KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Metamorfosis Sempurna

    Metamorfosis Sempurna

    BY 03 Des 2024 Dilihat: 225 kali
    Metamorfosis Sempurna_alineaku

    Bagian 1

    Wawancara

    Sesekali Luna melirik ke jam dinding yang ada di ruang kaca ini. Jam menunjukkan pukul 10.13 WIB. Hampir dua jam Luna menunggu. Luna membuka ponsel yang sedari tadi ia pegang, melihat kembali email undangan wawancara dari perusahaan yang ia datangi pagi ini. Pada undangan tertera jam 08.30. Ia datang tepat waktu, bahkan sebelum waktu yang ditentukan ia sudah hadir.

     

    “Selamat pagi, Mbak.” 

    “Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?”

    “Saya Luna, saya mendapatkan undangan wawancara…” jelas Luna sambil menunjukkan layar ponsel yang menampilkan email undangan yang ia terima. 

    Anita, demikian nama karyawan yang tertera pada lanyard-nya, mencermati layar ponsel yang ditunjukkan oleh Luna.

    “Baik, silahkan ditunggu dulu ya, Mbak Luna.” Anita menunjuk sofa tamu di ruang kaca sebelah meja resepsionis.

    “Terima kasih…”

     

    Luna mendorong pintu kaca dan duduk di sofa tamu yang disediakan. Jam dinding di ruangan itu menunjukkan pukul 08.18. Dan, sejak saat itu lah sampai dengan pukul 10.13, ia berada di ruang kaca tersebut. Mengamati lalu lalang karyawan yang turun naik tangga dan sesekali mencuri dengar perbincangan mereka, berdiskusi tentang pekerjaan ataupun sekedar obrolan ringan. Luna membatin dalam hati, kelihatannya menyenangkan sekali bekerja di sini. 

     

    Tak lama kemudian, seseorang keluar dari ruang wawancara. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Anita, laki-laki berpakaian necis dan rapi itu bergegas menuju lift.

    Giliranku sekarang. Harap Luna…

     

    Sebenarnya, tak lama setelah Luna tiba, ada tiga calon karyawan yang datang dengan undangan wawancara yang sama. Seorang perempuan, kurang lebih seumuran dengannya, dan dua orang laki-laki, berpakaian necis dan rapi. Luna membandingkan dengan pakaian yang dikenakannya, rapi dan wangi, hanya saja ia tidak pandai berdandan seperti perempuan yang seumuran dengannya itu. 

     

    Walau ketiganya datang setelah Luna, namun satu per satu dari mereka, dipanggil terlebih dahulu untuk diwawancarai. 

     

    Luna tidak berani bertanya. Apalagi ia sebagai fresh graduate yang baru kali ini datang ke perusahaan untuk wawancara. Ia hanya bisa menanti dengan sabar. Mungkin posisi pekerjaan yang mereka lamar berbeda. Mungkin lebih dibutuhkan sehingga mereka diprioritaskan dalam sesi wawancara ini. Demikian Luna membatin, mengurangi rasa heran dan kecewanya karena harus menunggu terlalu lama.   

     

    “Mbak Luna…”

    “Ya,”

    Luna bergegas keluar dari ruang tunggu dan mengikuti langkah Anita.

    “Selamat siang, Bapak, Ibu.”

    “Siang. Silahkan duduk.” 

     

    Di depannya, duduk tiga orang yang siap untuk mewawancarai Luna. Satu orang dari HR dan dua orang merupakan manajer dan staf di departemen pada posisi yang ia lamar.  

     

    Wawancara berlangsung tidak begitu lama. Luna menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara dengan lancar. Setelah merasa cukup dengan jawaban yang diberikan oleh Luna, mereka segera mengakhiri wawancara. Tidak sampai lima belas menit.

     

    “Terima kasih untuk diskusinya, Mbak Luna. Kami akan mendiskusikan terlebih dahulu dengan manajemen. Jika memang lamaran Mbak Luna diterima, kami akan menghubungi segera.” 

     

    “Baik. Terima kasih atas waktu dan kesempatannya, Bapak, Ibu.” Luna berpamitan seraya tersenyum. Berdiri, bersalaman, kemudian menutup pintu ruang wawancara.   

     

    Jika membandingkan dengan waktu wawancara tiga kandidat sebelumnya, wawancara Luna yang paling singkat. 

     

    “Bagaimana dia bisa menarik klien kalau badannya seperti itu? Bisa-bisa klien ilfeel duluan sebelum sempat bertemu.” 

     

    Perkataan dengan nada mengejek disertai tawa orang-orang di dalam ruang itu samar-samar terdengar oleh Luna. Kalau saja Luna tidak berhenti sejenak setelah menutup pintu ruang wawancara untuk mengambil ponsel di dalam tasnya, ia tak akan mendengar kata-kata yang ditujukan padanya itu. 

