Beberapa bulan sebelumnya, Akademi menerima pesan misterius dari seorang arkeolog yang hilang di Hutan Terlarang. Pesan itu berisi peta kuno dan prasasti yang menyebutkan keberadaan sebuah artefak yang konon dapat mengubah nasib kerajaan Zima. Artefak ini dikatakan memiliki kekuatan luar biasa yang dapat memberikan perlindungan kepada kerajaan dari ancaman yang semakin mendekat.
Namun, hutan itu bukan hanya terkenal karena keindahannya yang liar, tetapi juga karena bahaya yang tersembunyi di dalamnya. Makhluk-makhluk kegelapan, jebakan-jebakan mematikan, dan rahasia kuno yang terlupakan oleh waktu menjadikan tempat itu sebuah labirin yang hampir tak mungkin untuk dilewati.
Akademi menyadari bahwa hanya segelintir orang yang mampu mengatasi tantangan di dalam hutan tersebut. Mereka membutuhkan seseorang dengan keberanian, kecerdasan, dan kemampuan kepemimpinan yang luar biasa. Izka, yang telah membuktikan dirinya dalam berbagai ujian dan misi sebelumnya, menjadi pilihan yang paling tepat.
Keputusan untuk mengirim Izka juga didasarkan pada latar belakang pribadinya. Izka bukan hanya seorang murid yang terampil, tetapi juga memiliki kemampuan bertahan hidup di alam liar di atas rata-rata. Sybil dan Walter dipilih karena keterampilan mereka yang melengkapi tim dengan sempurna. Sybil, dengan kemampuan memanahnya yang tak tertandingi dan pengetahuannya tentang bahasa kuno, adalah ahli yang sangat dibutuhkan untuk mengurai misteri prasasti-prasasti yang mungkin mereka temui. Walter, dengan kekuatan fisik dan keberanian yang luar biasa, adalah pelindung yang setia dan siap menghadapi segala ancaman fisik.
Dengan tujuan ini, Akademi memberikan misi kepada Izka bersama Sybil dan Walter untuk memasuki Hutan Terlarang, menemukan artefak tersebut, dan membawa kembali pengetahuan serta kekuatan yang diperlukan untuk melindungi kerajaan Zima dari ancaman. Misi ini tidak hanya tentang menemukan artefak, tetapi juga tentang mengungkap rahasia masa lalu yang bisa membawa perubahan besar bagi masa depan mereka.
Hari itu, angin berdesir di antara pepohonan tua yang menjulang tinggi di sepanjang perbatasan Hutan Terlarang. Izka, dengan pakaian penjelajah serta matanya yang tertutup oleh kain putihnya yang khas, memimpin langkah kelompoknya melalui jalan setapak yang tersembunyi di antara semak belukar dan akar-akar pohon yang menjalar. Di belakangnya, Sybil memegang busur panahnya dengan cermat, sedangkan Walter menaruh tangannya di atas pedangnya dengan sikap waspada.
“Jaga jarak, tetap waspada,” ucap Izka dengan suara yang rendah namun penuh otoritas. Dia adalah pemimpin mereka bukan hanya karena keberaniannya, tetapi karena kebijaksanaan dan dedikasi yang telah terbukti dalam setiap ujian yang mereka lalui bersama.
Sybil dan Walter, yang telah mengikuti Izka sejak awal pelatihan mereka di Akademi, saling bertukar pandang dengan ekspresi yang menyatakan kekaguman dan kepercayaan yang mendalam pada adik mereka. Mereka tahu bahwa dalam perjalanan ini, mereka tidak hanya mencari pengetahuan terlarang yang dipercayakan oleh Akademi, tetapi juga menghadapi ujian yang akan membentuk mereka menjadi orang yang lebih baik.
Perjalanan mereka tidak berjalan mulus seperti yang mereka harapkan. Semakin dalam mereka masuk ke dalam hutan yang lebat, semakin terasa kehadiran makhluk-makhluk yang tak dikenal yang mengintai dari balik bayang-bayang. Suara-suara aneh terdengar di kejauhan, menggetarkan jiwa mereka yang telah terlatih dengan keras dalam disiplin dan kewaspadaan.
