Mengenal Eunoia – Sebuah Pencarian Keindahan dalam Temaram seorang ibu

    BY 05 Sep 2025 Dilihat: 38 kali
    Mengenal Eunoia - Sebuah Pencarian Keindahan dalam Temaram seorang ibu_alineaku

    Jika seseorang bertanya padaku lima tahun lalu, “Apa yang kamu bayangkan tentang menjadi ibu?” 

    Jawabanku pasti penuh dengan kata-kata indah tentang kebahagiaan dan idealisme seorang ibu. Tapi tidak ada yang memberitahuku tentang temaram setelah menjadi ibu. Walau mungkin jawabanku masih demikian, setidaknya aku sudah berancang-ancang akan datangnya masa temaram itu.

     

    Temaram yang kumaksud bukanlah kegelapan yang mutlak, bukan juga kesedihan yang mendalam saat sudah menjadi ibu. Temaram adalah wilayah abu-abu di ntara terang dan gelap, di antara bahagia dan sedih, di antara yakin dan ragu. Temaram adalah paradoks yang aneh dimana aku setelah menjadi istri dan ibu merasa bersyukur luar biasa atas perjalanan hidup yang Allah berikan, bersyukur karena dipertemukan dengan suami yang mencintaiku, bersyukur karena diberikan kepercayaan menjadi istri, dan bersyukur yang tak terkira ketika diamanahkan menjadi seorang ibu, tetapi aku merasakan ada sesuatu yang kurang. Ada sesuatu yang hilang. 

     

    Aku sadar betul akan segala kebaikan dalam setiap peran ini. Kehangatan cinta suami yang menjadi kekuatan dalam setiap langkah. Senyum anakku yang bisa membuatku menangis haru. Kepercayaan penuh dalam mata kecil yang melihatku sebagai dunianya. Semua itu nyata, semua itu indah, semua itu membuatku merasa hidup dengan kelimpahan cinta.

     

    Tapi entahlah temaram itu tetap ada, mengintai di sela-sela kebahagiaan. Temaram adalah saat kau bangun pagi dengan hati penuh syukur atas keluarga yang utuh dan bahagia, tapi di detik yang bersamaan ada pertanyaan kecil yang bergema, seperti “Lalu bagaimana dengan diriku?”

    Sesederhana saat kau sudah selesai memandikan anak, lalu terbesit pertanyaan, “Bagaimana dengan aku? Apa aku sudah bisa mandi sekarang?”.

     

     Adalah ketika kau menatap cermin sambil tersenyum karena bahagia dengan peran sebagai istri dan ibu, tapi sedetik kemudian bertanya, “Siapa wanita ini?”

    Aku seperti tidak mengenali diriku sendiri. Seragamnya kini adalah pakaian rumah yang terkadang terlihat lusuh sebab belum sempat mandi dan berganti baju. Bahkan wajahnya telah berbeda dengan masa muda, tak lagi selalu manis merah pipinya, pucat dilihatnya, kantung mata seringnya menjadi satu-satunya hiasan di hari itu. Menjadi menawan di cermin kini tidaklah setiap hari. Mungkin hanya diwaktu tertentu, saat suami pulang atau ketika suami ada di rumah, barulah berusaha menjadi menawan. Itupun sebisaku. 

     

    Dalam temaram, aku kehilangan jejak atas diriku di tengah kebahagiaan yang luar biasa. Gadis yang dulu bermimpi seolah ingin mengubah dunia, kini tenggelam dalam cinta yang begitu dalam untuk suami dan keluarga dan seolah perjalanannya berhenti disana. Aku bahagia saat menyiapkan sarapan untuk keluarga tercinta, senang ketika bisa menjadi tempat pulang yang nyaman bagi suami, haru saat mengganti popok sambil bermain cilukba, menyusui dengan perasaan yang tak tergantikan, bermain bersama anak dengan tawa yang tulus, memasak sambil bernyanyi riang bersama anak, membereskan rumah dengan penuh syukur, dan seterusnya hingga malam tiba dengan kelelahan yang membahagiakan namun masih menyisakan pertanyaan yang riuh di kepala. 

     

    Temaram bukanlah ketidakmampuan menikmati momen-momen indah dalam hidup seorang istri dan ibu. Temaram adalah rasa bersalah karena di tengah kebahagiaan yang begitu nyata ini, masih ada bagian kecil dari diriku yang merindukan sesuatu yang lain. Temaram bagai konflik internal antara rasa bahagia dan kerinduan akan ruang untuk menjadi diri sendiri. Bukan karena aku tidak bahagia, tapi karena manusia memang makhluk yang kompleks. 

