Nyasar di Masjidil Haram
Kisah Veteran Tentara
Burhanuddin (61 th) beserta anak (Dodit, 25 th), dan istrinya (Mega, 58 th) pergi umroh. Dari penampakan posturnya yang kekar dan tegap, jamaah lain bisa mengambil kesimpulan bahwa Burhanuddin sangat menjaga pola makan dan olahraga. Benar saja, selama di pesawat, Burhabuddin bercerita bagaimana selama ia masih bertugas di kesatuan angkatan bersenjata, kerap di kirim ke pelosok hutan, bahkan ke luar negeri untuk misi perdamaian. Kini, di masa pensiunnya, ia masih rutin jalan pagi, menghindari makanan berlemak, gula dan minyak-minyak. “Alhamdulillah, walau saya sudah pensiun, masih bisa jalan pagi sejauh 2 km, setiap hari. Anak-anak muda zaman sekarang aja, belum tentu bisa seperti itu. Jadi, saya siap dan semangat umroh” ujarnya kepada jamaah lain yang nampak terpukau mendengar kisahnya.
Melalui Dodit, putra keempat Burhanuddin, jamaah juga mendapatkan cerita, bahwa ayahnya banyak mendapatkan penghargaan karena dedikasi serta prestasi selama bertugas. “Tapi ya gitu, namanya mantan tantara ya, disiplin dan keras Pak Ustad” ujar Dodit saat makan bersama muthawif di hotel. Pak Burhan paling tidak suka hal-hal yang tidak disiplin. Ia maunya segala sesuatu berjalan sesuai rencana dan tepat waktu. Demikian juga, saat jamaah selesai makan dan hendak menuju ke Baitullah untuk melihat Ka’bah pertama kali. Jamaah, diminta menunggu di lobi hotel, untuk kemudian bersama-sama menuju Masjidil Haram. Pak Burhan, ustri dan Dodit, sudah sampai duluan bersama Muthawif.
“Kemana yang lainnya? Kita janjian jam 14:00 kok baru segini yang kelihatan.” Tanya Pak Burhan pada Muthawif. “Harap bersabar ya Pak, kita tunggu jamaah lain dulu. Bapak bisa duduk di sofa dulu.” Sang Muthawif nampak sungkan. Tak lama kemudian, satu per satu jamaah pun datang ke lobi, namun sampai 30 menit berlalu, masih ada 3-4 orang jamaah yang belum turun. Pak Burhan, mendatangi Muthawif. “Maaf, Pak Ustad, sepertinya, kita sudah terlalu lama menunggu. Kita tinggal saja, jamaah yang lain kalau memang masih lama,” katanya setengah emosi. “Coba saya, hubungi lagi ya Pak.” Muthawif nampak sibuk, menelpon jamaah yang belum turun, sekitar 5 menit barulah muncul, satu persatu. 2 Jamaah terakhir adalah wanita lansia bersama wanita paruh baya. “Maaf ya Bapak dan Ibu, tadi saya kebingungan kemana naik liftnya, pencet apaan ya? Hehehe. Sekali lagi maaf ya,” ujar Bu Rodiah, jamaah asal Kedoya.
“Ayo Pak Ustad, kita segera ke Masjidil Haram, sudah waktunya. Besok-besok harus tepat waktu ya bu. Kasian orang lain yang menunggu,” ujar Pak Burhan pada muthawif dan 2 ibu-ibu yang terlambat. “Ayo Bapak ibu, silakan ikuti saya, mohon saling mengingat teman-teman sekamarnya ya. “Kata muthawif sambil memimpin perjalanan menuju masjid.
Alhamdulillah, ibadah di masjid sudah dilaksanakan. Para jamaah mengakhiri ibadah dengan sholat sunah dan berdoa di Multazam. Semua jamaah lengkap dan nampak khusyu berdoa hingga banyak yang menitikkan air mata. Waktu menunjukkan pukul 15.50 dan akan mendekati Ashar. “Kita kembali ke hotel, setelah sholat Ashar ya. Ujar Muthawif. Para jamaah setuju dan kembali menjalankan ibadahnya. Setelah Sholat Ashar, jamaah pun bergegas menuju hotel. Pak Buhanuddin, istri dan Dodit, minta izin pada Muthawif agar lebih lama di masjid sampai Isya. “Bapak yakin Pak? Mau di sini sampai Isya? Gak istirahat dulu?” tanya muthawif. “Yakin dong, saya ingin berlama-lama di sini,” sahutnya. “Baiklah yang penting nanti Bapak tau jalan pulang ke hotel kan ya?.” “Ya tau dong, di hutan aja saya gak kesasar, masa ke hotel kesasar.” Jawabnya. Istri dan anaknya, langsung terkejut mendengar kata-kata Pak Burhan. “Pak, istighfar Pak, ucap istrinya. “Astaghfirullah,” sahut Pak Burhan.