Tiba-tiba, sekelompok makhluk bersuara rendah melompat dari semak-semak, mengepung mereka dengan gerakan yang cepat dan ganas. Makhluk-makhluk itu memiliki tubuh menyerupai serigala dengan cakar tajam dan mata berkilau merah, memancarkan kebencian yang mendalam. Izka, dengan pedang di tangan, mengarahkan perintahnya dengan suara yang tegas.
“Perhatikan sekitar! Kita tidak boleh memberi mereka celah!” teriaknya, menatap sekeliling untuk menilai situasi.
Sybil, dengan busur yang terlatih di tangan, mengamati dengan cermat pergerakan makhluk-makhluk itu. “Aku siap, Izka. Panah-panahku akan melindungi kalian,” katanya sambil menarik anak panah dari tempatnya.
Walter, dengan pedangnya, berdiri di sisi lain Izka, matanya tajam mengawasi gerakan musuh. “Kita harus tetap waspada. Serangan musuh bisa datang dari mana saja,” tambahnya, menyiapkan diri untuk pertarungan yang datang.
Pertarungan dimulai dengan ledakan kecepatan. Makhluk-makhluk mengerikan menyerang dengan keganasan yang tidak terduga. Mereka mengeluarkan suara geraman yang menggetarkan, dan cakar-cakar mereka mencakar tanah saat mereka berlari ke arah kelompok Izka.
Di tengah kekacauan, Sybil berdiri di tempat yang lebih tinggi, memanfaatkan posisi strategisnya. Dengan ketenangan yang luar biasa, dia melepaskan panah-panahnya satu demi satu, setiap panah menghantam sasaran dengan akurasi mematikan. “Izka, di sisi kiri! Ada serangan dari sana!” serunya, suaranya gemetar tetapi penuh dengan fokus.
Izka, tanpa ragu, mengarahkan pandangannya ke sisi kiri dan melihat dua makhluk besar menyerang. “Tetap bertahan! Kita akan mengatasi ini bersama-sama,” balasnya. Dia melompat ke samping, menghindari serangan cakar makhluk itu, dan dengan cepat membalas dengan tebasan pedangnya yang tajam. Pedangnya bersinar saat memotong melalui udara, menebas daging makhluk tersebut dengan presisi.
Sementara itu, Walter terlibat dalam pertempuran yang menegangkan. Dengan kekuatan dan keberanian yang luar biasa, dia menghalau serangan demi serangan, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. “Mereka tidak akan bisa menghancurkan kita,” serunya, suaranya bersatu dalam keyakinan yang kuat. Dia menghindar dengan lincah, mengelabui musuh-musuhnya dengan gerakan-gerakan palsu sebelum mengirimkan serangan yang mematikan. Pedangnya melintas dengan cepat, memotong dan menusuk dengan akurasi yang menakjubkan.
Di sisi lain, Sybil terus memberikan dukungan dari belakang. Setiap panah yang dilepaskan menciptakan jendela peluang di antara serangan musuh. “Izka, di belakangmu!” teriaknya saat melihat makhluk lain mendekati Izka dari arah belakang. Izka segera berbalik, mengangkat pedangnya untuk menangkis serangan itu. Dengan satu gerakan cepat, dia memotong makhluk itu, membuatnya jatuh ke tanah dengan suara menggeram kesakitan.
Pertempuran itu mempertemukan mereka dalam harmoni yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Setiap gerakan mereka menjadi bagian dari orkestrasi yang mematikan, keberanian mereka memenuhi cekungan hutan yang gelap.
Tiba-tiba, sebuah makhluk raksasa melompat dari semak belukar, mencoba menghancurkan mereka dengan serangan pukulan yang kuat. Izka bereaksi dengan refleks yang tajam, menghindari pukulan itu dengan melompat ke samping dan segera menghadapinya dengan serangan balik. Pedangnya berkelebat di udara dengan gesit, menghasilkan tebasan-tebasan yang presisi. Setiap gerakan direncanakan dengan hati-hati, setiap langkah dibuat untuk memanfaatkan kelemahan musuh.
Di belakang Izka, Sybil menyerang dari kejauhan dengan panah-panah yang ditembakkan dengan cepat dan presisi. Mereka mengenai sasaran dengan tepat di titik lemah makhluk-makhluk itu, membuat mereka terguling dalam rasa sakit sebelum mereka bisa mendekati terlalu dekat.
