Kompak menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam keluarga. Anak-anak sudah dibiasakan untuk berani menyampaikan jika punya keinginan, baik yang terkait dengan hal uang maupun yang lainnya. Dilarang mengambil jalan pintas atau mengambil yang bukan haknya atau miliknya. Dilarang berbohong karena cepat atau lambat pasti akan ketahuan. Kami pun memberi teladan, menghargai uang siapapun. Jika, kami menemukan uang yang bukan milik kami maka akan diletakkan di depan TV dan pemilik uang diperkenankan mengambilnya. Yang tidak memiliki, dilarang mengaku-ngaku karena pasti akan kami usut sampai tuntas hal uang tersebut. Kami juga tidak berbohong kecuali yang dibolehkan agama.
Beberapa puluh tahun lalu, saat Abang Fauz dan Mbak Faza masih kecil-kecil, pernah ada pengalaman bermakna. Siang itu, Abang bermain ke rumah temannya, di sekitar belakang rumah. Tiba waktu pulang, kulihat ia berjalan dari arah belakang rumah kami. Yang menarik perhatianku adalah ada sesuatu yang ia bawa di tangan kanannya. Sekelebatan, aku yakin itu sebuah mainan dan yang jelas bukan milik Abang. Begitu ia berdiri di depanku, ia tunjukkan mainan itu. Lalu dengan polosnya, Abang berkata.
“Ini Abang pinjam, Umi.”
“Ohhh, pinjam, ya?” kataku.
“Abang sudah minta izin kalau mau pinjam?” tanyaku lebih lanjut.
“Belum, Umi,” jawab Abang dengan polosnya.
“Oke. Sekarang, Abang balik lagi ya. Bilang kalau abang mau pinjam. Kalau dikasih izin, baru Abang boleh bawa pulang mainannya. Kalau nggak dikasih izin, ya udah abang ndang (segera) pulang, ya,” jelasku panjang lebar.
Setelah itu, Abang segera balik badan berjalan menuju rumah temannya lagi. Aku ikuti dari belakang dengan perlahan. Kudengar ia meminta izin pada temannya ingin pinjam mainan mobil-mobilannya. Kudengar suara temannya memberi izin. Aku segera berlari kecil kembali ke pintu belakang rumah kami berdiri menunggu kedatangannya. Tak lama, kulihat ia sudah berjalan lagi menuju ke arahku dengan tersenyum riang sambil mengangkat tinggi-tinggi mainan mobil-mobilan itu.
“Umiiik, Abang sudah dibolehin pinjam mainannya,” kata Abang setengah berteriak.
“Alhamdulillah. Anak soleh, anak hebatnya Umi dan Abi. Dijaga baik-baik ya mainannya. Nanti kalau sudah puas mainnya, jangan lupa dikembalikan. Pas ngembaliinnya juga harus bilang lho, ya,” jelasku sambil mengingatkan Abang dengan kewajiban mengembalikan barang yang dipinjamnya.
“Oke, Umi,” jawabnya cepat dan tetap dengan ekspresi riang gembira.
Itu sepenggal cerita pengalaman pertama Abang Fauz pinjam mainan tapi belum minta izin pada si empunya mainan, langsung main bawa pulang aja. Hal ini sepertinya sepele, hal biasa, hal kecil. Namun, bagi kami ini hal besar yang harus dibiasakan sejak dini agar hingga dewasa nanti bisa menghargai hak milik orang lain. Tidak sampai jadi orang yang berpikiran bahwa kalau ini milikku ya berarti milikku dan kalau itu milik orang lain berarti juga milikku. Bahasa Jawanya, wekku yo wekku lek wekmu yo wekku seperti yang masih sering terjadi di kalangan masyarakat di sekitar kita atau di kalangan teman-teman kita.
Dari pengalaman ini, terasa betapa sebuah keluarga itu harus punya visi dan misi akan menjadikan keluarganya seperti apa? Bervisi akhirat atau dunia. Yang jelas, pasti butuh niat yang benar, ilmu, komitmen, dan kesungguhan. Tidak instan, tiba-tiba bisa jadi taat, bisa jadi baik, bisa jadi jujur, dan bisa jadi yang lainnya.
Belum lagi, kita hidup bersama dalam sebuah masyarakat yang visi misi hidup berkeluarganya sangat penuh ragam dan mungkin berbeda dengan kita. Kadang, anak-anak menjadikan perbedaan itu sebagai alasan pembenaran akan sikap mereka. Temanku lho nggak Papa Mik meski pinjam mainannya nggak izin sama yang punya. Nah, kira-kira sikap apa yang akan kita ambil jika sampai anak kita mengemukakan argumen yang seperti ini ketika kita mengingatkan pada mereka untuk tetap menjunjung tinggi nilai kejujuran? Kalau kami, tetap memberi pengertian dan tetap keukeuh dengan prinsip kami.
Alhamdulillah, Allah tunjukkan kebenaran itu. Sejak itu, anak-anak makin yakin bahwa menjunjung tinggi kejujuran itu nilai hidup yang mengundang berkah dan pertolongan Allah. Suatu hari, abang pulang dari bermain ke rumah teman di belakang rumah. Ini kali, ia pun membawa sesuatu di tangan kanannya. Sebuah mainan berbentuk binatang gajah berwarna coklat dengan belalai yang terjulur ke depan yang aku kenali sebagai mainan milik abang. Sekelebat langsung muncul pertanyaan dalam benakku. “Kok mainan abang bisa ada di rumah teman abang ya? Tak berlama-lama, semua menjadi jelas saat abang berkata dengan polosnya. “Umi, ini mainan gajahnya abang lho ada di kerdus mainan temannya abang. Mainan abang yang mobil-mobilan warna biru juga ada di kerdus mi,” kata abang dengan polosnya.
“Ups!’
Kreator : Maryam Damayanti Payapo
Comment Closed: Menjunjung Tinggi Nilai Kejujuran demi Menjaga Keberkahan Hidup
Sorry, comment are closed for this post.