Udara Gaza berbau kematian; aroma anyir darah, asap membakar, dan keputusasaan yang mencekik. Bom-bom mengubah kota menjadi kuburan raksasa. Di tengah badai ini, Fatimah, seorang ibu muda bermata coklat gelap yang lelah, memeluk erat Osama, putranya yang baru berusia empat tahun. Usia Fatimah baru 25 tahun, namun wajahnya sudah terukir oleh penderitaan yang tak terhitung, mata indahnya kini redup dibayangi keputusasaan.
Mereka berlindung di kamp pengungsian Al-Shati, sebuah tempat yang sesak dan penuh keputusasaan. Ribuan jiwa terhimpit dalam tenda-tenda reyot, berbagi sedikit makanan, air, dan harapan yang hampir padam. Suami Fatimah, Omar, seorang pejuang Palestina yang gagah berani, berjuang di garis depan pertempuran di utara Gaza, meninggalkan Fatimah dan Osama dalam cengkeraman ketakutan yang mencekam, meninggalkan Fatimah sendirian menghadapi terjangan badai kehidupan.
Siang itu, serangan dahsyat menghantam Gaza. Bom-bom berjatuhan seperti hujan api neraka, menghancurkan segalanya tanpa ampun. Fatimah melindungi Osama, tubuh mungil itu gemetar hebat di tengah teror yang mengerikan, hatinya dipenuhi rasa takut yang amat sangat. Sebuah serpihan bom kemudian menghantam kepala Osama. Dunia Fatimah runtuh seketika, jiwanya tercabik-cabik oleh kepedihan yang tak terperi.
Osama terbaring tak berdaya, darah segar membasahi pelipisnya. Fatimah menjerit pilu, suaranya adalah teriakan putus asa dari seorang ibu yang kehilangan segalanya. “Osama, bangun! Anakku, jangan tinggalkan ibumu!” Tangisnya memecah kesunyian, tangis yang dipenuhi oleh rasa putus asa, rasa takut kehilangan, dan rasa sakit yang tak tertahankan. Ia memeluk tubuh tak bernyawa Osama, mencium keningnya yang dingin, merasakan keputusasaan yang maha dahsyat, merasa dunia seakan telah berakhir. Dalam kesedihan yang mendalam, ia membungkus Osama dengan kain kafan sederhana, kain putih yang melambangkan kematian.
Namun, di tengah kehancuran total ini, keajaiban terjadi. Di tengah keputusasaan yang mencekam, sebuah percikan harapan menyala dalam lubuk hatinya yang terluka. Ia kembali memanggil nama Osama, suaranya bergetar namun dipenuhi keyakinan yang teguh, keyakinan yang lahir dari cinta seorang ibu yang tak pernah menyerah. Dan yang tak terduga terjadi, Osama bergerak. Mata anak itu terbuka, menatap Fatimah dengan tatapan polos yang penuh keajaiban. Osama hidup kembali dari ambang kematian, membawa kembali cahaya harapan ke dalam jiwa Fatimah yang hancur.
Beberapa hari kemudian, Jihan, seorang jurnalis Palestina yang pemberani, menemui Fatimah. Jihan mendengarkan kisah Fatimah dengan penuh perhatian, hatinya terguncang oleh kekuatan luar biasa seorang ibu yang tak pernah menyerah, kekuatan yang lahir dari cinta dan harapan yang tak pernah padam. Ia menuliskan kisah mukjizat itu, sebuah kisah harapan yang menyala di tengah kegelapan Gaza. Kisah Fatimah dan Osama tersebar luas, menjadi simbol ketabahan dan kekuatan seorang ibu, serta keajaiban yang terjadi di tengah perang yang brutal. Kisah itu mengingatkan kita semua tentang kekuatan cinta, doa, dan harapan yang tak pernah padam, bahkan di tengah badai Gaza.
Bengkulu, 20 Desember 2024
Ucipa
#Freepalestine
Kreator : Ucipa
Comment Closed: Osama
Sorry, comment are closed for this post.