Pertempuran berlangsung dengan cepat, melahirkan suara benturan logam yang menyala-nyala dan teriakan dari kedua belah pihak. Izka tetap berada di pusat aksi, memandu kelompoknya dengan perintah yang cepat dan tegas. Mereka saling melengkapi, mengisi celah satu sama lain dan memanfaatkan kekuatan kolektif mereka untuk mengatasi musuh yang lebih besar dan lebih kuat.
Akhirnya, dengan koordinasi yang sempurna dan strategi yang cemerlang, mereka berhasil mengalahkan musuh-musuh mereka. Hutan itu kembali menjadi sunyi, kecuali suara angin yang sekarang membawa aroma kemenangan.
Dengan hati-hati, mereka melanjutkan perjalanan mereka ke reruntuhan kuno yang tersembunyi di dalam hutan, siap untuk menghadapi tantangan berikutnya dan mengungkap rahasia yang lebih dalam yang menunggu untuk ditemukan.
Reruntuhan Kuno
“Ini bukan bagian dari peta yang diberikan oleh Akademi,” gumam Izka sambil menyusuri bangunan yang rusak oleh waktu.
Tidak ada yang bisa menyangkal keingintahuan yang melanda mereka saat mereka memasuki reruntuhan tersebut. Di dalam, mereka menemukan sebuah altar kuno yang menggambarkan kejayaan yang lama terlupakan dari kerajaan Zima. Prasasti berbahasa kuno yang tertulis dengan indah menggambarkan peristiwa-peristiwa yang telah hilang dalam sejarah.
Izka membenamkan dirinya dalam menerjemahkan prasasti itu, dengan Sybil berdiri di sisinya, membantunya dengan pengetahuannya tentang bahasa kuno yang mendalam. Walter, sementara itu, menjaga kewaspadaan di sekitar mereka, tetap siap menghadapi segala kemungkinan ancaman yang mungkin muncul.
“Ini adalah sejarah… kerajaan yang telah hilang,” kata Izka dengan suara rendah, tetapi penuh gema di dalam ruang yang sunyi itu.
Sybil mulai membaca sedikit dari prasasti tersebut, matanya menyusuri huruf-huruf kuno yang terukir dengan indah pada batu itu.
“Saat bayangan dan cahaya berdansa di bawah langit yang sama, saat Kerajaan Zima dipimpin oleh Vladyka ke-7 Borislav yang bijaksana. Di bawah kekuasaannya, kerajaan makmur dan damai, hingga muncul ancaman dari makhluk-makhluk kegelapan yang dikenal sebagai Deniluc.”
Izka melanjutkan dengan penuh perhatian, “Vladyka Borislav, dengan bantuan para pengrajin hebat dan penyihir terkuatnya, menciptakan sebuah artefak yang disebut ‘Cakram Pelindung’. Artefak ini memiliki kekuatan untuk membentuk berbagai macam senjata dan memanggil roh-roh pelindung dan melindungi kerajaan dari segala ancaman.”
Sybil menambahkan, “Namun, kekuatan artefak itu menarik perhatian Koschei, pemimpin Deniluc yang licik dan kejam. Dia berencana untuk mencuri artefak tersebut dan menguasai kerajaan. Dalam pertempuran yang dahsyat, Vladyka Borislav terbunuh tetapi dia berhasil menyembunyikan artefak itu di dalam reruntuhan kuno ini, berharap suatu hari pewaris yang layak akan menemukannya dan menggunakan kekuatannya untuk melindungi Zima sekali lagi.”
Walter, yang tetap waspada di sekeliling mereka, menoleh dan berkata, “Jadi, artefak ini adalah kunci untuk melindungi kerajaan kita dari ancaman Deniluc. Kita harus memastikan bahwa artefak ini tidak jatuh ke tangan yang salah.”
Izka mengangguk, “Sekarang kita tahu apa yang sedang kita cari dan hadapi. Kita harus berhati-hati dan melaporkan ini kepada otoritas yang tepat.”
Tiba-tiba, suara langkah kaki bergema di ruang bawah tanah yang sunyi. Mereka bertiga langsung siaga, bersiap menghadapi ancaman baru.
Dari kegelapan, muncul sosok tinggi dan berjubah hitam. Wajahnya sebagian besar tertutup, hanya mata yang tampak bersinar dengan intensitas yang menakutkan. Sosok itu berhenti beberapa meter dari mereka, menatap mereka dengan tajam.
“Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata sosok itu dengan suara yang dalam dan bergema di ruangan itu. “Aku adalah penjaga yang telah disiapkan oleh Borislav untuk menjaga artefak ini.”
Izka menatap sosok itu dengan waspada, pedangnya tetap terhunus. “Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan dari kami?”
Sosok itu mengangkat tangannya, menunjukkan bahwa dia tidak bermaksud jahat. “Namaku Arion. Aku telah ditugaskan untuk menjaga Cakram Pelindung dan memastikan bahwa hanya mereka yang layak yang dapat memilikinya. Kalian telah menunjukkan keberanian dan kebijaksanaan yang dibutuhkan untuk melindungi artefak ini.”
Sybil melangkah maju, masih sedikit ragu. “Bagaimana kamu tahu bahwa kami layak?”
Arion tersenyum tipis, matanya bersinar lebih terang. “Borislav telah meramalkan kedatangan muridnya. Dia tahu bahwa pewaris sejati dari keluarga Jedlicka akan datang suatu hari. Kalian telah melalui banyak rintangan dan bahaya untuk sampai ke sini. Itu sudah cukup bukti bahwa kalian adalah yang dipilih.”
Walter, yang tetap berjaga di sekitar mereka, mengangguk setuju. “Baiklah, kalau begitu. Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
Arion melangkah lebih dekat, lalu dengan gerakan tangan yang lembut, dia mengungkap sebuah pintu tersembunyi di dinding ruangan itu. Pintu itu terbuka dengan suara berderit, memperlihatkan sebuah ruang kecil yang menyimpan sebuah artefak berkilau—Cakram Pelindung.
“Ini adalah Cakram Pelindung,” kata Arion, mengambil artefak itu dengan hati-hati. “Artefak ini memiliki kekuatan yang luar biasa, tetapi juga membutuhkan seseorang yang memiliki keberanian dan hati yang murni untuk menggunakannya dengan benar.”
Dia menyerahkan Cakram Pelindung itu kepada Izka, yang menerimanya dengan rasa hormat dan tanggung jawab yang mendalam. “Izka atau harus ku panggil Ilta Jedlikca. Kau adalah pewaris yang telah diramalkan. Dengan Cakram ini, kau akan memiliki kekuatan untuk melindungi kerajaan Zima dari segala ancaman. Tetapi ingatlah, kekuatan ini harus digunakan dengan bijaksana.”
Izka merasakan energi yang mengalir melalui tubuhnya saat dia memegang Cakram itu. Dia menatap Arion dengan rasa terima kasih. “Terima kasih, Arion. Kami akan menggunakan kekuatan ini untuk melindungi kerajaan kami.”
Arion mengangguk. “Perjalanan kalian belum berakhir. Masih banyak tantangan yang harus kalian hadapi. Tetapi aku yakin, dengan persatuan dan keberanian kalian, Kerajaan Zima akan terlindungi.”
Dengan Cakram Pelindung di tangan, Izka, Sybil, dan Walter merasa lebih kuat dan siap menghadapi apapun yang datang. Mereka meninggalkan reruntuhan dengan hati yang penuh tekad, siap untuk membawa pengetahuan dan kekuatan yang mereka peroleh kembali ke Akademi dan melindungi kerajaan mereka dari ancaman yang mengintai. Kepulangan mereka bukan hanya membawa kebanggaan, tetapi juga sebuah perasaan lega dan harapan baru bagi keluarga Jedlicka, Keluarga Videnbe, dan Kerajaan Zima.
Langit senja memancarkan warna keemasan ketika Izka dan kelompoknya melangkah melewati gerbang besar Akademi. Tubuh mereka dipenuhi debu dan luka-luka kecil akibat petualangan yang baru saja mereka lalui, tetapi mata mereka bersinar dengan kegembiraan dan kepuasan. Mereka telah berhasil menyelesaikan misi yang tampaknya mustahil.
Di halaman Akademi, para instruktur dan siswa lain telah berkumpul, menyambut kepulangan mereka dengan sorak-sorai. Mateka, dengan rambut putih dan mata yang tajam, maju menyambut mereka. Disampingnya berdiri dewan instruktur yang terhormat.