Saat makan malam, seluruh jamaah berada di restoran. Kondisinya, semua jamaah sudah melaksanakan Sholat Isya. Lalu Dodit bersama ibunya datang menghampiri Muthawif. Mereka nampak panik. “Pak Ustad, Bapak saya belum sampai ya? “ tanya Dodit. “Loh, bukannya tadi bareng sama Mas Dodit dan Ibu?.” “Kami terpisah Ustad. Setelah Sholat Isya, saya jemput ibu. Pas kembali, bapak gak ada, saya sudah keliling Ka’bah mencari Bapak, tapi gak ketemu.” Semua orang nampak tegang. “InsyaAllah gak apa-apa, Mas Dodit dan Ibu makan dulu, nanti setelah ini saya akan cari Pak Burhan.
Waktu berlalu hingga pukul 23:00 waktu Saudi. Pak Burhan tidak juga kembali, Muthawif sudah menyebarkan foto Pak Burhan ke rombongan lain, barangkali ada yang melihatnya. Para jamaah juga sudah bolak-balik bergantian mencari Pak Burhan, tetapi tidak ditemukan. Hingga menjelang pukul 24:00 di Lobi hotel, seorang pelajar Indonesia datang sedang memapah Pak Burhan. Wajah Pak Burhan nampak pucat, tangannya gemetar. Muthawif langsung menghampiri Pak Burhan, kemudian diajak duduk dan diberi teh hangat. Pelajar Indonesia itu bernama, Ahmad, yang juga sedang membantu jamaah umroh Indonesia. Ia melihat, seorang lelaki tua mondar-mandir di tempat yang sama dan nampak kebingungan. Ahmad kemudian menghampiri, dan menanyakan ada apa. Namun Pak Burhan tidak bisa bicara. Ahmad Pun dengan sigap melihat kalung identitas yang melingkar di leher Pak Burhan, setelah membaca kalung tersebut, Ahmad mengantarkan ke hotel. “Saya bingung Tad, kok bapak ini bolak-balik aja di tempat yang sama. Pasti terpisah dari jamaah lain nih. Ya sudah, saya hampiri saja.”
Dodit dan istri Pak Burhan, nampak bergegas menghampiri Pak Burhan. “Ya Allah Pak, alhamdulillah ketemu, istrinya langsung memeluk Pak Burhan yang masih diam dan nampak sulit menggerakkan bibirnya.“Ibu, Mas Dodit, diajak makan dulu aja Bapak, pasti lapar ini. Sudah berapa lama di masjidil haram. Datang ke resto aja, bilang minta makan buat Pak Burhan. InsyaAllah nanti saya koordinasi dari lobi. “Terima kasih Pak Ustad, “ ujar Dodit.
Kepada keluarganya, Pak Burhan bercerita, saat ditinggal Dodit untuk mencari istrinya. Ia ingin menyusul Dodit, namun ternyata saat berjalan, ia kembali ke tempat yang sama berkali kali. Semakin ia berjalan, semakin pusing dan kembali di tempat yang sama. Hingga Pak Burhan terasa Lelah dan tidak mampu bicara. Lalu seseorang mendatanginya, Bertanya padanya, namun ia tidak bisa menjawab. Dan lelaki itu, membawanya ke hotel.
Kepada jemaah lain, saat makan siang, Pak Burhan menceritakan kisahnya seraya meminta maaf. Diiringi air mata, suara Pak Burhan bertegar, “Mohon dibukakan maaf sebesar-besarnya, atas kesalahan saya, Burhanuddin yang sombong ini. Saya banyak belajar dari kejadian kemarin.” Seorang jamaah pria menghampiri dan memeluknya. “MasyaAllah, Allah sayang dengan Pak Burhan. Langsung ditegur dan diberi petunjuk.” Semua jamaah yang mendengar ikut haru dan menangis.
Kreator : Nurhablisyah
Comment Closed: Nyasar di Mekah
Sorry, comment are closed for this post.