     

    Di tengah kebahagiaan yang begitu nyata ini, di tengah rasa syukur yang tulus atas keluarga yang harmonis, masih ada ruang kosong kecil yang berteriak pelan tentang mimpi-mimpi lama. Mengapa rasa bersyukur yang mendalam bisa berdampingan dengan kerinduan akan sesuatu yang lebih? Aku berusaha berkhidmat sebagai istri, sebagai ibu, tapi mengapa pikirku masih berkelana. “Rasanya aku tidak punya kontribusi apapun di dunia ini”.

     

    Temaram juga datang dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah terjawab tuntas, “Akankah aku bisa mewujudkan mimpi-mimpiku suatu hari nanti? Bagaimana cara menjelaskan pada anak-anak bahwa ibu juga manusia yang punya kebutuhan dan keinginan? Apakah normal jika aku merasa kesepian di tengah keramaian keluarga?

     

    Tapi dalam temaram inilah aku menemukan kata “eunoia” – sebuah kata bahasa Yunani kuno yang berarti keindahan dalam pikiran yang jernih. Kata yang entah pernah aku baca darimana, tapi aku begitu mengingatnya. Yang dalam ruang temaram ini, eunoia ku artikan sebagai pikiran jernih agar dapat menemukan cahaya terang dalam diri hingga bisa menampakan sinar yang dapat membawa manfaat bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Dan orang lain yang mendapat sinar itu dimulai dari mereka yang terdekat denganku, yaitu suami dan anak-anakku.

     

    Kontemplasiku akan sebuah eunoia mengajarkanku bahwa keindahan sejati tidak selalu berwujud gemerlap dan sorak-sorai. Keindahan juga bisa ditemukan dalam keheningan pagi saat aku menyusui sambil mendengarkan detak jantung kecil yang tenang. Keindahan ada dalam senyum polos anak yang melihatku sebagai dunianya, meskipun aku merasa belum layak menjadi dunia siapa pun.

     

    Eunoia adalah proses menemukan kejernihan pikiran di tengah kabut kehidupan sehari-hari. Bukan berarti masalah-masalah menghilang, tapi aku mulai melihatnya dari perspektif yang lebih jernih. Mulai memahami bahwa menjadi ibu bukan berarti menghilangkan diriku, tapi mentransformasi diriku menjadi versi yang lebih luas dan dalam.

     

    Perjalanan menuju eunoia ini tidak mudah. Butuh waktu untuk berdamai dengan kenyataan bahwa hidup tidak selalu sesuai rencana. Butuh keberanian untuk mengakui bahwa boleh saja merasa tidak sempurna sebagai ibu. Butuh kebijaksanaan untuk mengerti bahwa mencintai keluarga tidak berarti mengorbankan semua mimpi pribadi. Justru setelah menjadi istri dan ibu kini memberikan perspektif yang lebih nyata tentang sebuah mimpi.

     

    Ini adalah catatan perjalananku mencari eunoia – keindahan dalam pikiran yang jernih di tengah temaram kehidupan sebagai ibu. Ini bukan tentang bagaimana menjadi ibu yang sempurna, karena aku sendiri jauh dari sempurna. Tapi Ini adalah tentang bagaimana menjadi ibu yang utuh, yang bisa mencintai keluarga tanpa kehilangan diri sendiri. Dan kamu juga bisa berjalan denganku menemukan eunoia itu jika kamu merasakan temaram yang sama.

     

    Ini adalah undangan untuk kita semua, para ibu yang sedang berjuang dalam temaram untuk mencari cahaya kita sendiri. Bukan cahaya yang menyilaukan mata, tapi cahaya yang hangat dan menenangkan jiwa. Cahaya yang memberi kita kekuatan untuk terus melangkah, bahkan ketika jalan di depan terasa tidak jelas.

     

    Yakinlah di ujung setiap temaram, selalu ada fajar yang menanti untuk bersinar.

     

     

    Kreator : Devi Ayu Oktiani (rangkaidiksi)

    Bagikan ke

    Comment Closed: Mengenal Eunoia – Sebuah Pencarian Keindahan dalam Temaram seorang ibu

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021