“Izka, Sybil, Walter,” katanya dengan suara yang penuh wibawa, tetapi ada nada hangat di dalamnya. “Kalian telah melakukan sesuatu yang luar biasa. Misi yang diberikan kepada kalian adalah yang paling berbahaya, tetapi juga yang paling penting. Ceritakan pada kami apa yang telah kalian temukan.”
Izka melangkah maju, mengeluarkan artefak yang mereka temukan dari dalam kantongnya. Artefak itu berkilau dengan cahaya lembut, sebuah senjata yang memiliki ukiran indah yang memancarkan aura kekuatan kuno. “Ini adalah artefak yang kita cari, Guru Matika. Di dalam reruntuhan kuno, kami menemukan petunjuk tentang masa lalu kerajaan Zima dan kekuatan yang dapat melindungi kita dari ancaman yang akan datang.”
Sybil kemudian melanjutkan, “Prasasti-prasasti kuno yang kami temukan mengungkapkan bahwa artefak ini dapat memanggil roh-roh pelindung yang pernah menjaga kerajaan kita di masa lalu. Dengan mempelajari dan memahami kekuatannya, kita dapat memperkuat pertahanan kita.”
Walter, dengan senyum bangga di wajahnya, menambahkan, “Kami juga menemukan bahwa leluhur kita memiliki pengetahuan yang sangat maju tentang sihir dan strategi perang. Pengetahuan ini bisa sangat berguna untuk kita sekarang.”
Mateka mengangguk dengan wajah yang serius tetapi penuh penghargaan. “Kerja kalian sangat luar biasa. Kalian tidak hanya membawa kembali artefak ini, tetapi juga pengetahuan dan harapan baru untuk masa depan kita. Kalian telah menunjukkan keberanian, kecerdasan, dan dedikasi yang luar biasa.”
Para siswa dan instruktur lainnya bersorak sekali lagi, memberikan tepukan tangan yang meriah untuk Izka dan kelompoknya. Di tengah-tengah kebahagiaan itu, Izka merasa ada beban besar yang terangkat dari pundaknya. Dia telah berhasil menyelesaikan misi yang bukan hanya penting bagi Akademi, tetapi juga pribadi baginya.
Setelah upacara penyambutan, Izka, Sybil, dan Walter diberikan waktu untuk beristirahat dan memulihkan diri. Mereka duduk di taman Akademi, menikmati ketenangan malam yang mulai turun. Bintang-bintang bersinar terang di langit, seolah-olah turut merayakan keberhasilan mereka.
“Kurasa kita telah melakukan sesuatu yang luar biasa,” kata Sybil dengan senyum kecil. “Kita tidak hanya menemukan artefak itu, tetapi juga menemukan kekuatan kita sendiri sebagai sebuah tim.”
Walter mengangguk. “Ya, aku setuju. Ini bukan hanya tentang misi, tetapi tentang persahabatan dan kerja sama kita.”
Izka tersenyum, merasakan kehangatan di dalam hatinya. “Kalian benar. Kita telah melalui banyak hal bersama, dan itu membuat kita lebih kuat. Aku bersyukur memiliki kakak-kakak hebat di sisiku.”
“Kami juga bersyukur memiliki adik yang luar biasa sepertimu, Ilta.” Serempak, kata Sybil dan Walter, melepaskan sandiwara yang sudah lama berlangsung dan berharap momen masa lalu dapat kembali terulang.
Mereka bertiga duduk dalam keheningan yang nyaman, menikmati momen kedamaian setelah petualangan yang luar biasa. Mereka tahu bahwa ini hanyalah awal dari banyak petualangan lainnya yang akan datang. Tetapi untuk malam ini, mereka bisa menikmati kemenangan mereka dan merayakan keberhasilan yang telah mereka capai bersama.
Dengan artefak di tangan Izka dan pengetahuan baru yang mereka bawa, Izka dan kelompoknya telah membawa harapan baru bagi masa depan kerajaan Zima. Dan di bawah bintang-bintang yang bersinar terang, mereka berjanji untuk terus melindungi dan melayani kerajaan mereka dengan segala kemampuan yang mereka miliki.
