KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Panggil Aku Ibu

    Panggil Aku Ibu

    BY 20 Jul 2024 Dilihat: 184 kali
    pesan ibu_alineaku

    Hembusan nafas ini bukan milikmu sendiri. Berapa banyak andilmu pada sebutir keringat yang menetes dari pori-porimu? Tak ada.

    Langkah kaki akan menuju ke mana hari ini, tak ada yang mengetahuinya. Tugasmu hanya berencana. 

    ***

    Cahaya lampu menyoroti wajahku. Kedua mata mengerjap cepat mencoba mencerna wajah yang menghalangi pandanganku dengan cahaya lampu itu. 

    “Selamat siang, ini jam milik Bunda?”

    Entah ke mana energi ku pergi. Rasanya aku mengantuk luar biasa sampai tak mampu menjawab pertanyaan sederhana itu.

    Pertanyaan yang sama diulang kembali.

    “Ini jam milik Bunda?” 

    Aku membuka mata kembali dan berusaha mengumpulkan energi hanya untuk sekedar mengangguk sambil berkata, “Iya itu jam saya.” Lalu aku tak ingat apa-apa lagi. 

    Yang aku ingat adalah buah hatiku tak lagi bertumbuh kembang di dalam tubuhku. Ia telah berada di bawah gundukan tanah yang masih merah. Bahkan aku pun belum memiliki nama untuknya.

    ***

    Apa andilmu pada janin yang tertanam dalam rahimmu? 

    Ketika ia hadir kemudian pergi, tak ada pula andilmu di sana.

    Ini ketiga kalinya buah hati yang dinanti tak aku rasakan kehadirannya. Pedih melihat mereka selalu pergi. Terlahir dan langsung diasuh oleh Sang Pencipta. 

    ***

    Tak ada jalan lain, aku harus mengalah. Tubuhku adalah rumah mereka. Aku tak boleh bekerja seperti robot yang berhenti beraktifitas hanya di waktu sholat. Bahkan tidurku kurang sekali, hanya sekitar tiga jam perhari. 

    Tugas kampus di akhir semester sungguh amat menumpuk. Mengoreksi paper, membuat soal, sidang skripsi. Ditambah lagi tugasku sendiri sebagai mahasiswa tak dapat aku hindari. 

    Jika aku hitung sebagai mahasiswa, aku harus menyelesaikan 15 buah makalah. Dengan waktu yang ada sebelum semester berakhir, aku harus mampu mengerjakan 1 makalah dalam kurun waktu  hanya 1,5 hari saja. 

    Sambil berjalan melalui lorong kampus, aku usap perutku, sambil berbisik, “Tenang yaa dua pekan lagi kita istirahat.”

    Tapi tak menunggu libur semester dimulai, bayiku kembali pergi. Rasa kehilangannya meninggalkan kehampaan menyayat di dalam diriku.

    ***

    5 tahun kemudian.

    Rumah yang aku datangi ini berdinding bambu. Lantainya masih tanah. Seorang wanita sepertinya sebaya denganku tapi tampak lebih tua penampilannya tanpa ekspresi berlebihan memeluk bayi usia satu minggu. 

    Tak jauh darinya, masih di ruangan yang sama, suaminya menggendong balita sambil bermain dengan anak-anak mereka yang lain.

    Aku tak tahu pasti berapa jumlah anak mereka tapi kedua pasangan ini sudah membulatkan tekad untuk melepaskan anak bungsu mereka karena alasan ekonomi. 

    Aku terima bayi mungil dari tangan ibunya. Tak terlalu banyak basa-basi, aku segera pamit meninggalkan sepasang suami istri sederhana namun berjiwa besar karena telah menyelamatkan mentalku yang rapuh. 

    Di sepanjang perjalanan menuju rumah, aku dekap erat bayi mereka yang kini telah menjadi milikku. Aku bisikan di telinganya, “Kau mungkin tidak lahir dari rahimku, tapi engkau lahir dari dalam hatiku. Panggil aku Ibu, Nak!”

     

     

    Kreator : Dini Masitah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Panggil Aku Ibu

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021