“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa nikmat Tuhanmu datang tanpa pernah kau minta; dan seringkali justru lupa kau syukuri?”
Tahun ini kembali menepi. Seperti perahu kecil yang diam-diam ditarik angin menuju dermaga. Waktu berjalan perlahan, lalu tiba-tiba terasa begitu cepat. Tidak terasa, kita kembali berdiri di ambang waktu, di antara dua tahun yang saling bertukar peran. Tahun lama mengemas cerita. Tahun baru mengetuk harap.
Langit malam ini lebih hening dari biasanya. Seperti sedang memberi ruang untuk kita berbincang dengan diri sendiri, lebih jujur dari biasanya.
“Ada waktu dalam hidup ketika kita tidak diminta berlari lebih cepat, melainkan diajak berhenti sejenak; untuk menghela napas dalam-dalam, menghitung kembali nikmat yang sering luput, meninjau ulang arah langkah, dan menyadari bahwa selama ini kita bukan kekurangan, tapi terlalu sering melupakan rasa syukur.”
Aku duduk sendiri merenung, ditemani secangkir teh hangat dan mata yang nyaris basah. Karena tersadarkan; bahwa aku punya segalanya. Alhamdulillah ya Robb.
Segala yang pernah aku nanti, telah datang. Segala yang pernah aku tangisi, perlahan menemukan jawaban. Dan segala yang aku butuhkan, seringkali sudah disiapkan, bahkan, sebelum sempat aku memintanya.
“Kenapa aku sering lupa?”
Sayup-sayup terdengar jawaban, pelan tapi menohok; “Karena terlalu sibuk mengejar, hingga lupa mensyukuri yang sudah digenggam.”
“Allah… aku malu.”
“Malu karena sering meminta, tapi jarang mengucap terima kasih.”
“Malu karena terlalu sering merengek saat kehilangan, tapi lalai bersujud saat diberi kelebihan”
“Malu karena selalu memohon perlindungan, tapi tetap mendekati dosa”
“Malu, Ya Allah… karena kadang aku hidup seolah Engkau bukan segalanya.”
Refleksi Diri yang Menyentak
Mata ini mendadak basah, saat membuka album lama di ponsel. Terpampang foto-foto; anak-anak yang sehat, sahabat yang baik, momen-momen indah yang dulu hanya doa.
Air mata ini jatuh, karena malu.
Selama ini, aku sibuk menuliskan keinginan di atas kertas, tapi lupa bahwa banyak dari mereka sudah dikabulkan; tanpa perlu aku mengucapkannya.
Tiba-tiba diri ini sadar, terlalu sering berdoa untuk sesuatu yang besar; hingga lupa bersyukur atas detak jantung yang terus berdetak tanpa perintah.
Bukankah hidup ini sendiri adalah jawaban dari doa yang belum sempat aku ucapkan?
Menuliskan Ulang Makna Hidup
Tahun baru ini, aku tidak ingin sekadar membuat daftar resolusi. Aku ingin menuliskan ulang makna hidup ini. Aku ingin memulai semuanya dari hal yang paling hakiki: kembali pada Allah.
Karena di puncak kekuatan sekalipun, aku tetap makhluk yang sangat bergantung pada-Nya. Maka, tahun ini aku ingin; lebih banyak bersyukur daripada meminta.
“Lebih banyak memberi daripada menuntut; lebih banyak dzikir daripada mengeluh; lebih banyak mencintai daripada menghakimi; lebih banyak memaafkan daripada menyimpan dendam; lebih banyak mendengarkan suara hati, daripada sibuk memenuhi ekspektasi dunia; lebih banyak menundukkan pandangan, daripada sibuk membandingkan hidup dengan orang lain; lebih banyak menulis dan merekam kebaikan, daripada mengumbar keluh dan menyebar kecewa; dan; lebih banyak mengingat akhir daripada terlena pada dunia yang fana.”
Satu Doa, Seribu Harap
Tepat saat adzan Maghrib menyambut tahun baru Hijriah, aku hanya mampu menutup mata dan berbisik dalam pada sang bumi agar harap ini sampai ke ArsyNya Allah: “Duhai Allah, jangan biarkan aku jadi orang yang kufur di tengah limpahan nikmat-Mu.”
“Jangan biarkan aku jadi orang yang merasa memiliki segalanya, padahal tidak membawa apa-apa saat kembali kepada-Mu.”
Tahun ini, bukan lagi bicara tentang seberapa banyak pencapaian. Tapi seberapa dalam rasa syukur ini tersampaikan. Bukan lagi tentang seberapa jauh aku berlari, tapi seberapa sering aku berhenti, untuk bersujud. Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang menambah usia, tapi menambah makna.
Dan kini aku tahu, bahagia sejati itu bukan ketika semua doa dikabulkan, Tapi ketika hati mampu ikhlas saat doa belum juga dijawab.
Bisa jadi; disitulah Allah paling dekat. Di sela sabar yang menyesak. Di dalam sujud yang menggetarkan. Dan di balik rindu yang belum sempat dikisahkan.
Selamat Tahun Baru Hijriah. Berhijrah; bukan sekadar berpindah angka, tapi berpindah dari lalai menjadi sadar. Dari sibuk mengejar dunia, menjadi sibuk menyiapkan pulang.💕💞💝
Bogor, 27 Juni 2025
Kreator : Nurul Jannah
Comment Closed: Menghitung Ulang Nikmat
Sorry, comment are closed for this post.