Selepas shalat Isya pak Guntur duduk di ruang tamu, sambil membaca sebuah buku kecil pemberian ustadz Hamdi yang selalu setia dan sabar menemaninya berdiskusi mengenai agama Islam. Bagi dia pengetahuan tentang Islam adalah sesuatu yang baru, walaupun usianya sudah mencapai setengah abad, dan dikatepenya tertulis beragama Islam.
Kehadiran ustadz Hamdi yang awalnya sengaja di panggil untuk mengajari anaknya, membawa keberuntungan dan keberkahan pula untuk dirinya. Dia jadi ikut belajar, bahkan dia meminta waktu tersendiri khusus untuknya. Kalau anaknya di malam Minggu, dia di malam Sabtu.
Ketika pak Guntur menutup buku karena sudah selesai dibaca, tiba-tiba Lisa dan ibunya datang.
“Pa… ! Mama dan Lisa pergi dulu, ya !” Ucap isterinya.
“Ini air buat pak ustadz, pa !” Kata Lisa sambil meletakan Gelas gentong di atas meja.
“Kalian mau pada kemana, sih ? Bukanya ikut ngaji “ Kata pak Guntur.
“Tar mengganggu konsentrasi papa…,” Jawab isterinya.
“Alasan ….”
“Sebentar kok, pa….” Ucap Lisa.
“Iya….., Papa selesai ngaji juga, kita dah pulang.” Ibunya menguatkan.
“Ya sudah…., hati-hati di jalan !”
“Iya, pa… “ Jawab Lisa.
“Assalamu alaikum !” Keduanya mengucapkan salam berbarengan.
“Wa alaikum salam !” Jawab pak Guntur.
Lisa dan ibunya keluar sambil mendorong sepeda motor sampai ke depan rumah. Kemudian dia menghidupkan motor. Setelah ibunya naik, diapun menjalankan motornya meninggalkan papanya.
Beberapa saat setelah Lisa dan ibunya pergi ustadz Hamdi datang dengan mengendarai sepeda motor.
“Assalamu alaikum !” Ucap ustadz Hamdi setelah turun dari motornya.
“Waalaikumsalam !” Jawab pak Guntur sambil menyodorkan tangan kanan nya untuk bersalaman. “Apa kabar, pak ustadz ?” Tanyanya.
“Alhamdulillah. Tumben pintunya terbuka ?”
“Barusan Lisa dan ibunya pamitan pada saya, mau keluar dulu katanya.”
“Oooh…!”
“Silahkan duduk, pak !”
“Terima kasih !”
“Ini air sudah disiapkan oleh Lisa, untuk bapak.” Ucap pak Guntur sambil menyodorkan gelas berisikan teh manis.
“Terima kasih. Oh iya, apa yang akan kita diskusikan malam ini ?” Tanya ustadz Hamdi mengawali pembicaraan yang mengarah pada pembelajaran.
“Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiran saya.“ Ucap pak Guntur
“Apa itu, pak ?” Tanya ustadz Hamdi dengan tenang.
“Saya pernah dengar bahwa nabi Muhammad itu adalah nabi yang ummiy.”
“Iya…., itu benar.” Ustadz Hamdi membenarkan.
“Apa artinya ummiy ?”
“Menurut bahasa Ummiy artinya tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis.”
“Tidak bisa baca tulis ?” Pak Guntur nampak kelihatan kaget.
“Iya…”
“Bagaimana mungkin orang yang tidak bisa baca tulis bisa diangkat menjadi nabi ?” Lagi-lagi pak Guntur memperlihatkan keraguanya.
“Tidak bisa baca tulis bukan berarti bodoh, pak.” Ustadz Hamdi mencoba menjelaskan.
“Tapi…., bukti dilingkungan kita ya begitu, pak.”
“Saya bisa buktikan kalau nabi Muhammad SAW itu tidak bodoh.”
“Coba…, Tunjukan pada saya !” Pak Guntur menantang
“Nabi Muhammad SAW memiliki empat sifat mulia, yaitu shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh.”
“Apa itu ?”
“Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang benar dalam perkataan dan perbuatannya, jujur dalam mengemban amanah, cerdas dalam melakukan tindakan, dan selalu menyampaikan apa yang seharusnya beliau sampaikan.”
“Apa bapak bisa menunjukan buktinya ?”
“Nabi Muhammad SAW telah dipercaya oleh masyarakat Arab Quraisy, jauh sebelum beliau diangkat menjadi nabi. Bahkan beliau mendapatkan gelar al-amin dari mereka.”
“Apa artinya al amin ?” Tanya pak Guntur.
“Al-amin artinya orang yang jujur dan dapat dipercaya. Saking percayanya…, orang yang berada di pihak musuh kelompok nabi Muhammad SAW, pernah menitipkan barangnya kepada beliau.”