     

    Luna tertegun.

    “Terima kasih, Mbak Anita…” 

    Anita mengangguk sambil tersenyum.

     

    Entah sudah berapa banyak wajah penuh harap yang ia lihat setiap harinya, wajah pencari kerja yang menggantungkan jalan hidup mereka dari seberkas ijazah kuliah dan pengalaman (jika ada) agar dapat terus bergerak mengikuti jalan kehidupan berikutnya. Ia pun dulu mungkin seperti itu, sebelum menjadi front office di perusahaan ini. 

     

    Luna memandang dirinya di pintu lift. Tak lama pintu lift terbuka.Luna bergegas masuk dan menekan tombol turun. 

     

    Sepanjang perjalanan pulang, Luna merenung. Ini wawancara kesekian kali yang ia ikuti, belum ada satu perusahaan pun yang menerimanya. Sudah hampir tiga bulan sejak ia dinyatakan lulus dan bergelar sarjana, sejak itu pula Luna rajin mengirimkan surat lamaran. 

     

    Kali ini pun sepertinya akan gagal kembali. Apakah karena semua perusahaan memiliki alasan yang sama? Selalu saja fisik yang mereka permasalahkan. Kepala Luna kembali dihinggapi oleh pikiran-pikiran negatif, dan ia benci jika pikiran-pikiran itu hinggap di kepalanya. 

     

    Segera ia tepis pikiran-pikiran jelek itu, mungkin memang belum waktunya. Mungkin ada rencana lebih besar yang menanti dirinya. Bayangan tentang kemungkinan-kemungkinan itu sedikit banyak mengubah suasana hati Luna, langkah pulangnya menjadi lebih ringan. Jika memang benar perkataan orang-orang di ruangan tadi menjadi alasan perusahaan ini tidak menerimanya, ya sudah biarkan saja. Tak lama pun, Luna sudah lupa nama perusahaan yang baru ia datangi. 

     

    Untungnya, Luna memang se-easy going itu. Prinsipnya, tidak perlu menyalahkan orang lain atas kegagalan sendiri, fokus saja memperbaiki diri, pada akhirnya akan dipertemukan dengan orang-orang dan lingkungan yang benar-benar menghargai kita.  

     

    Luna sudah terbiasa dengan orang-orang yang berkomentar tentang tubuhnya, orang-orang yang hanya melihat sisi negatif dari tubuhnya. Ia kenyang dengan berbagai macam panggilan yang ditujukan padanya. Terlalu banyak nasihat yang ia terima, yang memaksanya untuk melakukan ini atau jangan melakukan itu, agar tubuhnya bisa sesuai dengan ekspektasi dan keinginan orang lain.

     

    Semakin Luna memikirkan perkataan orang lain, semakin ia merasa terbebani. Bukannya tidak pernah berusaha untuk mengikuti kemauan mereka. Beberapa kali coba menurunkan berat badan seperti yang disarankan, namun tidak pernah berhasil atau berhenti sebelum hasilnya kelihatan. 

     

    Pada akhirnya, Luna memutuskan tak acuh dengan omongan-omongan orang lain. Selama ia merasa dirinya baik-baik saja, dan selama ia merasa nyaman dengan tubuhnya. Abaikan saja dulu perkataan orang lain. Selama ia masih bisa melakukan aktifitas seperti orang normal lainnya, tidak ada yang salah dengan keadaan tubuhnya. Tetap menjaga kesehatan, itu yang utama dilakukannya dibandingkan dengan harus bersusah payah mengikuti kemauan orang lain. 

     

    “Assalamu ‘alaikum, Mah…”

    Sambil membuka pintu, Luna mengucapkan salam.

    “Wa’alaikum salam. Sudah pulang kamu, Nak?” 

    Mama yang sedang berada di ruang makan, menjawab salam Luna 

    “Iya, Ma.”

    “Mama baru saja selesai masak mie kesukaanmu. Ayo, temani Mama makan, ya.”

     

    Luna mengangguk, mendekati Mama seraya mencium tangannya. Mama sangat mengerti Luna. Mama tahu, ia tidak perlu langsung bertanya tentang kejadian yang Luna alami hari ini. Jika merasa menarik untuk diceritakan, Luna pasti akan menceritakannya sendiri. Dan, seingat Luna, hanya Mama yang tidak pernah memanggilnya dengan sebutan-sebutan yang jelek terkait tubuhnya. 

     

    Siang itu, sambil makan mie kesukaannya bersama Mama, mengalir cerita dari bibir Luna. Bukan tentang wawancara tadi, tapi hal lain yang lebih menarik untuk diceritakan ke Mama.

     

     

    Kreator : Sartika Dewi

    Bagikan ke

    Comment Closed: Metamorfosis Sempurna

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021