Pertemuan Keluarga Videnbe
Di dalam ruang besar yang dihiasi dengan lukisan-lukisan kuno dan perabotan berukir indah, suasana tegang dan serius terasa kental. Radostaw Videnbe, pemimpin keluarga, duduk di kursi besar yang dikelilingi oleh anggota-anggota penting keluarga. Di sebelahnya, Mateka, kepala akademi, duduk dengan sikap tenang namun penuh kewibawaan. Sybil dan Walter duduk di sisi lain ruangan, menatap dengan penuh perhatian. Di antara mereka, Ilta, yang kini dikenal sebagai Izka, duduk dengan tenang, meskipun di balik kain putih yang menutupi matanya, terdapat kecerdasan dan kewaspadaan yang tajam.
Radostaw membuka pertemuan dengan suara beratnya yang penuh otoritas. “Keluarga Videnbe telah lama berdiri sebagai pilar agama dan kesucian di Kerajaan Zima. Namun, kita menghadapi masa-masa yang penuh tantangan dan keputusan besar yang harus kita ambil.”
Mateka menambahkan dengan nada serius, “Berita mengenai penentuan Vladyka ke-12 telah menyebar luas. Keluarga utama telah menyatakan secara terang-terangan bahwa ujian Vladyka akan dilakukan tahun depan.”
Ivana, yang duduk di sebelah Radostaw, memberikan pandangannya. “Kita harus mempersiapkan diri dengan baik. Artefak cakram yang kini dipegang oleh Izka bisa menjadi kunci untuk menghadapi ancaman dari Deniluc yang mengendalikan keluarga utama.”
Semua mata tertuju pada Izka, yang duduk dengan tenang di tengah ruangan. “Izka,” Radostaw memanggilnya dengan nada lembut namun tegas, “bisakah kamu menceritakan lebih lanjut tentang cakram itu dan apa yang telah kamu temukan?”
Izka mengangguk pelan, lalu mulai berbicara dengan suara yang jelas dan penuh kepastian. “Cakram ini adalah senjata yang dulu saya gunakan saat berada di alam Nadvore, juga peninggalan kuno yang menyimpan kekuatan besar. Selama ekspedisi kami ke Hutan Terlarang, saya menemukan bahwa cakram ini memiliki kemampuan untuk memanggil dan mengendalikan energi alam. Lebih dari itu, cakram ini menyimpan petunjuk penting tentang sejarah dan rahasia Kerajaan Zima, termasuk keberadaan makhluk kegelapan yang memimpin para Deniluc yaitu Koschei.”
Sybil, yang duduk tidak jauh dari Izka, menambahkan, “Izka telah menunjukkan keberanian dan kecerdasan yang luar biasa dalam menemukan artefak ini. Kami yakin bahwa dia memiliki peran penting dalam menghadapi ancaman yang datang.”
Walter mengangguk setuju. “Benar. Dengan bimbingan dan dukungan dari kita semua, Izka bisa menjadi kekuatan yang signifikan dalam pertempuran yang akan datang.”
Radostaw menghela nafas panjang, menatap ke arah seluruh anggota keluarga yang hadir. “Kita harus bersatu dalam menghadapi ini. Keluarga utama mungkin memiliki rencana mereka sendiri, tetapi kita memiliki dukungan rakyat, kekuatan artefak cakram, dan pengetahuan yang tidak bisa diremehkan. Izka, kamu adalah bagian penting dari strategi kita. Kami akan mendukungmu dengan segala cara yang kita bisa.”
Mateka menambahkan. “Selain itu, kita harus mempersiapkan generasi muda kita. Sybil dan Walter, kalian berdua akan membimbing anak-anak dari keluarga Videnbe yang lain, untuk memastikan bahwa kalian semua siap menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian ini.”
Pertemuan itu berlangsung hingga larut malam, dengan diskusi yang mendalam dan strategi yang dirumuskan. Keluarga Videnbe, dengan kekuatan dan kebijaksanaannya, bersiap untuk menghadapi ancaman yang datang. Mereka tahu bahwa masa depan Kerajaan Zima tergantung pada keputusan dan tindakan yang mereka ambil sekarang. Dan di tengah-tengah mereka, Izka, dengan keberanian dan kecerdasannya, berdiri sebagai simbol harapan dan kekuatan baru yang akan memimpin mereka menuju kemenangan.
Kreator : Ry Intco
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Menyiapkan Diri
Sorry, comment are closed for this post.