“Musuhnya menitipkan barang kepada dia ?”
“Iya…”
“Apakah ada referensi yang menguatkan pernyataan itu ?” Tanya pak Guntur.
“Informasi tersebut ada pada buku sejarah kehidupan beliau. Yang dikenal dengan sebutan siroh nabawiyah. Kalau bapak mau, nanti saya tunjukan bukunya.”Tegas ustadz Hamdi.
“Oke…, sekarang ingin tahu bukti kecerdasanya.”
“Ketika selesai pemugaran Ka’bah, semua kelompok suku dikalangan bangsa Arab berebut ingin meletakan hajar aswad ke tempatnya. Hampir-hampir mereka bertikai dikarenakan ego mereka masing-masing. Ketika beliau hadir di tempat itu, mereka meminta kepada beliau untuk membuat sebuah keputusan yang terbaik, guna mencegah perkelahian di antara mereka.”
“Apa yang dilakukanya saat itu ?”
“Beliau menghamparkan kain yang panjang, lalu beliau meletakkan hajar aswad di atas kain tersebut. Beliau meminta kepada semua perwakilah suku untuk memegang kain tadi, sementara hajar aswad beliau sendiri yang mengangkatnya dan meletakkannya ke dinding Ka’bah.” Ustadz berhenti sejenak, lalu bertanya : “Apa itu bukan sebuah kecerdasan ?”
“Saya akui, itu adalah sebuah kecerdasan.” Jawab pak Guntur.
“Untuk masalah tidak bisa baca tulis, sebenarnya ada hikmah tersendiri bagi diri Rasulullah SAW dan umat Islam pada umumnya.” Ustadz Hamdi melanjutkan pembicaraanya.
“Apa, itu…. ?” Tanya pak Guntur.
“Al-Qur’an adalah kitab suci yang memiliki nilai sastra yang sangat tinggi. Ketinggiannya melebihi ketinggian kesusastraan bangsa Arab saat itu. Kalau saat itu Nabi Muhammad SAW bisa membaca dan menulis, apalagi kalau beliau pernah belajar sastra. Mereka akan menganggap bahwa Al-Qur’an adalah buatan nabi Muhammad SAW, dan itu telah dituduhkan oleh orang-orang yang membenci Islam di zaman sekarang.”
“Iya saya pernah dengar, bahwa Al-Qur’an adalah riwayat hidup Nabi Muhammad yang dibuat oleh dirinya sendiri.
“Karena keberadaan nabi tidak bisa baca tulis, dan beliau sendiri tidak pernah belajar sastra kepada siapapun dimasa itu, maka anggapan mereka dengan sendirinya terbantahkan.”
“Bisakah pak ustadz memberikan contoh yang lebih spesifik ?”
“Oke…” Kata ustadz Hamdi sambil sedikit merenung. “Kalau Kalau saya menjadi seorang penggembala kambing, kemudian saya memiliki rumah lima lantai. Kalau bapak bertanya kepada saya, rumah ini siapa yang buat, lalu saya jawab, saya sendiri yang membuatnya. Apa yang bertanya tadi akan percaya ?”
“Ya…., tidak lah.”
“Kalau saya katakan bahwa rumah itu pemberian seseorang, saya diminta agar saya menjaga dan merawat, dan menempatinya, apa bapak akan percaya ?”
“Tentu…., saya akan percaya.”
“Kalau saya seorang arsitek, kemudian saya katakan bahwa rumah itu saya yang merancang dan saya yang membuatnya, apa bapak akan percaya ?”
“Tentu saja saya akan percaya, karena seorang arsitek memiliki kemampuan untuk membuat rumah seperti itu.”
“Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang tidak bisa baca tulis, beliaupun tidak pernah belajar sastra kepada siapapun. Kalau ada orang yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah buatan Nabi Muhammad SAW, apa itu masuk akal ?”
“Tidak…”
“Ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah wahyu yang diberikan Allah kepadanya, untuk disampaikan kepada manusia, masihkah akal akan menolaknya ?”
“Seharusnya tidak.”
“Nah…, itulah salah satu hikmah dari kondisi nabi Muhammad SAW itu ummiy.”
“Sekarang saya paham dan saya mengerti.” Kata pak Guntur sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
“Alhamdulillah !” Spontan ustadz Hamdi mengucapkan kalimat itu. Dia bersyukur pak Guntur dapat memahami apa yang disampaikannya. Dia juga bersyukur karena Allah telah membimbing dan mengarahkannya sehinga bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan pak Guntur dengan mudah dan bisa diterima dengan mudah pula.
Kreator : Baenuri
Comment Closed: Nabi yang Ummi
Sorry, comment are closed for this post.