Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang aku jalani ini bagiku adalah pengalaman istimewa yang tak terlupakan. Apa yang aku lihat, aku rasakan, aku alami, dan yang aku saksikan adalah hal-hal baru. Aku bagaikan burung terlepas dari sangkar.
Bagaimana tidak, selama ini aku seolah dikurung dalam sangkar raksasa. Yang tak berujung tak berpangkal. Sejauh aku berjalan, selebar aku bertebar, ujung-ujungnya hanyalah tembok raksasa menjulang setinggi langit melebar tak berujung, bagaikan Benteng Takeshi.
Meski aku bak hidup dalam sangkar namun aku bisa mengintip jendela dunia. Aku bisa menjelajah alam semesta. Aku mampu melanglang buana dengan kebebasan berpikir, kebebasan bergerak, kebebasan menentukan arah, dan kebebasan meraih impian. Dengan slogan Berbudi Tinggi, Berbadan Sehat, Berpengetahuan Luas, Berpikiran Bebas.
Kebiasaan baik yang ditanamkan padaku selama dalam sangkar ini adalah Pembelajaran Kehidupan yang kompleks sebagai bekalku kelak dalam menempuh kehidupan yang masih misteri. Kesigapan dibiasakan. Kecepatan jadi pembiasaan. Ketangkasan jadi gerakan harian.
Di sini tidak mengenal yang namanya manja. Kuatnya semangat kalahkan kemalasan yang kadang menghampiri. Dengan tekad berbadan sehat, kebersihan dan kesehatan jasmani rohani menjadi prioritas semua princess yang berjiwa perkasa. Tidak mengenal yang namanya princess berhati princess. Princess-princess di sini disulap menjadi princess-princess perkasa.
Dengan motto Malas Tertindas, Lambat Tertinggal, Berhenti Mati, ini memacu dan memicu jiwa raga ini untuk siap tempur melawan syetan-syetan kemalasan. Langkah kaki bagaikan derap para tentara musti jadi pembiasaan. Bertemu dan bergelut dengan hal yang baru mesti dibiasakan. Tidak mengenal namanya canggung. Tidak mengenal namanya ragu. Tidak mengenal namanya takut. Semua mesti dihadapi dengan jiwa tangguh setangguh Gunung Uhud.
Kembali pada kisah KKN Gaess. Suatu pengalaman lucu dan berharga bagiku. Selama ini aku geluti belajar bahasa. Bahasa Ibu yang wajib sudah dianggap mahir karena semenjak lahir ke dunia sudah dikenalkan bahasa Ibu yaitu Bahasa Indonesia. Dengan bekal belajar dan pembiasaan berbahasa Indonesia dan bahasa Jawa selama di TK dan di SD sudah dianggap cukup walaupun masih sangat kurang. Sehingga semenjak belajar bahasa lain kedua bahasa masa kecilku telah aku pendam dalam-dalam.
Sementara aku tekuni bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Rusia. Alhamdulillah, senang hatiku. Sedikit banyak aku bisa mengenal ketiga bahasa asing tersebut. Keseharianku berkomunikasi dengan sesama teman selalu menggunakan ketiga bahasa itu sesuai jadwal.
Lhadalah, ketika aku bersama teman-teman kelompokku melaksanakan KKN di sebuah desa yang telah ditentukan oleh panitia, aku baru menyadari betapa pentingnya pula aku belajar bahasa daerahku sendiri dengan sungguh-sungguh sebelum belajar bahasa yang lain.
Ternyata mayoritas penduduk di sini setiap harinya menggunakan bahasa daerah. Aku masih bersyukur karena sedikit banyak aku bisa menangkap pembicaraan warga desa di sini. Dan aku harus berusaha keras menggali lagi bahasa daerahku yang aku pendam sejak sembilan tahun yang lalu.
Aku terus berusaha bisa berkomunikasi dengan warga dan aku mesti berusaha keras mengingat kembali istilah-istilah yang lama tidak aku pakai. Di mana semua teman-temanku membutuhkan terjemahan dari bahasa Jawa halus yang biasa dipakai warga di sini. Aku juga harus tetap bersyukur karena beberapa kesulitan yang aku temukan bisa aku tanyakan kepada Emakku yang ada di kampung.
Dengan adanya fasilitas handphone aku bisa tanya Emak sekaligus aku ngobrol dengan Emak. Tidak perlu tanya ke google, tapi yang jadi google untuk bahasa daerah ini adalah emakku. Semoga Emak sehat selalu ya, Mak. Sudah dulu ah aku ngelantur hari ini. Salam sayang untuk Emak.
Kreator : Endah Suryani
Comment Closed: NGELANTUR
Sorry, comment are closed for this post.